Sungguh suatu kedustaan jika tuduhan itu dialamatkan pada para Ulama’ Ahlussunnah semisal Syaikh Muhammad Amien Asy-Syinqithy, Syaikh Bin Baaz, Syaikh Abdurrahman As-Sa’di, Syaikh Muhammad bin Sholih al-Utsaimin, dan para ulama’ Ahlussunnah lainnya. Silakan disimak ceramah-ceramah para Ulama tersebut, kaji kitab-kitab yang mereka tulis, niscaya kita akan mendapati mereka berdakwah di atas ilmu dan berdasar manhaj Nabi dan para Sahabatnya. Tidaklah mereka berdalil kecuali dengan AlQur’an dan AsSunnah yang shahihah dengan pemahaman para Sahabat Nabi.
Allah Subhaanahu Wa Ta’ala berfirman:
وَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَكُمُ الْخَيْطُ الْأَبْيَضُ مِنَ الْخَيْطِ الْأَسْوَدِ مِنَ الْفَجْرِ
Al-Hafidz Ibnu Katsir menyatakan dalam tafsirnya:
أباح تعالى الأكل والشرب، مع ما تقدم من إباحة الجماع في أيّ الليل شاء الصائمُ إلى أن يتبين ضياءُ الصباح من سواد الليل، وعبر عن ذلك بالخيط الأبيض من الخيط الأسود
“Allah Ta’ala membolehkan makan dan minum, dan yang telah disebutkan sebelumnya dari pembolehan berhubungan suami-istri pada bagian manapun di waktu malam bagi orang yang berpuasa sampai jelas cahaya pagi dari gelapnya malam, hal itu diibaratkan sebagai benang putih dari benang hitam” (Tafsir al-Qur’anil ‘Adzhim ).
Secara bahasa, makna ‘imsak’ adalah menahan diri. Tidak sedikit dari kaum muslimin yang memahami bahwa kalau sudah tiba masa seruan imsak itu dikumandangkan, maka pada saat itulah seharusnya mereka mulai menahan diri. Minimal mereka berpandangan makruh, dan tidak sedikit yang sudah menganggap bahwa haram bagi seseorang untuk makan, minum, dan melakukan hal lain yang membatalkan puasa.
Ketika diada-adakan hal baru dalam suatu Dien ini, maka tercabutlah suatu Sunnah Nabi, sehingga menjadi asing ketika diperkenalkan kembali. Demikian semaraknya seruan imsak ini dikumandangkan hampir di seluruh pelosok negeri kaum muslimin, sampai-sampai banyak orang yang menganggap bahwa itulah Sunnah. Mereka mengira bahwa di masa Nabi dulu, memang ada seruan imsak itu menjelang masuk waktu Subuh. Maka akan terasa janggal dan aneh, jika seruan imsak itu ditiadakan.
Padahal, di masa Nabi tidak pernah ada seruan imsak dikumandangkan. Justru yang ada adalah adzan dikumandangkan 2 kali, menjelang Subuh dan saat masuknya Subuh. Nabi Muhammad Shollallaahu ‘alaihi wasallam memiliki 2 muadzin: yaitu Bilal bin Rabah dan Ibnu Ummi Maktum dan. Nabi Muhammad shollallaahu a’laihi wasallam bersabda:
عَنْ ابْنِ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ كَانَ لِرَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مُؤَذِّنَانِ بِلَالٌ وَابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ الْأَعْمَى فَقَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إِنَّ بِلَالًا يُؤَذِّنُ بِلَيْلٍ فَكُلُوا وَاشْرَبُوا حَتَّى يُؤَذِّنَ ابْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ قَالَ وَلَمْ يَكُنْ بَيْنَهُمَا إِلَّا أَنْ يَنْزِلَ هَذَا وَيَرْقَى هَذَا
Al-Imam AnNawawy berkata:
قَالَ الْعُلَمَاء : مَعْنَاهُ أَنَّ بِلَالًا كَانَ يُؤَذِّنُ قَبْل الْفَجْر ، وَيَتَرَبَّص بَعْد أَذَانه لِلدُّعَاءِ وَنَحْوه ، ثُمَّ يَرْقُب الْفَجْر فَإِذَا قَارَبَ طُلُوعه نَزَلَ فَأَخْبَرَ اِبْن أُمّ مَكْتُوم فَيَتَأَهَّبُ اِبْنُ أُمِّ مَكْتُومٍ بِالطَّهَارَةِ وَغَيْرهَا ، ثُمَّ يَرْقَى وَيَشْرَع فِي الْأَذَان مَعَ أَوَّل طُلُوع الْفَجْر . وَاَللَّهُ أَعْلَمُ
Para Ulama berkata: maknanya adalah bahwa sesungguhnya Bilal adzan sebelum fajar, dan menunggu setelah masa adzannya dengan doa dan semisalnya. Kemudian ia memperhatikan masa-masa keluarnya fajar. Jika telah mendekati keluarnya fajar, ia memberitahukan pada Ibnu Ummi Maktum sehingga Ibnu Ummi Maktum bersiap-siap dengan bersuci (thaharah) dan semisalnya, kemudian dia naik dan mulai adzan pada permulaan munculnya fajar” (Syarh Shohih Muslim linNawawy juz 4 halaman 69).
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ مَسْعُودٍ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ لَا يَمْنَعَنَّ أَحَدَكُمْ أَوْ أَحَدًا مِنْكُمْ أَذَانُ بِلَالٍ مِنْ سَحُورِهِ فَإِنَّهُ يُؤَذِّنُ أَوْ يُنَادِي بِلَيْلٍ لِيَرْجِعَ قَائِمَكُمْ وَلِيُنَبِّهَ نَائِمَكُمْ
Dari Abdullah bin Mas’ud dari Nabi shollallaahu ‘alaihi wasallam, beliau bersabda: ‘Janganlah adzan Bilal mencegah kalian dari sahurnya, karena sesungguhnya ia adzan di waktu malam untuk ‘mengembalikan’ orang-orang yang qiyaamul lail dan membangunkan yang tidur (H.R al-Bukhari).
وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ
“dan berhati-hatilah kalian dari sesuatu yang diada-adakan, karena setiap perkara yang diada-adakan (dalam Dien/agama) adalah bid’ah d an setiap bid’ah adalah sesat”(H.R Abu Dawud, atTirmidzi, Ibnu Majah).
2. Menyebabkan seseorang meninggalkan Sunnah Sahur atau Sunnah Mengakhirkan Waktu Sahur.
Jika seseorang terbangun beberapa menit menjelang Subuh, namun ia telah mendengar seruan imsak, bisa jadi ia mengurungkan niat bersahur, jika ia memang tidak tahu bahwa masih diperbolehkan baginya makan dan minum sebelum masuknya waktu Subuh. Hal itu menyebabkan orang tersebut terlewatkan dari Sunnah Nabi yang mengandung barokah (kebaikan yang banyak). Rasulullah shollallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
تَسَحَّرُوا فَإِنَّ فِي السَّحُورِ بَرَكَةً
“Bersahurlah, karena pada sahur itu ada barokah” (Muttafaqun ‘alaih).
Waktu antara kumandang imsak dan Subuh sebenarnya masih memungkinkan untuk seseorang bersahur, meski dengan seteguk air. Seseorang juga menjadi terhalangi untuk mengakhirkan waktu sahur, padahal itu adalah Sunnah Nabi.
تَسَحَّرُوْا وَلَوْ بِجُرْعَةٍ مِنْ مَاءٍ
عَنْ أَبِي عَطِيَّةَ قَالَ قُلْتُ لِعَائِشَةَ فِينَا رَجُلَانِ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَحَدُهُمَا يُعَجِّلُ الْإِفْطَارَ وَيُؤَخِّرُ السُّحُورَ وَالْآخَرُ يُؤَخِّرُ الْإِفْطَارَ وَيُعَجِّلُ السُّحُورَ قَالَتْ أَيُّهُمَا الَّذِي يُعَجِّلُ الْإِفْطَارَ وَيُؤَخِّرُ السُّحُورَ قُلْتُ عَبْدُ اللَّهِ بْنُ مَسْعُودٍ قَالَتْ هَكَذَا كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْنَعُ
3. Memberikan kesempitan bagi kaum muslimin, pada saat mereka masih diperbolehkan untuk makan dan minum justru dihalangi dengan seruan imsak. Bisa dengan keyakinan makruh atau haram.
Hal ini bertentangan dengan perintah Nabi untuk memberikan kemudahan kepada kaum muslimin
4. Pada taraf tertentu, pensyariatan kumandang imsak akan mengarah pada perasaan lebih baik dibandingkan yang dilakukan Nabi dan para Sahabat
Subhaanallaah! Apakah kita menyangka Nabi kurang memiliki semangat untuk menjauhkan umatnya dari hal yang bisa menjerumuskannya pada dosa? Beliau adalah yang paling bertaqwa dan paling bersemangat untuk menyampaikan umatnya pada segenap kebaikan.
عَنْ صِلَةَ قَالَ كُنَّا عِنْدَ عَمَّارٍ فِي الْيَوْمِ الَّذِي يُشَكُّ فِيهِ فَأَتَى بِشَاةٍ فَتَنَحَّى بَعْضُ الْقَوْمِ فَقَالَ عَمَّارٌ مَنْ صَامَ هَذَا الْيَوْمَ فَقَدْ عَصَى أَبَا الْقَاسِمِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
Karena itu al-Imam Malik menyatakan:
Semoga Allah Subhaanahu Wa Ta’ala senantiasa memberikan petunjukNya kepada kita semua….
Ditulis oleh Abu Utsman Kharisman untuk Situs Darussalaf.or.id