AR-RAQÎB, YANG MAHA MENGAWASI

Oleh
Ustadz Abdullah bin Taslim al-Buthoni MA

PENETAPAN NAMA AR-RAQIB
Nama Allah k yang maha agung ini disebutkan dalam tiga ayat al-Qur’an:

إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا

Sesungguhnya Allah Maha Mengawasi kamu sekalian [an-Nisâ’/4:1].

وَكَانَ اللَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ رَقِيبًا

Dan adalah Allâh Maha Mengawasi segala sesuatu [al-Ahzâb/33:52]

وَكُنْتُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا مَا دُمْتُ فِيهِمْ ۖ فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِي كُنْتَ أَنْتَ الرَّقِيبَ عَلَيْهِمْ ۚ وَأَنْتَ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ

Dan akulah yang menjadi saksi terhadap mereka selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan (angkat) aku, Engkau-lah Yang Maha Mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu [al-Mâidah/5:117].

MAKNA AR-RAQIB SECARA BAHASA
Ibnu Fâris rahimahullah menjelaskan bahwa asal kata nama ini menunjukkan makna yang satu, yaitu berdiri (tegak) untuk mengawasi atau memperhatikan sesuatu [1]. Sedanglan al-Fairuz Abâdi rahimahullah dalam al-Qamuusnya menjelaskan bahwa nama ini secara bahasa berarti pengawas, penunggu dan penjaga [2]. Sementara itu, Ibnul Atsîr rahimahullah dan Ibnu Manzhûr rahimahullah menjelaskan bahwa nama Allah al-Raqîb berarti Maha Penjaga/Pengawas yang tidak ada sesuatu pun yang luput dari-Nya [3]. Demikian pemaparan para Ulama lughah (bahasa) tentang makna kata ar-raqiib melalui tinjauan bahasa.

PENJABARAN MAKNA NAMA ALLAH AL-RAQIB
Imam Ibnu Katsîr rahimahullah ketika menafsirkan ayat pertama di atas, beliau menjelaskan bahwa makna ar-Raqîb adalah zat yang maha mengawasi semua perbuatan dan keadaan manusia” [4]
.
Syaikh ‘Abdurrahmân as-Sa’di rahimahullah berkata: “Ar-Raqîb adalah zat yang maha memperhatikan dan mengawasi semua hamba-Nya ketika mereka bergerak(beraktifitas) maupun ketika mereka diam, (mengetahui) apa yang mereka sembunyikan maupun yang mereka tampakkan, dan (mengawasi) semua keadaan mereka” [5]

Di tempat lain beliau berkata, ar-Raqîb adalah zat yang maha mengawasi semua urusan (makhluk-Nya), maha mengetahui kesudahannya, dan maha mengatur semua urusan tersebut dengan sesempurna-sempurna aturan dan sebaik-sebaik ketentuan[6] “.

Maka makna ar-Raqîb secara lebih terperinci adalah Dzat Yang Maha memperhatikan (mengetahui) segala yang tersembunyi dalam dada (hati) manusia, yang Maha mengawasi apa yang diusahakan setiap diri manusia, Yang Maha memelihara semua makhluk dan mengatur mereka dengan sebaik-baik aturan dan penataan paling sempurna, yang Maha mengawasi semua yang terlihat dengan penglihatan-Nya, tidak ada sesuatu pun yang luput dari-Nya, yang Maha mengawasi semua yang terdengar dengan pendengaran-Nya yang meliputi segala sesuatu, yang Maha mengawasi (memperhatikan) semua makhluk dengan ilmu-Nya yang meliputi segala sesuatu [7] .

PENGARUH POISTIF DAN MANFAAT MENGIMANI NAMA ALLAH AR-RAQIB
Pengaruh positif yang paling utama dengan mengimani nama Allâh Azza wa Jalla yang agung ini adalah senantiasa merasakan murâqabatullâh (pengawasan dari Allâh Azza wa Jalla ) dalam semua keadaan kita, dan timbulnya rasa malu yang sesungguhnya di hadapan-Nya. Kondisi ini akan mendorong seorang hamba untuk selalu konsisten melakukan ketaatan kepada-Nya dan menjauhi semua perbuatan maksiat, di manapun ia berada [8] .

Murâqabatullâh (selalu merasakan pengawasan Allâh Azza wa Jalla) adalah kedudukan yang sangat tinggi dan agung dalam Islam, sekaligus merupakan tahapan utama untuk menempuh perjalanan menuju perjumpaan dengan Allâh Azza wa Jalla dan negeri akhirat.

Hakekat murâqabatullâh adalah seorang hamba senantiasa merasakan dan meyakini pengawasan Allâh Azza wa Jalla terhadap (semua keadaannya) lahir dan batin. Selanjutnya, ia merasakan pengawasan-Nya ketika berhadapan dengan perintah-Nya, untuk kemudian ia laksanakan dengan sebaik-baiknya. Dan ketika berhadapan dengan larangan-Nya, ia berusaha keras menjauhinya dan menghindarinya [9].

Seorang penyair mengungkapkan makna ini dalam bait syairnya [10] :
Jika suatu hari kamu sedang sendirian, maka janganlah kamu berkata:
“Aku sendirian”, akan tetapi katakanlah, “Ada (Allâh) yang mengawasiku”
Dan janganlah sekali-kali kamu menyangka bahwa Dia akan lalai sesaat pun
Dan (jangan mengira) sesuatu yang tersembunyi akan luput dari (pengawasan)-Nya

Inilah makna al-ihsân yang disebutkan dalam hadits Jibrîl Alaihissallam yang terkenal, yaitu sabda Rasûlulâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam :

أَنْ تَعْبُدَ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

(Al-ihsân adalah) engkau beribadah kepada Allâh seakan-akan engkau melihat-Nya, kalau kamu tidak bisa melihat-Nya, maka sungguh Dia melihatmu [11]

Syaikh ‘Abdurrahmân as-Sa’di rahimahullah berkata, ” Murâqabatullâh (selalu merasakan pengawasan Allâh Azza wa Jalla) adalah termasuk amalan hati yang paling tinggi (keutamaannya dalam Islam), yaitu menghambakan diri (beribadah) kepada Allâh dengan (memahami dan mengamalkan makna yang terkandung dalam) nama-Nya ar-Raqîb (Yang Maha Mengawasi) dan asy-Syahîd (Yang Maha Menyaksikan). Maka ketika seorang hamba mengetahui (meyakini) bahwa semua gerakan (aktifitas)nya yang lahir maupun batin, tidak ada (satu pun) yang luput dari pengetahuan-Nya, dan dia (senantiasa) menghadirkan keyakinan ini dalam semua keadaannya, ini (semua) akan menjadikannya (selalu berusaha) menjaga batin (hati)nya dari (semua) pikiran (buruk) dan angan-angan yang dibenci Allâh Azza wa Jalla , menjaga lahir (anggota badan)nya dari (semua) ucapan dan perbuatan yang dimurkai Allâh Azza wa Jalla , dan akan beribadah (mendekatkan diri kepada Allâh Azza wa Jalla ) dengan al-ihsân. Dengan itu, maka ia akan beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla seakan-akan melihat-Nya, kalau tidak bisa melihat-Nya maka ia (yakin) sesungguhnya Allâh melihatnya”[12] .

Kalau kita merenungkan dengan seksama ayat-ayat al-Qur’ân yang menerangkan luasnya ilmu Allâh Azza wa Jalla dan bahwasanya tidak ada sesuatu pun yang luput dari pengetahuan dan pengawasan-Nya, baik yang tampak di mata manusia maupun tersembunyi, seperti ayat-ayat berikut:

وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي أَنْفُسِكُمْ فَاحْذَرُوهُ

Dan ketahuilah bahwasanya Allâh mengetahi apa yang ada dalam hatimu, maka takutlah kepada-Nya [al-Baqarah/2:235].

يَسْتَخْفُونَ مِنَ النَّاسِ وَلَا يَسْتَخْفُونَ مِنَ اللَّهِ وَهُوَ مَعَهُمْ إِذْ يُبَيِّتُونَ مَا لَا يَرْضَىٰ مِنَ الْقَوْلِ ۚ وَكَانَ اللَّهُ بِمَا يَعْمَلُونَ مُحِيطًا

Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari Allâh, padahal Allâh beserta mereka, ketika pada suatu malam mereka menetapkan keputusan rahasia yang Allâh tidak ridhai. Dan adalah Allâh Maha Meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka kerjakan [an-Nisâ/4:108]

لَمُ خَائِنَةَ الْأَعْيُنِ وَمَا تُخْفِي الصُّدُورُ

Dia mengetahui (pandangan) mata yang khianat dan apa yang disembunyikan dalam hati [al-Mu’min/40:19].

Dan ayat-ayat lain yang semakna dengan ayat-ayat tersebut, merenungkan dan menghayati semua itu akan membangkitkan dalam diri seorang hamba murâqabatullâh dalam semua perbuatan dan keadaannya. Karena murâqabatullâh adalah termasuk buah manis dari keyakinan seorang hamba bahwa Allâh Azza wa Jalla Maha mengawasi dan memperhatikan dirinya, Maha mendengarkan apa yang diucapkan lisannya dan Maha mengetahui semua perbuatannya setiap waktu, setiap tarikan nafas, bahkan setiap kedipan matanya[13] .

PENUTUP
Dengan penjelasan di atas, kita dapat memahami bagaimana agungnya manfaat dan keutamaan membaca al-Qur’ân dengan merenungi dan menghayati kandungan maknanya. Sebab, dengan itulah kita bisa mengambil petunjuk agung yang terdapat di dalamnya dengan sempurna , untuk membawa kita mencapai kedudukan dan tingkatan yang tinggi di hadapan Allâh Azza wa Jalla . Allâh Azza wa Jalla berfirman:

كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ مُبَارَكٌ لِيَدَّبَّرُوا آيَاتِهِ وَلِيَتَذَكَّرَ أُولُو الْأَلْبَابِ

Ini adalah kitab (al-Qur’ân) yang kami turunkan kepadamu, penuh dengan berkah, supaya mereka merenungkan ayat-ayatnya dan supaya mendapat pelajaran orang-orang yang mempunyai pikiran [Shâd/38:29].

Akhirnya, kami akhiri tulisan ini dengan memohon kepada Allâh Azza wa Jalla dengan nama-nama-Nya yang maha indah dan sifat-sifat-Nya yang maha sempurna, agar berkenan menganugerahkan kepada kita semua kedudukan murâqabatullâh yang agung dan mulia ini dan semua kedudukan yang tinggi dalam agama-Nya. Sesungguhnya Allâh Azza wa Jalla Maha mendengar dan mengabulkan permohonan hamba-Nya. Wallâhu a’lam

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 12/Tahun XIII/1430H/2009M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Mu’jamu Maqâyîsil Lughah (2/353).
[2]. Al-Qâmûs al-Muhîth hlm. 116
[3]. An-Nihâyah fi Gharîbil Hadits wal Atsar (2/609) dan Lisânul ‘Arab (1/424)
[4]. Tafsîr Ibni Katsir (1/596)
[5]. Taisîrul Karîmir Rahmân hlm. 90
[6]. Ibid hlm. 487
[7]. Lihat Fiqhul Asmâ-il Husnâ hlm. 159
[8]. Lihat Tafsîr Ibni Katsir (1/596) dan Taisîrul Karîmir Rahmân hlm. 90
[9]. Lihat kitab Fiqhul Asmâ-il Husnâ hlm. 160
[10]. Dinukil oleh Imam Ibnu Hibbân al-Busti dalam Raudhatul ‘Uqalâ hlm. 26
[11]. HR. Muslim no. 8
[12]. Tafsîru Asmâ Illâhil Husnâ hlm. 55
[13]. Lihat Fiqhul Asmâ-il Husnâ hlm. 160
[14]. Lihat keterangan Imam Ibnul Qayyim rahimahullah dalam Ighâtsatul Lahfân min Mashâyidisy Syaithân (1/44)

Tinggalkan komentar