MENGAMBIL LAHIRIYAH AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH MERUPAKAN PRINSIP DASAR AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH

Kesepuluh:
MENGAMBIL LAHIRIYAH AL-QUR’AN DAN AS-SUNNAH MERUPAKAN PRINSIP DASAR AHLUS SUNNAH WAL JAMA’AH

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

Ahlus Sunnah wal Jama’ah menjadikan Al-Qur’an dan As-Sunnah sebagai dasar pertama bagi mereka, karena Al-Qur-an dan As-Sunnah adalah satu-satunya sumber untuk mengambil atau mempelajari ‘aqidah Islam. Seorang Muslim tidak boleh mengganti keduanya dengan yang lain. Oleh karena itu, apa yang telah ditetapkan oleh Al-Qur-an dan As-Sunnah wajib diterima dan ditetapkan oleh seorang Muslim, dan apa yang dinafikan (ditolak) oleh keduanya, maka wajib bagi seorang Muslim untuk menafikan dan menolaknya. Tidak ada hidayah dan kebaikan melainkan dengan cara berpegang teguh kepada Al-Qur-an dan As-Sunnah.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

وَمَا كَانَ لِمُؤْمِنٍ وَلَا مُؤْمِنَةٍ إِذَا قَضَى اللَّهُ وَرَسُولُهُ أَمْرًا أَنْ يَكُونَ لَهُمُ الْخِيَرَةُ مِنْ أَمْرِهِمْ ۗ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ ضَلَّ ضَلَالًا مُبِينًا

“Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, maka sungguhlah ia telah sesat dengan kesesatan yang nyata.” [Al-Ahzaab: 36]

Sikap orang yang beriman kepada Allah Azza wa Jalla dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam harus mendengar dan taat, serta tidak boleh menolak apa yang datang dari Allah dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Oleh karena itu, Allah Azza wa Jalla menyatakan bahwasanya orang yang enggan dan menolak untuk mengikuti Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, tidak dikatakan beriman.

Allah Azza wa Jalla berfirman:

فَلَا وَرَبِّكَ لَا يُؤْمِنُونَ حَتَّىٰ يُحَكِّمُوكَ فِيمَا شَجَرَ بَيْنَهُمْ ثُمَّ لَا يَجِدُوا فِي أَنْفُسِهِمْ حَرَجًا مِمَّا قَضَيْتَ وَيُسَلِّمُوا تَسْلِيمًا

“Maka demi Rabb-mu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikanmu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya.” [An-Nisaa’: 65]

Allah Azza wa Jalla juga memerintahkan orang-orang yang beriman untuk kembali kepada Al-Qur-an dan As-Sunnah, manakala mereka berselisih, dalam menentukan jalan keluar dari apa yang mereka perselisihkan. Simaklah firman-Nya berikut ini:

فَإِنْ تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِنْ كُنْتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

“Jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembali-kanlah ia kepada Allah (Al-Qur-an) dan Rasul (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari Kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” [An-Nisaa’: 59]

Imam Mujahid (wafat th. 103 H) rahimahullah berkata ketika menafsirkan ayat ini: “Kembali kepada Allah maksudnya adalah kembali kepada kitab Allah Azza wa Jalla. Sedangkan kembali kepada Rasul maksudnya adalah kembali kepada Sunnah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam.” Penafsiran seperti ini juga dilakukan oleh para ulama Salaf lainnya.[1]

Hal terbesar yang membedakan antara Salaf dengan yang lain dari golongan pelaku bid’ah (ahli bid’ah) adalah, Salaf menghormati dan menjunjung tinggi Sunnah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sunnah bagi mereka adalah penjelas, penafsir dan pengurai Al-Qur-an, baik dalam bidang ‘aqidah maupun syari’ah. Oleh karena itu, Ahlus Sunnah wal Jama’ah mengambil lahiriyah hadits, tidak menakwilkan serta tidak menolaknya dengan argumentasi yang lemah, sebagaimana ahli kalam yang mengatakan, bahwa hadits-hadits itu adalah hadits-hadits Ahad yang tidak bisa dijadikan sebagai dasar ilmu dan keyakinan. Ucapan ahli kalam ini sesat dan menyesatkan.

Imam asy-Syafi’i rahimahullah melihat bahwa di dalam syari’ah, kedudukan As-Sunnah adalah seperti Al-Qur-an. Apa yang ditetapkan dalam As-Sunnah adalah seperti apa yang ditetapkan di dalam Al-Qur-an, dan apa yang diharamkan oleh As-Sunnah sama dengan apa yang diharamkan oleh Al-Qur-an. Sebabnya adalah karena keduanya berasal dari Allah Subhanahu wa Ta’ala.[2]

[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Po Box 7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga 1427H/Juni 2006M]
_______
Footnote
[1]. Tafsiiruth Thabari (IV/154, no. 9884-9886) dan Tafsiir Ibni Katsiir (I/568).
[2]. Lihat Manhajul Imaam asy-Syafi’i fii Itsbaatil ‘Aqiidah (I/86).

Tinggalkan komentar