Dalam hadits di atas Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam menyebut hal yang paling banyak terjadi secara berurutan. perbuatan zina itu lebih sering terjadi dibanding dengan pembunuhan, dan pembunuhan lebih sering terjadi dibanding dengan riddah (keluar dari agama Islam). Dan kerusakan yang ditimbulkan oleh zina sungguh bertolak belakang dengan kemaslahatan dalam kehidupan.Sebab, bila seorang wanita telah melakuka zina berarti ia telah membuat aib keluarga, suami dan
kerabatnya serta mencoreng wajah mereka di hadapan orang banyak. Bila dia sampai hamil kemudian membunuh anaknya, berarti dia telah menggabungkan perbuatan zina dengan pembunuhan, dan jika setelah hamil ia tetap dengan suaminya, berarti dia telah memasukkan pada keluarga si suami dan keluarga si wanita sendiri orang lain yang bukan bagian dari keluarga. Dan masih banyak lagi kerusakankerusakan
lain yang ditimbulkan oleh zina. Jika yang berzina itu adalah seorang pria, maka hal ini –selain hal yang di atas- juga akan menyebabkan
simpang siurnya hubungan nasab, kemudian merusak kehormatan wanita yang terjaga dan menjadikannya hancur.
Jadi, di belakang perbuatan keji ini (zina) terdapat
kerusakan dunia dan agama sekaligus. Sungguh
betapa banyak pelanggaran terhadap laranganlarangan
(pelecehan terhadap kehormatan),
penyia-nyiaan hak orang dan penganiayan yang
ada di balik perbuatan zina.
Diantara dampak yang ditimbulkan oleh zina
adalah bahwa zina dapat mendatangkan kefakiran,
memperpendek umur dan membuat wajah
pelakunya suram serta mendatangkan kebencian
orang.
Termasuk di antara dampaknya pula, bahwa zina
itu dapat menghancurkan hati, membuatnya sakit
kalau tidak sampai mematikannya, juga
mendatangkan perasaan gundah gelisah dan
takut, serta menjauhkan pelakunya dari malaikat
dan mendekatkannya kepada setan. Tak ada
bahaya –setelah bahaya perbuatan membunuhyang
lebih besar dari bahaya zina. Oleh
karenanya, untuk menghukum pelaku zina ini
Allah mensyariatkan hukuman bunuh (rajam)
dengan cara yang mengerikan. Bila ada seseorang
yang mendengar kabar bahwa isterinya dibunuh
orang, tentu kabarnya lebih ringan dibanding dia
mendengar bahwa isterinya berzina.
Sa’ad bin Ubadah Radhiyallahu ‘anhu berkata :
“Sekiranya aku melihat seorang pria berzina
dengan isteriku, tentu aku akan memenggal
lehernya dengan pedang tanpa pikir panjang lagi.”
Maka sampai perkataan ini kepada Rasulullah
Shallallahu ‘alayhi wa Sallam, lalu beliau bersabda :
“Apakah kalian heran pada kecemburuan Sa’ad?
Demi Allah, sungguh aku ini lebih cemburu dari
dia, dan Alah lebih cemburu dari aku, dan oleh
karena betapa agungnya kecemburuan Allah,
maka Dia haramkan segala perbuatan keji, baik
yang lahir maupun yang batin.” (muttafaq alaih).
Dalam shahih Al-bukhari dan shahih Muslim, juga
diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alayhi wa
Sallam.
“Sesungguhnya Allah itu cemburu, dan
sesungguhnya seorang mu’min itu juga cemburu.
Dan kecemburuan Allah itu akan timbul bila
seorang hamba malakukan apa yang diharamkan
kepadanya.”. ( HR. Bukhori dan muslim ).
Dalam hadis Al-Bukhari dan musllim, juga
diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alayhi wa
Sallam :
“Tak ada seorangpun yang lebih pencemburu dari
Allah, oleh karena itu Allah mengharamkan
perbuatan-perbuatan keji, yang lahir maupun
yang batin. Tak ada satupun yang lebih senang
mengajukan alasan dari Allah, oleh karena itu Dia
mengutus para Rasul untuk memberikan kabar
gembira dan peringatan. Tak ada satupun yang
lebih senang dipuji melebihi Allah, oleh karena itu
Dia memuji diriNya sendiri.” ( HR. Bukhori dan
Muslim ).
Juga dalam kitab Ash-shahihain, diriwayatkan
khutbah Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam di saat
shalat gerhana matahari, beliau bersabda :
“Hai ummat Muhammad, demi Allah, tak ada
satupun yang lebih pencemburu dari Allah ketika
ada sorang hambaNya yang laki-laki atau
perempuan berbuat zina. Hai ummat Muhammad,
demi Allah, sekiranya kalian mengetahui seperti
apa yang aku ketahui, tentu kalian aka sedikit
tertawa dan banyak menangis.” Kemudian beliau
mengangkat kedua tangannya seraya berkata :
“Ya Allah, adakah aku sudah sampaikan?”( HR.
Bukhori dan Muslim).
Disebutkannya perbuatan dosa besar ini secara
khusus setelah shalat gerhana matahari
mengandung isyarat rahasia yang menakjubkan;
dan semaraknya fenomena zina ini merupakan
rusaknya alam ini, dan itu semua adalah salah
satu tanda kiamat; seperti yang disebutkan dalam
As-Shahihain, dari Anas bin Malik bahwa dia
berkata : aku akan menceritakan pada kalian
sebuah hadits yang tidak akan ada orang yang
akan menceritakannya pada kalian setelah aku.
Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa
Sallam bersabda :
“Di antara tanda-tanda kiamat bila ilmu (syar’i)
menjadi sedikit (kurang), dan kebodohan menjadi
tampak serta zina juga menyebar (di manamana),
pria jumlahnya sedikit dan kaum wannita
jumlahnya banyak sehingga untuklimapuluh
wanita (perbandingannya satu orang pria.”( HR.
Bukhori dan Muslim ).
Salah satu sunnatullah yang diberlakukan pada
makhluknya, yaitu ketika zina mulai tampak di
mana-mana, Allah akan murka dan kemurkaannya
sangat keras, maka secara pasti kemurkaan itu
akan berdampak pada bumi ini dalam bentuk azab
dan musibah yang diturunkan.
Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu berkata :
“Tidaklah merajalela riba dan zina di sebuah
daerah, melainkan Allah memaklumkan untuk
dihancurkan.”
Seorang pendeta bani Israil pernah melihat
anaknya sedang merayu seorang perempuan, lalu
dia berkata : “Sebentar, wahai anakku!” kemudian
sang ayah itu pingsan di atas tempat tidurnya lalu
meninggal, sementara isterinya jatuh dan
dikatakan kepadanya : “Beginilah cara engkau
marah untukku? Sungguh, orang sejenis kamu itu
tidak mengandung kebaikan selamanya.”
Pengkhususan Hukuman Zina Dengan Tiga
Hal
Allah Subhanahu wa Ta’ala mengkhususkan
hukuman bagi perbuatan zina dibandingkan
dengan hukuman-hukuman lainnya dengan tiga
hal :
Pertama, hukuman zina adalah dibunuh (dirajam)
dengan cara yang mengerikan. Dalam hukuman
zina yang ringan saja, Allah menggabungkan
antara hukuman terhadap fisik dengan cambuk
dan hukuman terhadap hati/mentalnya dengan
cara diasingkan dari negerinya selama satu tahun.
Kedua, Allah melarang hamba-hambanya untuk
merasa kasihan kepada para pelaku zina sehingga
mencegah mereka untuk memberlakukan
hukuman kepada para hukuma kepada para
pezina itu. Sebab, Allah mansyari’atkan hukuman
tersebut didasarkan pada kasih sayang dan
rahmatnya pada mereka. Allah itu sangat sayang
kepada kalian, namun kasih sayang tersebut
tidaklah mencegah Allah untuk memerintahkan
berlakunya hukuman ini. Oleh karenanya
janganlah kasih sayang yang ada di hati kalian itu
mencegah kalian untuk melaksanakan perintah
Allah.
Hal ini –walaupun sbenarnya juga berlaku pada
seluruh macam hukuman (hudud) yang
disyari’atkan- namun disebutkan dalam hukuman
zina suatu kekhususan, karena memang sangat
penting untuk disebutkan di sini, sebab
kebanyakan orang tidak mempunyai rasa marah
dan sikap kasar terhadap pezina seperti sikap
mereka pada pencuri, atau orang yang menuduh
berbuat zina atau pemabuk. Hati mereka
cenderung lebih kasihan pada pezina ketimbang
para pelaku dosa lainnya. Dan realita
membuktikan hal itu. Oleh karena itu Allah
melarang mereka, jangan sampai rasa kasihan
mereka itu membuat tidak diberlakukannya
hukuman Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Mengapa rasa kasihan pada mereka itu timbul?
Penyebabnya yaitu karena perbuatan zina ini bisa
terjadi pada orang golongan atas, menengah dan
bawah. Kemudian, dalam jiwa manusia itu
terdapat dorongan yang kuat untuk melakukannya
(melampiaskan libido, pent) dan orang yang
melakukannya juga berjumlah banyak. Dan yang
paling banyak menjadi penyebabnya ialah cinta;
sementra hati manusia itu secara tabi’at punya
perasaan kasih pada orang yang sedang jatuh
cinta, bahkan banyak diantara mereka yang siap
memberikan bantuan pada mereka, walaupun
sebenarnya bentuk percintaan itu termasuk yang
diharamkan. Dan hal seperti ini sudah tidak
dipungkiri lagi. Dan hal itu memang sudah diakui
oleh banyak orang.
Selain itu juga, perbuatan dosa ini (zina)
kebanyakan terjadi dengan adanya suka sama
suka dari kedua belah pihak, bukan dengan
pemaksaan, penganiayaan dan lainnya yang
membuat jiwa orang-orang itu geram.
Dalam hal ini, syahwat banyak berpengaruh,
sehinga timbullah perasaan kasihan yang mungkin
akan menghambat ditegakkannya hukuman Allah
Subhanahu wa Ta’ala ini semua timbul dari iman
yang lemah. Kesempurnaan iman itu dicapai
dengan adanya kekuatan yang dengan itu perintah
Allah dapat ditegakkan, juga adanya rahmat
(kasih sayang) terhadap orang yang dijatuhi
hukuman tersebut, sehingga dia bisa sejalan
dengan Allah dalam perintah dan rahmatnya.
Ketiga, Allah memerintahkan agar hukuman
terhadap pelaku zina (baik itu cambuk ataupu
rajam, pent) handaknya dilakukan di hadapan
khalayak orang-orang mu’min, bukan di tempat
yang sepi sehingga tidak ada orang yang dapat
menyaksikannya. Hal ini dilakukan agar hal
tersebut lebih efektif untuk tujuan “zajr”
(membuat jera pelaku dan membuat takut orang
lain melakukannya). Hukuman bagi pezina yang
“muhshan” (sudah berkeluarga) diambil dari
hukuman Allah terhadap kaum Nabi Luth _ yang
dilempar dengan batu. Yang demikaian itu karena
perbuatan zina dan liwath (homoseks yang
dilakukan kaum Nabi Luth _) adalah sama-sama
perbuatan fahisyah (keji dan kotor). Keduanya
dapat menimbulkan kerusakan yang bertentangan
dengan hikmah Allah di dalam penciptaan
perintahnya. Kerusakan dan bahaya yang
ditimbulkan oleh prektek liwath (homosex) itu
sungguh sulit untuk dihitung. Orang yang menjadi
korban perbuatan tersebut lebih pantas dan lebih
baik dibunuh saja; sebab dia itu mengalami
kerusakan yang tidak bisa diharapkan untuk baik
kembali selamanya. Semua kebaikannya sudah
hilang. Bumi sudah menyerap habis rasa malu dari
mukanya, sehingga dia tidak akan malu lagi
kepada Allah, juga kepada makhlukNya. Hati dan
jiwa orang tersebut sudah dipengaruhi oleh
sperma pelaku liwath seperti berpengaruhnya
racun dalam tubuh seseorang.
Adaperbedaan pendapat diantara sebagian orang;
apakah orang yang menjadi pelaku liwath itu bisa
masuk surga atau tidak? Dalam hal ini ada dua
pendapat. Aku mendengar Syaikhul islam, Ibnu
Taimiyah pernah mengungkapkan dua pendapat
ini. Mereka yang mengatakan tidak akan masuk
sorga memberikan hujjah dengan beberapa hal :
Diantaranya, bahwa Nabi Shallallahu ‘alayhi wa
Sallam bersabda :
“Tidak masuk surga anak seorang pezina”.( HR.
Bukhori dalam At tarikh ash shoghir ( 124 ), dan
dihukumi hasan ).
Bila nasib dan kondisi anak hasil zina sudah
demikian, padahal dia tidak mempunyai dosa apaapa
, hanya saja dia dicurigai sebagai tempat
berbagai kejelekan dan kotoran, serta dia pantas
untuk tidak mendatangkan kabaikan apapun
selamanya, disebabkan karena dia tercipta dari
nuthfah (sperma) yang kotor; bila tubuh yang
tumbuh menjadi besar dengan barang yang haram
saja sangat pantas untuk masuk neraka, maka
bagaimana lagi dengan tubuh yang memang
tercipta dari sperna yang haram?
Mereka mengatakan : orang yang menjadi pelaku
liwath itu lebih jelek dari anak hasil zina, lebih
hina dan lebih kotor pula. Dia itu memang pantas
untuk tidak mendapat taufik kebaikan. Dia juga
pantas dihalangi utnuk mendapatkan taufik
tersebut. Dan setiap kali dia melakukan amal yang
baik, maka Allah akan menggandengkannya
dengan amalan lain yang dapat merusaknya,
sebagai hukuman baginya. Dan memang jarang
kita dapati bahwa orang yang sudah seperti itu di
masa kecilnya, kecuali dia akan lebih parah di
masa tuanya. Dia tidak berhasil mendapatkan ilmu
yang bermanfaat, amal yang shalih dan taubat
yang nasuha.
Namun setelah diteliti, yang lebih pas untuk
dikatakan dalam masalah ini, yaitu bahwa bila
orang tersebut bertaubat dan kembali kepada
Allah, kemudian mendapatkan karunia taubat
yang nasuha serta amal yang shalih, lalu
kondisinya di masa tua lebih baik dari kondisi di
masa kecilnya, lalu merubah perbuatan-parbuatan
jeleknya dengan berbagai macam kebaikan serta
mencuci aibnya dengan beragam ketaatan dan
pendekatan diri kepada Allah, juga menjaga
pandangan matanya, menjaga kemaluannya dari
yang haram dan benar-banar jujur kepada Allah
dalam mu’amalah-nya, maka orang yang
semacam ini akan mendapat ampunan dan dia
akan termasuk ahli surga. Bila taubat itu –kita
ketahui- dapat menghapus segala macam dosa,
sampai dosa syirik kepada Allah, membantai para
Nabi dan para waliNya, atau sihir, kufur dan lain
semacamnya, maka kita tidak boleh membatasi
penghapusan terhadap dosa yang satu ini,
padahal, dengan keadilan dan karunia Yang Maha
Kuasa, hikmah Allah menetapkan bahwa :
“Orang yang bertaubat dari dosanya sama seperti
orang yang tidak berdosa” ( HR. Ibnu Majah ).
Dan Allah sendiri telah memberikan jaminan
bahwa baragsiapa yang bertaubat dari perbuatan
syirik, pembunuhan jiwa dan zina, Allah akan
mengganti perbuatan-perbuatan jeleknya dengan
kebaikan-kebaikan, dan ini adalah ketentuan
hukum yang umum mencakup setiap orang yang
bertaubat dari berbagai macam dosa.
Allah berfirman :
“Katakanlah : Wahai hamba-hambaKu yang aniaya
terhadap diri mereka, janganlah kalian putus asa
akan rahmat Allah, sesungguhnya Allah akan
mengampuni seluruh dosa, sesungguhnya Dia
Maha Pemgampun dn Maha Pengasih.” (Az-Zumar
: 53)
dan tidak akan keluar dari keumuman ayat ini
satu macam dosa pun. Namun hal ini hanya
khusus bagi mereka yang bertaubat.
Bila ternyata orang yang menjadi pelaku liwath itu
di masa tuanya lebih jelek dari masa kecilnya,
tidak mendapatkan karunia taubat nasuha dan
amal shalih, tidak segera mengganti ketaatan
yang dia tinggalkan dan tidak pula mau
menghidupkan apa yang sudah ia matikan, juga
tidak mengubah perbuatan-perbuatan jeleknya
dengan kebaikan, maka orang semacam ini sulit
untuk mendapatkan husnul khatimah yang dapat
memasukkannya ke dalam surga di saat akan
meninggal kelak. Hal itu sebagai hukuman atas
perbuatan yang jelek dengan kejelekan lainnya,
sehingga bertumpuklah hukuman perbuatan jelek
yang akan diterimanya, sebagaimana Allah juga
memberikan ganjaran bagi sebuah perbuatan baik
dengan perbuatan baik lainnya.
Sumber : Jangan Dekati Zina karya Al Imam Ibnul Qoyyim Al Jauziyah, penerjemah tim Darul Haq Jakarta