BAB VI :: Penyebutan sejajar antara zina, Kufur Dan Membunuh Jiwa


Dalam hadits di atas Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam menyebut hal yang paling banyak terjadi secara berurutan. perbuatan zina itu lebih sering terjadi dibanding dengan pembunuhan, dan pembunuhan lebih sering terjadi dibanding dengan riddah (keluar dari agama Islam). Dan kerusakan yang ditimbulkan oleh zina sungguh bertolak belakang dengan kemaslahatan dalam kehidupan.Sebab, bila seorang wanita telah melakuka zina berarti ia telah membuat aib keluarga, suami dan

kerabatnya serta mencoreng wajah mereka di hadapan orang banyak. Bila dia sampai hamil kemudian membunuh anaknya, berarti dia telah menggabungkan perbuatan zina dengan pembunuhan, dan jika setelah hamil ia tetap dengan suaminya, berarti dia telah memasukkan pada keluarga si suami dan keluarga si wanita sendiri orang lain yang bukan bagian dari keluarga. Dan masih banyak lagi kerusakankerusakan

lain yang ditimbulkan oleh zina. Jika yang berzina itu adalah seorang pria, maka hal ini –selain hal yang di atas- juga akan menyebabkan

simpang siurnya hubungan nasab, kemudian merusak kehormatan wanita yang terjaga dan menjadikannya hancur.

Jadi, di belakang perbuatan keji ini (zina) terdapat

kerusakan dunia dan agama sekaligus. Sungguh

betapa banyak pelanggaran terhadap laranganlarangan

(pelecehan terhadap kehormatan),

penyia-nyiaan hak orang dan penganiayan yang

ada di balik perbuatan zina.

Diantara dampak yang ditimbulkan oleh zina

adalah bahwa zina dapat mendatangkan kefakiran,

memperpendek umur dan membuat wajah

pelakunya suram serta mendatangkan kebencian

orang.

Termasuk di antara dampaknya pula, bahwa zina

itu dapat menghancurkan hati, membuatnya sakit

kalau tidak sampai mematikannya, juga

mendatangkan perasaan gundah gelisah dan

takut, serta menjauhkan pelakunya dari malaikat

dan mendekatkannya kepada setan. Tak ada

bahaya –setelah bahaya perbuatan membunuhyang

lebih besar dari bahaya zina. Oleh

karenanya, untuk menghukum pelaku zina ini

Allah mensyariatkan hukuman bunuh (rajam)

dengan cara yang mengerikan. Bila ada seseorang

yang mendengar kabar bahwa isterinya dibunuh

orang, tentu kabarnya lebih ringan dibanding dia

mendengar bahwa isterinya berzina.

Sa’ad bin Ubadah Radhiyallahu ‘anhu berkata :

“Sekiranya aku melihat seorang pria berzina

dengan isteriku, tentu aku akan memenggal

lehernya dengan pedang tanpa pikir panjang lagi.”

Maka sampai perkataan ini kepada Rasulullah

Shallallahu ‘alayhi wa Sallam, lalu beliau bersabda :

“Apakah kalian heran pada kecemburuan Sa’ad?

Demi Allah, sungguh aku ini lebih cemburu dari

dia, dan Alah lebih cemburu dari aku, dan oleh

karena betapa agungnya kecemburuan Allah,

maka Dia haramkan segala perbuatan keji, baik

yang lahir maupun yang batin.” (muttafaq alaih).

Dalam shahih Al-bukhari dan shahih Muslim, juga

diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alayhi wa

Sallam.

“Sesungguhnya Allah itu cemburu, dan

sesungguhnya seorang mu’min itu juga cemburu.

Dan kecemburuan Allah itu akan timbul bila

seorang hamba malakukan apa yang diharamkan

kepadanya.”. ( HR. Bukhori dan muslim ).

Dalam hadis Al-Bukhari dan musllim, juga

diriwayatkan dari Nabi Shallallahu ‘alayhi wa

Sallam :

“Tak ada seorangpun yang lebih pencemburu dari

Allah, oleh karena itu Allah mengharamkan

perbuatan-perbuatan keji, yang lahir maupun

yang batin. Tak ada satupun yang lebih senang

mengajukan alasan dari Allah, oleh karena itu Dia

mengutus para Rasul untuk memberikan kabar

gembira dan peringatan. Tak ada satupun yang

lebih senang dipuji melebihi Allah, oleh karena itu

Dia memuji diriNya sendiri.” ( HR. Bukhori dan

Muslim ).

Juga dalam kitab Ash-shahihain, diriwayatkan

khutbah Nabi Shallallahu ‘alayhi wa Sallam di saat

shalat gerhana matahari, beliau bersabda :

“Hai ummat Muhammad, demi Allah, tak ada

satupun yang lebih pencemburu dari Allah ketika

ada sorang hambaNya yang laki-laki atau

perempuan berbuat zina. Hai ummat Muhammad,

demi Allah, sekiranya kalian mengetahui seperti

apa yang aku ketahui, tentu kalian aka sedikit

tertawa dan banyak menangis.” Kemudian beliau

mengangkat kedua tangannya seraya berkata :

“Ya Allah, adakah aku sudah sampaikan?”( HR.

Bukhori dan Muslim).

Disebutkannya perbuatan dosa besar ini secara

khusus setelah shalat gerhana matahari

mengandung isyarat rahasia yang menakjubkan;

dan semaraknya fenomena zina ini merupakan

rusaknya alam ini, dan itu semua adalah salah

satu tanda kiamat; seperti yang disebutkan dalam

As-Shahihain, dari Anas bin Malik bahwa dia

berkata : aku akan menceritakan pada kalian

sebuah hadits yang tidak akan ada orang yang

akan menceritakannya pada kalian setelah aku.

Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alayhi wa

Sallam bersabda :

“Di antara tanda-tanda kiamat bila ilmu (syar’i)

menjadi sedikit (kurang), dan kebodohan menjadi

tampak serta zina juga menyebar (di manamana),

pria jumlahnya sedikit dan kaum wannita

jumlahnya banyak sehingga untuklimapuluh

wanita (perbandingannya satu orang pria.”( HR.

Bukhori dan Muslim ).

Salah satu sunnatullah yang diberlakukan pada

makhluknya, yaitu ketika zina mulai tampak di

mana-mana, Allah akan murka dan kemurkaannya

sangat keras, maka secara pasti kemurkaan itu

akan berdampak pada bumi ini dalam bentuk azab

dan musibah yang diturunkan.

Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu ‘anhu berkata :

“Tidaklah merajalela riba dan zina di sebuah

daerah, melainkan Allah memaklumkan untuk

dihancurkan.”

Seorang pendeta bani Israil pernah melihat

anaknya sedang merayu seorang perempuan, lalu

dia berkata : “Sebentar, wahai anakku!” kemudian

sang ayah itu pingsan di atas tempat tidurnya lalu

meninggal, sementara isterinya jatuh dan

dikatakan kepadanya : “Beginilah cara engkau

marah untukku? Sungguh, orang sejenis kamu itu

tidak mengandung kebaikan selamanya.”

Pengkhususan Hukuman Zina Dengan Tiga

Hal

 

Allah Subhanahu wa Ta’ala mengkhususkan

hukuman bagi perbuatan zina dibandingkan

dengan hukuman-hukuman lainnya dengan tiga

hal :

Pertama, hukuman zina adalah dibunuh (dirajam)

dengan cara yang mengerikan. Dalam hukuman

zina yang ringan saja, Allah menggabungkan

antara hukuman terhadap fisik dengan cambuk

dan hukuman terhadap hati/mentalnya dengan

cara diasingkan dari negerinya selama satu tahun.

Kedua, Allah melarang hamba-hambanya untuk

merasa kasihan kepada para pelaku zina sehingga

mencegah mereka untuk memberlakukan

hukuman kepada para hukuma kepada para

pezina itu. Sebab, Allah mansyari’atkan hukuman

tersebut didasarkan pada kasih sayang dan

rahmatnya pada mereka. Allah itu sangat sayang

kepada kalian, namun kasih sayang tersebut

tidaklah mencegah Allah untuk memerintahkan

berlakunya hukuman ini. Oleh karenanya

janganlah kasih sayang yang ada di hati kalian itu

mencegah kalian untuk melaksanakan perintah

Allah.

Hal ini –walaupun sbenarnya juga berlaku pada

seluruh macam hukuman (hudud) yang

disyari’atkan- namun disebutkan dalam hukuman

zina suatu kekhususan, karena memang sangat

penting untuk disebutkan di sini, sebab

kebanyakan orang tidak mempunyai rasa marah

dan sikap kasar terhadap pezina seperti sikap

mereka pada pencuri, atau orang yang menuduh

berbuat zina atau pemabuk. Hati mereka

cenderung lebih kasihan pada pezina ketimbang

para pelaku dosa lainnya. Dan realita

membuktikan hal itu. Oleh karena itu Allah

melarang mereka, jangan sampai rasa kasihan

mereka itu membuat tidak diberlakukannya

hukuman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Mengapa rasa kasihan pada mereka itu timbul?

Penyebabnya yaitu karena perbuatan zina ini bisa

terjadi pada orang golongan atas, menengah dan

bawah. Kemudian, dalam jiwa manusia itu

terdapat dorongan yang kuat untuk melakukannya

(melampiaskan libido, pent) dan orang yang

melakukannya juga berjumlah banyak. Dan yang

paling banyak menjadi penyebabnya ialah cinta;

sementra hati manusia itu secara tabi’at punya

perasaan kasih pada orang yang sedang jatuh

cinta, bahkan banyak diantara mereka yang siap

memberikan bantuan pada mereka, walaupun

sebenarnya bentuk percintaan itu termasuk yang

diharamkan. Dan hal seperti ini sudah tidak

dipungkiri lagi. Dan hal itu memang sudah diakui

oleh banyak orang.

Selain itu juga, perbuatan dosa ini (zina)

kebanyakan terjadi dengan adanya suka sama

suka dari kedua belah pihak, bukan dengan

pemaksaan, penganiayaan dan lainnya yang

membuat jiwa orang-orang itu geram.

Dalam hal ini, syahwat banyak berpengaruh,

sehinga timbullah perasaan kasihan yang mungkin

akan menghambat ditegakkannya hukuman Allah

Subhanahu wa Ta’ala ini semua timbul dari iman

yang lemah. Kesempurnaan iman itu dicapai

dengan adanya kekuatan yang dengan itu perintah

Allah dapat ditegakkan, juga adanya rahmat

(kasih sayang) terhadap orang yang dijatuhi

hukuman tersebut, sehingga dia bisa sejalan

dengan Allah dalam perintah dan rahmatnya.

Ketiga, Allah memerintahkan agar hukuman

terhadap pelaku zina (baik itu cambuk ataupu

rajam, pent) handaknya dilakukan di hadapan

khalayak orang-orang mu’min, bukan di tempat

yang sepi sehingga tidak ada orang yang dapat

menyaksikannya. Hal ini dilakukan agar hal

tersebut lebih efektif untuk tujuan “zajr”

(membuat jera pelaku dan membuat takut orang

lain melakukannya). Hukuman bagi pezina yang

“muhshan” (sudah berkeluarga) diambil dari

hukuman Allah terhadap kaum Nabi Luth _ yang

dilempar dengan batu. Yang demikaian itu karena

perbuatan zina dan liwath (homoseks yang

dilakukan kaum Nabi Luth _) adalah sama-sama

perbuatan fahisyah (keji dan kotor). Keduanya

dapat menimbulkan kerusakan yang bertentangan

dengan hikmah Allah di dalam penciptaan

perintahnya. Kerusakan dan bahaya yang

ditimbulkan oleh prektek liwath (homosex) itu

sungguh sulit untuk dihitung. Orang yang menjadi

korban perbuatan tersebut lebih pantas dan lebih

baik dibunuh saja; sebab dia itu mengalami

kerusakan yang tidak bisa diharapkan untuk baik

kembali selamanya. Semua kebaikannya sudah

hilang. Bumi sudah menyerap habis rasa malu dari

mukanya, sehingga dia tidak akan malu lagi

kepada Allah, juga kepada makhlukNya. Hati dan

jiwa orang tersebut sudah dipengaruhi oleh

sperma pelaku liwath seperti berpengaruhnya

racun dalam tubuh seseorang.

Adaperbedaan pendapat diantara sebagian orang;

apakah orang yang menjadi pelaku liwath itu bisa

masuk surga atau tidak? Dalam hal ini ada dua

pendapat. Aku mendengar Syaikhul islam, Ibnu

Taimiyah pernah mengungkapkan dua pendapat

ini. Mereka yang mengatakan tidak akan masuk

sorga memberikan hujjah dengan beberapa hal :

Diantaranya, bahwa Nabi Shallallahu ‘alayhi wa

Sallam bersabda :

“Tidak masuk surga anak seorang pezina”.( HR.

Bukhori dalam At tarikh ash shoghir ( 124 ), dan

dihukumi hasan ).

Bila nasib dan kondisi anak hasil zina sudah

demikian, padahal dia tidak mempunyai dosa apaapa

, hanya saja dia dicurigai sebagai tempat

berbagai kejelekan dan kotoran, serta dia pantas

untuk tidak mendatangkan kabaikan apapun

selamanya, disebabkan karena dia tercipta dari

nuthfah (sperma) yang kotor; bila tubuh yang

tumbuh menjadi besar dengan barang yang haram

saja sangat pantas untuk masuk neraka, maka

bagaimana lagi dengan tubuh yang memang

tercipta dari sperna yang haram?

Mereka mengatakan : orang yang menjadi pelaku

liwath itu lebih jelek dari anak hasil zina, lebih

hina dan lebih kotor pula. Dia itu memang pantas

untuk tidak mendapat taufik kebaikan. Dia juga

pantas dihalangi utnuk mendapatkan taufik

tersebut. Dan setiap kali dia melakukan amal yang

baik, maka Allah akan menggandengkannya

dengan amalan lain yang dapat merusaknya,

sebagai hukuman baginya. Dan memang jarang

kita dapati bahwa orang yang sudah seperti itu di

masa kecilnya, kecuali dia akan lebih parah di

masa tuanya. Dia tidak berhasil mendapatkan ilmu

yang bermanfaat, amal yang shalih dan taubat

yang nasuha.

Namun setelah diteliti, yang lebih pas untuk

dikatakan dalam masalah ini, yaitu bahwa bila

orang tersebut bertaubat dan kembali kepada

Allah, kemudian mendapatkan karunia taubat

yang nasuha serta amal yang shalih, lalu

kondisinya di masa tua lebih baik dari kondisi di

masa kecilnya, lalu merubah perbuatan-parbuatan

jeleknya dengan berbagai macam kebaikan serta

mencuci aibnya dengan beragam ketaatan dan

pendekatan diri kepada Allah, juga menjaga

pandangan matanya, menjaga kemaluannya dari

yang haram dan benar-banar jujur kepada Allah

dalam mu’amalah-nya, maka orang yang

semacam ini akan mendapat ampunan dan dia

akan termasuk ahli surga. Bila taubat itu –kita

ketahui- dapat menghapus segala macam dosa,

sampai dosa syirik kepada Allah, membantai para

Nabi dan para waliNya, atau sihir, kufur dan lain

semacamnya, maka kita tidak boleh membatasi

penghapusan terhadap dosa yang satu ini,

padahal, dengan keadilan dan karunia Yang Maha

Kuasa, hikmah Allah menetapkan bahwa :

“Orang yang bertaubat dari dosanya sama seperti

orang yang tidak berdosa” ( HR. Ibnu Majah ).

Dan Allah sendiri telah memberikan jaminan

bahwa baragsiapa yang bertaubat dari perbuatan

syirik, pembunuhan jiwa dan zina, Allah akan

mengganti perbuatan-perbuatan jeleknya dengan

kebaikan-kebaikan, dan ini adalah ketentuan

hukum yang umum mencakup setiap orang yang

bertaubat dari berbagai macam dosa.

Allah berfirman :

“Katakanlah : Wahai hamba-hambaKu yang aniaya

terhadap diri mereka, janganlah kalian putus asa

akan rahmat Allah, sesungguhnya Allah akan

mengampuni seluruh dosa, sesungguhnya Dia

Maha Pemgampun dn Maha Pengasih.” (Az-Zumar

: 53)

dan tidak akan keluar dari keumuman ayat ini

satu macam dosa pun. Namun hal ini hanya

khusus bagi mereka yang bertaubat.

Bila ternyata orang yang menjadi pelaku liwath itu

di masa tuanya lebih jelek dari masa kecilnya,

tidak mendapatkan karunia taubat nasuha dan

amal shalih, tidak segera mengganti ketaatan

yang dia tinggalkan dan tidak pula mau

menghidupkan apa yang sudah ia matikan, juga

tidak mengubah perbuatan-perbuatan jeleknya

dengan kebaikan, maka orang semacam ini sulit

untuk mendapatkan husnul khatimah yang dapat

memasukkannya ke dalam surga di saat akan

meninggal kelak. Hal itu sebagai hukuman atas

perbuatan yang jelek dengan kejelekan lainnya,

sehingga bertumpuklah hukuman perbuatan jelek

yang akan diterimanya, sebagaimana Allah juga

memberikan ganjaran bagi sebuah perbuatan baik

dengan perbuatan baik lainnya.

 

Sumber : Jangan Dekati Zina karya Al Imam Ibnul Qoyyim Al Jauziyah, penerjemah tim Darul Haq Jakarta

 

 

Tinggalkan komentar