AHLUS SUNNAH MELARANG MEMAKAI GELANG, KALUNG ATAU BENANG DAN SEJENISNYA UNTUK MENGUSIR ATAU MENANGKAL BAHAYA

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

Ahlus Sunnah wal Jama’ah meyakini bahwa manfaat dan mudharat itu ada di tangan Allah. Hanya Allah sajalah yang sanggup mendatangkan manfaat atau menolak bahaya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

قُلْ أَفَرَأَيْتُم مَّا تَدْعُونَ مِن دُونِ اللَّهِ إِنْ أَرَادَنِيَ اللَّهُ بِضُرٍّ هَلْ هُنَّ كَاشِفَاتُ ضُرِّهِ

“Katakanlah: ‘Maka terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudharatan kepadaku, apakah berhala-berhalamu itu dapat menghilangkan kemudharatan itu.’” [Az-Zumar: 38]

Juga firman-Nya:

وَإِن يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ ۖ وَإِن يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلَا رَادَّ لِفَضْلِهِ ۚ يُصِيبُ بِهِ مَن يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ ۚ وَهُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

“Jika Allah menimpakan suatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurnia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [Yunus: 107]

Memakai benda apa saja, dengan keyakinan bahwa ia adalah subjek atau faktor yang berpengaruh dalam mendatangkan manfaat atau menolak mudharat (bahaya) adalah termasuk melakukan syirik besar. Jika ia percaya bahwa benda itu hanya menyertai datangnya manfaat atau mudharat, maka ia termasuk melakukan syirik kecil. Seorang muslim tidak boleh menggantungkan hatinya kepada selain Allah dalam mendatangkan manfaat atau me-nolak mudharat. Seorang mukmin wajib bertawakkal hanya kepada Allah saja.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَعَلَى اللَّهِ فَلْيَتَوَكَّلِ الْمُؤْمِنُونَ

“Dan hanya kepada Allah saja hendaklah orang-orang Mukmin bertawakkal.” [Ibrahim: 11]

Membuka pintu kepercayaan kepada benda-benda tertentu akan menghilangkan rasa aman dari hati kaum Mukminin. Rasa tidak aman itu selanjutnya merusak hubungannya dengan alam, karena ia senantiasa takut dan was-was terhadap berbagai benda alam yang telah diciptakan Allah dengan taqdir-Nya. Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman dalam Al-Qur-an:

الَّذِينَ آمَنُوا وَلَمْ يَلْبِسُوا إِيمَانَهُم بِظُلْمٍ أُولَٰئِكَ لَهُمُ الْأَمْنُ وَهُم مُّهْتَدُونَ

“Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezhaliman (syirik), mereka itulah orang-orang yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk.” [Al-An’aam: 82]

Ketergantungan hati seorang hamba terhadap benda-benda alam tertentu akan melemahkan pemahamannya, mengurangi ketajaman mata hatinya dan menjadikan hatinya sebagai sarang khurafat yang akan melumpuhkannya dan membuatnya menyerah terhadap kepercayaan yang merusak kehidupannya.

Abu Hatim rahimahullah meriwayatkan dari Hudzaifah Radhiyallahu anhu bahwa ia melihat seorang laki-laki yang mengenakan sebuah benang di tangannya untuk menyembuhkan demam, lalu beliau memutus benang tersebut sambil membaca firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:

وَمَا يُؤْمِنُ أَكْثَرُهُم بِاللَّهِ إِلَّا وَهُم مُّشْرِكُونَ

“Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sesembahan yang lain ).” [Yusuf: 106]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ تَعَلَّقَ تَمِيْمَةً فَلاَ أَتَمَّ اللهُ لَهُ وَمَنْ تَعَلَّقَ وَدَعَةً فَلاَ وَدَعَ اللهُ لَهُ.

“Barangsiapa yang menggantungkan tamimah, semoga Allah tidak mengabulkan keinginannya, dan barangsiapa yang menggantungkan wada’ah, semoga Allah tidak akan membuatnya tenang.” [1]

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

مَنْ تَعَلَّقَ شَيْئاً وُكِلَ إِلَيْهِ.

“Barangsiapa yang menggantungkan suatu barang di lehernya (dengan anggapan bahwa barang itu bermanfaat atau dapat melindungi dirinya), niscaya dia akan dibiarkan bergantung kepadanya.” [2]

Wada’ah [3] adalah batu yang diambil dari laut kemudian digantung untuk menangkal pandangan mata yang dengki atau jahat. Mereka beranggapan, jika seseorang menggantungkan batu dari laut tersebut di lehernya, maka ia tidak akan terkena akibat dari pandangan mata yang jahat atau tidak akan dirasuki jin. [4]

Dengan demikian, jelaslah bahwa perbuatan ini termasuk syirik. Maka tidak boleh kita menggunakan jimat. Sesungguhnya jimat tidak dapat menolak dan menghilangkan apa yang sudah Allah taqdirkan. Jimat membuat orang menjadi lemah dan tidak berdaya, karena ia bersandar dan bergantung kepadanya yang tidak bisa memberi manfaat dan tidak dapat menolak bahaya. Pada hakekatnya yang memberikan manfaat dan menolak bahaya hanya Allah Subhanahu wa Ta’ala saja. Lihat Al-An’aam: 17. [5]

[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Po Box 7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga 1427H/Juni 2006M]
_______
Footnote
[1]. HR. Ahmad (IV/154), al-Hakim (IV/216), dishahihkan oleh al-Hakim dan di-setujui oleh Imam adz-Dzahabi. Al-Haitsami dalam Majma’-uz Zawaa-id (V/103) mengatakan: “Rawi-rawinya tsiqah.” Dalam tahqiq Musnad Imam Ahmad: Al-Mausuu’ah al-Hadiitsiyyah Musnad al-Imam Ahmad bin Hanbal (XXVIII/623, no. 17404) dinyatakan hasan.
[2]. HR. Ahmad (IV/310-311), at-Tirmidzi (no. 2072) dan al-Hakim (IV/216). Ha-dits ini hasan. Lihat Shahiih Sunan at-Tirmidzi (no. 1691).
[3]. Atau semacam akar (gelang) bahar atau rumah kerang.
[4]. Lihat al-Qaulul Mufiid ‘alaa Kitaabit Tauhiid (I/171) oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin.
[5]. Lihat Fat-hul Majiid Syarah Kitaabit Tauhiid (bab VI: Minasy Syirki Lubsul Halaqah wal Khaith wa Nahwihimaa li Raf-il Balaa’ au Daf’ihi) dan al-Madkhal li Diraasatil ‘Aqiidah al-Islaamiyyah ‘alaa Madzhab Ahlis Sunnah wal Jamaa’ah (hal. 153).

Tinggalkan komentar