KHUBAIB BIN ADI RADHIYALLAHU ANHU, TAK GENTAR MENGHADAPI EKSEKUSI MATI

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengutus sepuluh orang sahabat sebagai mata-mata.[1] Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallammengangkat ‘Âshim bin Tsâbit Radhiyallahu anhu sebagai pemimpin ekspedisi ini. Ketika telah berada di daerah Hadah, yang terletak antara ‘Ashafân dan Makkah, berita kedatangan mereka tercium orang-orang kafir dari Bani Lihyân. Sejurus kemudian Bani Lihyân pun melakukan pengejaran terhadap pasukan mata-mata ini. Bani Lihyân mengerahkan kurang lebih seratus orang pemanah. Pengejaran mereka sampailah ke tempat yang disinggahi para sahabat, dan mereka menemukan biji korma.

“Ini kurma dari Yatsrib (Madinah),” seru mereka, dan mereka pun segera melakukan penelusuran mengikuti jejak-jejak tersebut, hingga akhirnya berhasil menyusul rombongan para sahabat Rasulullah.[2]

Begitu menyadari kedatangan musuh, maka ‘Ashim bin Tsâbit Radhiyallahu anhu, sang komandan, dan para sahabat lainnya berlindung di dataran tinggi. Musuh berhasil mengepung mereka dan berseru: “Turunlah kalian dan menyerahlah! Kami menjamin dan berjanji tidak akan membunuh seorang pun dari kalian”.

Seruan itu dijawab oleh ‘Âshim bin Tsâbit: “Wahai kalian, aku tidak sudi berada dalam jaminan orang kafir,” lantas ia memanjatkan doa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala : “Ya Allah, beritahukan nasib kami ini kepada Nabi-Mu”.

Karena keengganan para sahabat untuk menyerah, maka orang-orang Bani Lihyân itu lantas menghujani para sahabat dengan anak panah, sehingga sebagian para sahabat ada yang gugur, dan demikian pula ‘Âshim. Tinggal tersisa tiga orang sahabat yang akhirnya tertawan. Salah satu dari sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang berhasil mereka tangkap dalam keadaan hidup ialah Khubaib. Dia merupakan salah satu dari tiga orang yang berhasil mereka tangkap hidup-hidup. Khubaib dibeli oleh anak-anak al-Hârits bin ‘Âmir bin Naufal. Lelaki ini tewas di tangan Khubaib di perang Badr. Selanjutnya, Khubaib melewati hari-harinya bersama mereka sebagai tawanan. Dan akhirnya Bani Lihyân bersepakat untuk membunuhnya.

KEAJAIBAN KHUBAIB RADHIYALLAHU ANHU SAAT TERTAWAN
Suatu hari Khubaib meminjam sebuah pisau dari salah seorang putri al-Hârits untuk membersihkan diri. Pisau pun dipinjamkan. Namun, tiba-tiba ada bocah kecil, putra wanita tadi mendekat ke arah Khubaib, karena si ibu lalai. Si ibu melihat Khubaib memangku putranya, sementara pisau berada di tangannya. Serta merta wanita itu sangat ketakutan. Khubaib mengetahui tanda-tanda tersebut, dan lantas menenangkannya, seraya berkata: “Apakah engkau khawatir jika aku sampai membunuhnya? Sungguh, aku tidak akan melakukannya”.

Perempuan itu pun berkata: “Demi Allah, aku belum pernah melihat ada seorang tawanan yang lebih baik daripada Khubaib. Demi Allah, aku juga pernah menyaksikan ia makan setangkai buah anggur yang berada di tangannya, padahal ia dalam keadaan terbelenggu. Dan ketika itu, di Makkah belum datang musim anggur. Itulah sebuah rizki yang diberikan Allah kepada Khubaib.”

KETEGARAN KHUBAIB BIN ‘ADI RADHIYALLAHU ANHU MENANTI EKSEKUSI
Pada hari yang ditetapkan untuk mengeksekusi sahabat yang mulia ini, anak-anak al-Harits membawanya keluar dari wilayah tanah haram Makkah. Mereka ingin melakukan pembunuhan di luar tanah haram. Menjelang eksekusi, Khubaib mengajukan permohonan kepada mereka: “Berilah aku waktu sebentar saja untuk melakukan shalat dua raka’at”.

Mereka pun mengiyakan dan membiarkannya mengerjakan shalat dua rakaat. Usai shalat, Khubaib berkata: “Sungguh, seandainya kalian tidak menganggap aku takut (menghadapi kematian), tentu aku akan menambah jumlah rakaat shalatku. Ya Allah, hitunglah jumlah mereka, binasakanlah mereka satu-persatu, jangan biarkan satu pun di antara mereka hidup,” kemudian Khubaib melantunkan bait-bait syair yang mencerminkan kekuatan imannya:

فَلَسْتُ أُبَالِي حِينَ أُقْتَلُ مُسْلِمًا عَلَى أَيِّ جَنْبٍ كَانَ لِلَّهِ مَصْرَعِي
وَذَلِكَ فِي ذَاتِ الْإِلَهِ وَإِنْ يَشَأْ يُبَارِكْ عَلَى أَوْصَالِ شِلْوٍ مُمَزَّعِ

Tiada peduli manakala aku terbunuh dalam keadaan muslim
di tempat mana saja nyawaku hilang untuk Allah
Demikian ini bila tindakan karena Dzat Allah, kalau Dia berkehendak
akan memberkahi seluruh anggota tubuh yang terkoyak.

Kemudian Abu Sirwa’ah ‘Uqbah bin al-Haarits mendekat dan membunuhnya. Begitulah Khubaib bin ‘Adi al-Anshaari menemui kematiannya yang indah, terbunuh di jalan Allah Subhanahu wa Ta’ala . Beliau merupakan orang yang kali pertama mencontohkan untuk shalat bagi seorang muslim yang akan terbunuh dalam keadaan tertawan.

Adapun dari dari kisah Khubaib bin ‘Adi al Anshaari ini, dapat dipetik pelajaran, di antara:

1. Tidak membunuh anak-anak musuh.
2. Tingginya keyakinan Khubaib dan ketegarannya dalam membela agama.
3. Allah menguji hamba-Nya dengan apa saja yang Dia kehendaki.
4. Ketetapan adanya karamah bagi para wali Allah.
5. Diperbolehkan melaknat kaum musyrikin secara umum.

Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala mencurahkan semangat pengorbanan yang benar pada kita dalam meninggikan kalimatullah .

(Diadaptasi oleh: Ustadz Abu Ziyaad Agus Santosa zaadahullahu ‘ilman, dari Fat-hul-Baari, 9/51-52, 161-162)

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11//Tahun X/1429H/2008M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
_______
Footnote
[1]. Peristiwa ini dikenal dalam sejarah dengan ghazwah (perang) Rajii’
[2]. Dalam riwayat Abu Mi’syar: Para sahabat singgah di Rajî’. Mereka lantas makan kurma ajwah. Salah satunya jatuh ke tanah. Mereka melakukan perjalanan di malam hari dan menyembunyikan diri di siang hari. Ada seorang wanita dari suku Hudzail, penggembala kambing melihat biji kurma yang berbentuk kecil. Ia terheran-heran dan menyimpulkan: “Ini kurma Yatsrib (bukan dari Makkah)”. Orang-orang dari sukunya ia beritahu: “(Daerah) kalian telah disusupi,” maka orang-orang ramai mengejar para sahabat. Mereka mendapati para sahabat bersembunyi di gunung.

Tinggalkan komentar