Ba’iat Dengan Berbagai Macamnya Tidak Diberikan Kecuali Kepada Khalifah Kaum Muslimin

AL-BAI’AH BAINA AS-SUNNAH WAL AL-BID’AH ‘INDA AL-JAMA’AH AL-ISLAMIYAH
[BAI’AT ANTARA SUNNAH DAN BID’AH]

Oleh
Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid
Bagian Keenam dari Sembilan Tulisan [6/9]

KESIMPULAN PEMBAHASAN DAN BEBERAPA TAMBAHAN
Baiat dengan berbagai macamnya tidak diberikan kecuali kepada khalifah kaum muslimin yang melaksananakan hukum-hukum dan menetapkan hukum had.

Mendengar dan taat tidak ada kecuali bagi orang yang Allah memberikan perintah untuk mentaatinya. Dan yang menjadi fokus pembahasan kita di sini adalah Amirul Mukmin saja! [1]

Disebabkan oleh perbedaan kaum muslimin sekarang ini dalam memahami baiat dan tidak sepakatnya mereka di atas pemahaman yang syar’i dan benar tentang baiat, maka mereka saling bermusuhan, berpecah belah dan bersilang pendapat. Suatu kondisi yang akan menimbulkan penyimpangan di dalam beramal bersama hukum-hukum fikih. Begitu pula anggapan bahwa mereka adalah jama’atul muslimin, dapat menimbulkan kerusakan dan menghukumi kaum muslimin di luar lingkup mereka dengan hukum-hukum yang justru akan menjauhkan mereka dengan risalah yang sesungguhnya, karena celah-celah dakwah kepada Allah telah terkunci.[2] Bukti semua itu (sebagai contoh) bahwa di New York saja terdapat lebih dari empat puluh kelompok yang menyeru kepada Islam, akan tetapi setiap jama’ah menyeru kepada Islam yang berbeda seruan Islamnya dengan yang lain.[3]

Atas dasar itulah, wajib bagi kita untuk benar-benar meyakini bahwa gejala munculnya banyak kelompok di dalam pergerakan Islam tidak mungkin dianggap sebagai gejala yang sehat, karena efeknya bagi perkembangan Islam negatif dan buruk. Sedang akibatnya akan menimbulkan kesulitan di antara para aktifis serta menyibukkan mereka sendiri yaitu ketika menghadapi gugurnya sebagian anggota dakwah dan beban-beban yang lainnya.[4] Maka kenyataan yang dapat disaksikan bahwa keadaan para da’i pada masa sekarang ini adalah hasil dari perpecahan yang tajam dan menyakitkan ini, suatu keadaan yang tidak menyenangkan. Bahkan suatu keadaan yang sangat menyedihkan yang tidak boleh terus berlarut-larut keadaannya. Dan setiap muslim bertanggung jawab untuk mengobati gejala ini, agar kaum muslimin kembali sebagaimana sebelumnya yaitu sebagai umat terbaik yang dikeluarkan bagi mausia dan agar agama ini semuanya hanya untuk Allah.[5]

Tidak hanya dalam satu ayat saja dari kitab Allah Subhanahu wa Ta’ala terdapat perintah untuk bersatu dan bermufakat serta larangan untuk berselisih dan berpecah belah. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Artinya : Dan janganlah kamu menyerupai orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat.” [Ali-Imran : 105]

Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Artinya : Dan ini adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah dia, dan janganlah kamu ikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa” [Al-An’am : 153]

Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Artinya : Dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesunguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar” [Al-Anfal : 46]

Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman.

“Artinya : Kemudian mereka menjadikan agama mereka terpecah belah menjadi beberapa pecahan. Tiap-tipa golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada sisi mereka” [Al-Mukminun : 53]

Masih banyak lagi ayat-ayat lain yang mulia[6], yang menerangkan dengan tegas tentang tidak bolehnya kaum muslimin berpecah belah di dalam agama mereka menjadi kelompok-kelompok dan hizb-hizb yang saling melaknat sebagian atas sebagian yang lain dan saling memerangi sebagian atas sebagian yang lain. Karena sesungguhnya perpecahan ini adalah termasuk perbuatan yang dilarang oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan Allah mencela orang yang mengada-adakannya atau mengikuti ahlinya, serta memberi ancaman bagi pelakunya dengan siksa yang pedih…. [7]

[Disalin dari kitab Al-Bai’ah baina as-Sunnah wa al-bid’ah ‘inda al-Jama’ah al-Islamiyah, edisi Indonesia Bai’at antara Sunnah dan Bid’ah oleh Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid, terbitan Yayasan Al-Madinah, penerjemah Arif Mufid MF.]
_________
Foote Note.
[1]. Didalamnya terdapat isyarat untuk taat kepada kedua orang tua, ulama dan lain sebagainya. Dan bukan disini pembahasannya.
[2]. Fiqh al-Da’wah al-Islamiyyah, hal.22 Muhammad al-Ghozali
[3]. Al-Syura fi Dzili Nidzom al-Hukmu al-Islami, hal.33 Abdurrahman Abdul Khaliq
[4]. Al-Mustaqitun fi Thariq al-Da’wah, hal.126 Fathi Yakan. Di dalamnya banyak sekali kesalahan, terutama judulnya
[5]. Manhaj al-Anbiya fi al-Dakwah Ilallah (I/128) Muhammad Surur Zaenal Abidin
[6]. Lihat al-Dustur al-Qur’ani wa al-Sunnah al-Nabwiyyah fi syu’uni al-Hayah (2/26, 314), Muhammad Izzah Druzah
[7]. Fatwa nomor 1674, Lajnah Ad-Da’imah li al-Buhuts al-Ilmiyya wa al-ifta, dengan ketua al-Syaikh Abdul Aziz bin Abdillah bin Baz. Di dalamnya terdapat pembahasan tentang haramnya berpecah belah dan hizbiyyah.

Tinggalkan komentar