AHLUS SUNNAH MELAKSANAKAN IBADAH BERSAMA ULIL AMRI

Oleh
Al-Ustadz Yazid bin Abdul Qadir Jawas

Ahlus Sunnah juga melaksanakan haji, menegakkan jihad, melaksanakan shalat Jum’at dan dua hari raya bersama ulil amri, baik (ulil amri) itu orang yang baik ataupun jahat, serta Ahlus Sunnah selalu menjaga shalat lima waktu dengan berjama’ah.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنكُمْ ۖ فَإِن تَنَازَعْتُمْ فِي شَيْءٍ فَرُدُّوهُ إِلَى اللَّهِ وَالرَّسُولِ إِن كُنتُمْ تُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ ۚ ذَٰلِكَ خَيْرٌ وَأَحْسَنُ تَأْوِيلًا

“Hai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan taatilah Rasul-Nya, dan ulil
amri di antaramu, kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah kepada Allah (Al-Qur-an) dan Rasul-Nya (Sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari Kemudian. Yang demikian itu adalah lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” [An-Nisaa’: 59]

Ahlus Sunnah berbeda dengan Ahlul Bid’ah. Ahlus Sunnah menegakkan ibadah bersama ulil amri, meskipun mereka orang-orang fasiq. Dari zaman Sahabat Radhiyallahu anhum -dan seterusnya-, ulil amri senantiasa memimpin ibadah, baik ibadah shalat, puasa, haji dan yang lainnya. Ahlus Sunnah berbeda dengan firqah Khawarij yang mengkafirkan penguasa fasiq (zhalim). Kita diperintahkan untuk taat kepada ulil amri meskipun fasiq, selama kefasikannya tidak membawa dirinya kepada kekafiran yang jelas. Ahlus Sunnah juga berbeda dengan Syi’ah yang mengatakan tidak ada haji dan jihad bersama ulil amri, karena imam (sebagai ulil amri) yang ditunggu belum datang. Ahlus Sunnah melaksanakan ibadah bersama ulil amri, karena menyalahi ulil amri adalah maksiyat kepada Allah dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, juga akan membawa kepada fitnah (kekacauan) yang lebih besar. Adapun yang berkaitan dengan kejahatan, kezhaliman, dan kefasikan ulil amri, maka mereka harus dinasihati dengan cara yang baik. [1]

Ahlus Sunnah wal Jama’ah selalu menjaga shalat wajib yang lima waktu dengan berjama’ah, sebagaimana yang diperintahkan Allah di dalam Al-Qur-an:

وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ

“Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’.” [Al-Baqarah: 43]

Ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’, artinya shalatlah dengan berjama’ah.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para Sahabatnya Radhiyallahu anhum senantiasa mengerjakan shalat lima waktu secara berjama’ah di masjid. Hukum shalat berjama’ah di masjid adalah fardhu ‘ain bagi laki-laki, kecuali jika ada udzur syar’i. Adapun bagi wanita, yang terbaik adalah shalat di rumahnya.

Sebagaimana sabda Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam:

…وَبُيُوْتُهُنَّ خَيْرٌ لَهُنَّ…

“…Rumah mereka lebih baik untuk mereka…” [2]

[Disalin dari kitab Syarah Aqidah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah, Penulis Yazid bin Abdul Qadir Jawas, Penerbit Pustaka Imam Asy-Syafi’i, Po Box 7803/JACC 13340A Jakarta, Cetakan Ketiga 1427H/Juni 2006M]
_______
Footnote
[1]. Syarhul ‘Aqiidah al-Waasithiyyah (II/337-339) oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-‘Utsaimin v.
p2]. HR. Ahmad (II/76-77), Abu Dawud (no. 567), al-Hakim (I/209), lihat Irwaa-ul Ghaliil (II/293-294).

Tinggalkan komentar