Bid’ah-Bid’ah Pada Bulan Muharrom

 

  1. Keyakinan tentang keramatnya Muharrom

Keyakinan semacam ini masih bercokol pada seba­gian masyarakat. Atas dasar keyakinan ala jahiliah ini banyak orang merasa enggan menikahkan putrinya pada bulan ini karena akan membawa sial dan kega­galan dalam berumah tangga. (Syarah Masa’il al-Jahiliyyah kar. Dr. Sholih al-Fauzan hlm. 302)

Ini adalah keyakinan jahiliah yang telah dibatalkan Islam. Kesialan tidak ada sangkut pautnya dengan bulan, baik Muharrom, Shofar, ataupun lainnya.

  1. Doa awal dan akhir tahun1

Syaikh Bakar bin Abdillah Abu Zaid رحمه الله berkata: “Tidak ada sedikit pun dalam syari’at ini doa’ atau dzikir untuk awal tahun. Manusia zaman sekarang banyak membuat bid’ah berupa do’a, dzikir, atau tu­kar-menukar ucapan selamat, demikian pula puasa awal tahun baru, menghidupkan malam pertama buIan Muharrom dengan sholat, dzikir, atau do’a, puasa akhir tahun, dan sebagainya. Semua ini tidak ada dalilnya sama sekali!” (Tashih ad-Du’a kar. Bakar Abu Zaid hlm. 107)

  1. Peringatan tahun baru Hijriah

Tidak ragu lagi perkara ini termasuk bid’ah. Tidak ada dalam as-Sunnah anjuran mengadakan peringat­an tahun baru Hijriah. Perkara ini termasuk bid’ah yang jelek. (Bida’ wa Akhtho’ hlm. 218. Lihat secara luas masalah ini dalam risalah al-Ihtifal Bi Ro’si Sanah wa Musybahati Ashabil Jahim kar. Abdulloh bin Abdul Hamid al-Atsari)

  1. Puasa awal tahun Hijriah2

Perkara ini termasuk bid’ah yang mungkar. Demikian pula puasa akhir tahun, termasuk bid’ah yang hanya dibuat-buat tanpa berpijak pada dalil sama sekali! Barangkali mereka berdalil dengan se­buah hadits yang berbunyi:

“Barang siapa yang berpuasa pada akhir Dzulhijjah dan pada awal Muharrom, maka dia telah menutup akhir tahun dengan puasa dan membuka awal tahunnya dengan puasa. Semoga Alloh menghapuskan dosanya selama lima puluh tahun!!”

Hadits di atas adalah hadits yang palsu menurut tim­bangan para ahli hadits. (al-Ala’i al-Mashnu’ah kar. as-Suyuthi: 2/108, Tanzihusy-Syari’ah kar. Ibnu Arroq: 2/148, al-Fawa’id al-Majmu’ah kar. asy-Syaukani no. 280. Kritik Hadits-Hadits Dho ‘if Populer kar. Abu Ubaidah Yusuf as-Sidawi hlm. 114)

  1. Malam pertama bulan Muharrom3

Syaikh Abu Syamah رحمه الله berkata: “Tidak ada keuta­maan sama sekali pada malam pertama bulan Muhar­rom. Aku sudah meneliti atsar-atsar yang shohih mau­pun yang lemah dalam masalah ini. Bahkan dalam hadits-hadits yang palsu juga tidak disebutkan!! Aku khawatir—aku berlindung kepada Alloh—bahwa perkara ini hanya muncul dari seorang pendusta yang membuat-buat hadits!! (al-Ba’its ‘Ala Inkaril-Bida’ wal-Hawadits hlm. 239)

  1. Menghidupkan malam hari Asyuro’

Banyak sekali kemungkaran dan bid’ah yang dibuat pada hari Asyuro’.4 Kita mulai dari malam harinya. Banyak manusia yang menghidupkan -malam hari Asyuro’, baik dengan sholat, do’a dan dzikir, atau sekadar berkumpul-kumpul. Perkara ini jelas tidak ada tuntunan yang menganjurkannya.

Syaikh Bakar Abu Zaid رحمه الله berkata: “Termasuk bentuk bid’ah dzikir adalah menghidupkan malam hari Asyuro’ dengan dzikir dan ibadah. (Orang-orang) mengkhususkan do’a pada malam hari terse­but dengan nama do’a hari Asyuro’ yang konon kabarnya barang siapa yang membaca do’a ini maka tidak akan mati tahun tersebut, atau membaca surat al-Qur’an yang disebutkan nama Musa pada sholat subuh hari Asyuro’.5 Semua ini adalah perkara yang tidak dikehendaki oleh Alloh, Rosul-Nya, dan kaum mukminin!!” (Tashihad-Du’a hlm. 109)

  1. Sholat Asyuro’

Sholat Asyuro’ adalah sholat yang dikerjakan an­tara waktu zhuhur dan asar, empat roka’at, setiap roka’at membaca al-Fatihah sekali, kemudian memb­aca ayat kursi sepuluh kali, Qui Huwallohu Ahad sepu­luh kali, al-Falaq dan an-Nas lima kali. Apabila selesai salam, istighfar tujuh puluh kali. Orang-orang yang menganjurkan sholat ini dasarnya hanyalah sebuah hadits palsu!! (al-Fawa’id al-Majmu’ah no. 60, al-Lala’i al-Mashnu’ah: 2/92)

Asy-Syuqoiri رحمه الله berkata: “Hadits sholat Asyuro’ adalah hadits palsu. Para perawinya majhul (tidak dikenal), sebagaimana disebutkan oleh as-Suyuthi dalam al-Lala’i al-Mashnu’ah. Tidak boleh meriwayat­kan hadits ini, lebih-lebih sampai mengamalkannya!!” (as-Sunan wal-Mubtada’at hlm. 154)

  1. Do’a hari Asyuro’

Di antara contoh do’a Asyuro’ adalah: “Barang siapa yang mengucapkan Hasbiyalloh wa Ni’mal Wakil an-Nashir sebanyak tujuh puluh kali pada hari Asyuro’ maka Alloh akan menjaganya dari kejelekan pada hari itu.”

Do’a ini tidak berasal dari Nabi صلي الله عليه وسلم, para sahabat maupun para tabi’in. Tidak pula do’a ini disebutkan dalam hadits-hadits yang lemah apalagi hadits yang shohih. Do’a ini hanya berasal dari ucapan sebagian manusia!! Celakanya, sebagian syaikh sufi ada yang berlebihan bahwa barang siapa yang membaca do’a ini pada hari Asyuro’ tidak akan mati pada tahun tersebut!!6 Ucapan ini jelas batil dan mungkar, karena Alloh telah berfirman:

إِنَّ أَجَلَ اللَّهِ إِذَا جَاء لَا يُؤَخَّرُ لَوْ كُنتُمْ تَعْلَمُونَ

…. Sesungguhnya ketetapan Alloh apabila telah datang tidak dapat ditangguhkan, kalau kamu mengetahui. (QS. Nuh [71]: 4)

  1. Memperingati hari kematian Husain7

Pada bulan Muharrom, kelompok Syi’ah setiap ta­hunnya mengadakan upacara kesedihan dan ratapan. Mereka berdemontrasi di jalan-jalan dan tanah lapang dengan berpakaian serba hitam untuk mengenang gugurnya Husain. Mereka juga memukuli pipi, dada, dan punggung mereka sendiri, menyobek saku, menangis, serta berteriak histeris dengan menyebut: “Ya Husain. Ya Husain!!!”

Lebih-lebih pada tanggal 10 Muharrom, mereka lakukan lebih dari itu, mereka memukuli diri sendiri dengan cemeti dan pedang sehingga berlumuran da­rah!!! Anehnya, mereka menganggap semua itu meru­pakan amalan ibadah dan syi’ar Islam!! Hanya kepada Alloh kita mengadukan semua ini. (Lihat Min Aqo’id Syi’ah (terj. Membongkar Kesesatan Aqidah Syi’ah) kar. Syaikh Abdulloh bin Muhammad hlm. 57-58)

Alangkah bagusnya ucapan al-Hafizh Ibnu Rojab “Adapun menjadikan hari Asyuro’ sebagai hari kesedihan/ratapan sebagaimana dilakukan oleh kaum Rofidhoh karena terbunuhnya Husain bin Ali terma­suk perbuatan orang yang tersesat usahanya dalam ke­hidupan dunia sedangkan dia mengira berbuat baik. Alloh dan Rosul-Nya tidak pernah memerintahkan agar hari musibah dan kematian para nabi dijadikan ratapan, lantas bagaimana dengan orang yang selain mereka?!” (Latho’iful Ma’arif’him. 113)

Husain bin Ali bin Abi Tholib adalah cucu Rosu­lulloh m dari pernikahan Ali bin Abi Tholib de­ngan Fathimah putri beliau صلي الله عليه وسلم. Husain sangat di­cintai Rosululloh     Sabda beliau صلي الله عليه وسلم:

حُسَيْنٌ مِنِّيْ وَأَنَا مِنْ حُسَيْنٍ أَحَبَّ اللهُ مَنْ أَحَبَّ ُحُسَيْنًا حُسَيْنٌ سِبْطٌ مِنَ الأَسْبَاطِ

Husain adalah bagianku juga dan Aku adalah bagian Hu­sain. Semoga Alloh mencintai orang yang mencintai Husain. Husain termasuk cucu keturunanku. (HR. at-Tir-midzi: 3775, Ibnu Majah: 144, Ibnu Hibban: 2240, al-Hakim 3/177, Ahmad: 4/172, dihasankan oleh Syaikh al-Albani dalam ash-Shohihah: 1227)

Husain terbunuh pada peristiwa yang sangat tra­gis, yaitu pada tanggal 10 Muharrom tahun 61 H, di sebuah tempat bernama Karbala, karenanya peristiwa ini kemudian lebih dikenal dengan peristiwa Karbala. (Lihat kisah selengkapnya dalam al-Bidayah wan Nihayah kar. Ibnu Katsir: 8/172-191)

Namun, apa pun musibah yang terjadi dan beta­papun kita sangat mencintai keluarga Rosululloh صلي الله عليه وسلم, tidak ada alasan untuk bertindak melanggar aturan syari’at dengan memperingati hari kematian Husain!! Sebab, peristiwa terbunuhnya orang yang dicintai Rosululloh صلي الله عليه وسلم sebelum Husain juga pernah terjadi seperti terbunuhnya Hamzah bin Abdil Mutholib tetapi tidak menjadikan Rosululloh صلي الله عليه وسلم dan para saha­batnya mengenang atau memperingatinya, sebagai­mana yang dilakukan orang-orang Syi’ah untuk me­ngenang terbunuhnya Husain!! (Syahr al-Muharrom wa Yaum Asyuro’ kar. Abdulloh Haidir hlm. 29)

  1. Perayaan hari suka cita

Yang dimaksud merayakan hari suka cita adalah menampakkan kegembiraan, menghidangkan makan­an lebih dari biasanya, dan memakai pakaian bagus. Mereka yang membuat acara ini ingin menyaingi dan mengganti hari kesedihan atas peristiwa terbunuh­nya Husain dengan kegembiraan, kontra dengan apa yang dilakukan orang-orang Syiah. Acara semacam ini tidak dibenarkan. Bid’ah, tidak boleh dilawan de­ngan bid’ah yang baru! Tidak ada satu dalil pun yang membolehkan acara semacam ini. (Lihat Majmu’ Fata-wa: 25/309-310, Iqtidho’ ash-Shiroth al-Mustaqim: 2/133, Tamamul-Minnah kar. al-Albani hlm. 412)

  1. Berbagai ritual dan adat di tanah Air

Di tanah air, bila tiba hari Asyuro’ akan kita lihat beraneka ragam adat dan ritual untuk menyambut hari istimewa ini. Namun, kalau kita lihat dengan kacamata syar’i, adat dan ritual ini tidak lepas dari kesyirikan (!) seperti meminta berkah dari benda-benda yang dianggap sakti dan keramat, bahkan yang lebih mengenaskan sampai kotoran sapi atau kerbau pun tidak terluput untuk dijadikan alat pencari berkah!!8

Demikianlah akhir yang dapat kami kumpulkan tentang amalan di bulan Muharrom. Semoga bermanfaat. Allohu A’lam. []

 

___________________

 

1 Ishlahul-Masajid kar. al-Qoshimi hlm. 129, as-Sunan wal-Mubtada’at kar. Muhammad Ahmad Abdus Salam hlm. 155

2 As-Sunan wal-Mubtada’at hlm. 191, Tashih ad-Du’a hlm. 107

3 Tashih ad-Du’a hlm. 107, Bida’ wa Akhtho’ hal. 221

4 Iqthido’ ash-Shiroth al-Mustaqim: 2/129-134, Majmu’ Fatawa: 25/307-314 keduanya oleh Ibnu Taimiyyah, al-Ibda’ Fi Madhoril-Ibtida’ kar. Ali Mahfuzh hlm. 56,269, as-Sunan wal-Mubtada’at hlm. 154-158, 191

5 Bida’ al-Qurro kar. Bakar Abu Zaid hal.9

6 Du’a Khotmil-Qur’an kar. Ahmad Muhammad al-Barrok. Buku ini sarat khurofat dan kedustaan!! (Bida’ wa Akhtho hlm. 230)

7 Iqthidho’ ash-Siroth al-Mustaqim: 2/131-132

8 Di antara ritual adat yang sering dilakukan di Jawa adalah yang dinamai Kirab 1 Syuro. Acara ini sarat kesyirikan berupa keyakinan mereka terhadap benda pusaka keraton, keyakinan terhadap kerbau yang punya kekuatan ghaib, tirakatan dengan do’a dan kemungkaran-kemungkaran lain yang sangat jelas!! Wallohu-Mustana’an

 

Tinggalkan komentar