Arsip

PENUTUP

Oleh :  Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid


Akhirnya, inilah yang bisa saya kumpulkan dari hal-hal yang diharamkan Allah, yang ironisnya banyak disepelekan dan dilanggar hamba-Nya.( Sebenarnya pembahasan masalah ini masih panjang. Penulis berpenda-pat untuk melengkapi buku ini, Isya Allah, penulis akan membahas secara tersendiri tentang beberapa larangan yang termaktub dalam Al-Kitab dan As-Sunnah. )

Kita memohon kepada Allah dengan nama-namaNya Yang Maha Indah, kiranya memberikan kita rasa takut kepada-Nya, sehingga membentengi kita dari melakukan maksiat kepada-Nya serta semoga menganugerahkan kepada kita ketaatan pada-Nya yang dengan-Nya kita bisa mencapai Surga-Nya. Semoga Dia mengampuni kelalaian dan dosa-dosa kita, mencukupkan rizki kita dengan yang halal, sehingga kita tidak butuh terhadap apa yang diharamkan-Nya dan Allah mencukupkan kita dengan anugerah-Nya, sehingga kita tidak membutuhkan selain-Nya. Semoga Allah menerima taubat kita dan membasuh dekil jiwa kita yang tak terkira. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan.

Semoga shalawat dan salam terlimpahkan kepada Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, keluarga dan segenap sahabatnya. Segala puji bagi Allah Tuhan sekalian alam.

64. MEMUTUSKAN HUBUNGAN DENGAN SAUDARA MUSLIM LEBIH DARI TIGA HARI

Oleh :  Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid


Di antara langkah syetan dalam menggoda dan menjerumuskan manusia adalah dengan memutuskan tali hubungan antara sesama umat Islam.

Ironisnya, banyak umat Islam yang terpedaya mengikuti langkah-langkah syetan itu. Mereka menghindar dan tidak menyapa saudaranya sesama muslim tanpa sebab yang dibenarkan syara’. Misalnya karena percekcokan masalah harta atau karena situasi buruk lainnya.

Terkadang putusnya hubungan tersebut berlangsung terus hingga setahun. Bahkan ada yang bersumpah untuk tidak mengajaknya berbicara selama-lamanya atau bernadzar untuk tidak menginjak rumahnya. Jika secara tak sengaja berpapasan di jalan, ia segara membuang muka. Jika bertemu di suatu majlis, ia hanya menyalami orang yang sebelum dan sesudahnya, dan sengaja melewatinya.

Baca lebih lanjut

63. MEMUKUL MUKA ORANG DAN MENANDAI MUKA BINATANG

Oleh :  Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid

Sahabat Jabir radhiallahu ‘anhu meriwayatkan,

نَهَى رَسُوْلُ اللهِ عَنِ الضَّرْبِ فِي الْوَجْهِ وَعَنِ الْوَسْمِ فِي الْوَجْهِ.

 

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang memukul muka dan menandai sesuatu di muka.”( HR. Muslim; 3/1673.)

Sebagian orang tua dan bapak guru terkadang sengaja menghukum anak-anaknya dengan mendaratkan pukulan di wajah. Demikian pula dengan yang dilakukan oleh sebagian majikan kepada pembantunya.

Perbuatan tersebut, di samping menghinakan wajah yang dimuliakan oleh Allah, juga bisa mengakibatkan hilang sebagian fungsi indra terpenting yang kebanyakan berada di wajah. Jika itu yang terjadi, maka menyebabkan penyesalan bahkan terkadang yang bersangkutan meminta hukum qishash (balas).

Menandai muka binatang dengan gambar atau tanda tertentu sehingga setiap orang mengenali binatang miliknya atau agar dikembalikan kepadanya kalau hilang, hukumnya adalah haram. Perbuatan semacam ini termasuk penyiksaan binatang. Meskipun sebagian orang berdalih, itu merupakan tradisi dan lambang kabilahnya, maka tetap tak bisa mengubah haramnya perbuatan tersebut. Seandainya mereka hendak membuat tanda, maka mereka bisa membuatnya di bagian lain selain muka.

62. MERATAPI JENAZAH SECARA BERLEBIHAN

Oleh :  Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid


Salah satu kemungkaran besar yang dilakukan oleh sebagian orang adalah meratapi jenazah secara berlebihan. Misalnya dengan menangis sejadi-jadinya, berteriak sekeras-kerasnya, meratap mengharu-biru kepada mayit, memukuli muka sendiri, mengoyak-ngoyak pakaian, menggunduli rambut, menjambak-jambak atau memotongnya. Semua perbuatan tersebut menunjukkan ketidakrelaan terhadap taqdir, di samping menunjukkan tidak sabar terhadap musibah.

Nabi shal;lallahu ‘alaihi wasallam melaknat orang yang suka melakukan ratapan berlebihan kepada mayit. Abu Umamah radhiallahu ‘anhu meriwayatkan,

أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ لَعَنَ الْخَامِشَةَ وَجْهَهَا وَالشَّاقَّةَ جَيْبَهَا وَالدَّاعِيَةَ بِالْوَيْلِ وَالثُّبُوْرِ.

 

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melaknat wanita yang mencakar mukanya, merobek-robek bajunya serta berteriak dan berkata, “Celaka dan binasalah aku .”( HR. Ibnu Majah, 1/505; Shahihul Jami’, 5068.)  Baca lebih lanjut

61. MELAKNAT ORANG BERIMAN DAN MELAKNAT ORANG YANG TIDAK SEMESTINYA DILAKNAT

Oleh :  Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid


Ketika marah, orang terkadang tidak mampu mengontrol ucapannya, sehingga dengan ringan melaknat apa saja. Melaknat orang, melaknat binatang, melaknat benda-benda mati, atau melaknat hari dan zaman. Bahkan tak jarang yang melaknat dirinya sendiri atau anak-anak mereka. Suami melaknat isteri atau sebaliknya. Melaknat adalah perbuatan mungkar dan berbahaya.

Dalam sebuah hadits marfu’ riwayat Abu Zaid Tsabit bin Adh-Dhahak Al-Anshari radhiallahu ‘anhu disebutkan,

وَمَنْ لَعَنَ مُؤْمِنًا فَهُوَ كَقَتْلِهِ.

 

“…dan barangsiapa melaknat seorang mukmin maka ia seperti membunuhnya.”( HR.Al-Bukhari,.lihat Fathul Bari, 10.)

Dalam pergaulan sehari-hari kaum wanita lebih banyak suka melaknat. Karena itu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memperingatkan bahwa hal tersebut merupakan salah satu penyebab masuknya mereka ke dalam Neraka.

Di samping itu, orang yang suka melaknat tidak bisa menjadi pemberi syafa’at pada Hari Kiamat. Lebih berbahaya dari itu, jika laknat tersebut ia ucapkan secara aniaya maka ia bisa kembali kepada dirinya sendiri. Dengan demikian ia mendo’akan atas dirinya sendiri agar diusir dan dijauhkan dari rahmat Allah Ta’ala. Na’udzubillah….

60. PERMAINAN DADU

Oleh :  Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid


Banyak permainan terkenal dan digemari orang yang mengandung perkara yang diharamkan syariat. Di antaranya permainan dadu, yang mengilhami munculnya berbagai macam permainan seperti rolet dan sejenisnya.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memperingatkan permainan yang merupakan pintu kepada perjudian. Sabdanya,

مَنْ لَعِبَ بِالنَّرْدَشِيْرِ فَكَأَنَّمَا صَبَغَ يَدَهُ فِيْ لَحْمِ خِنْزِيْرٍ وَدَمِهِ.

 

“Barangsiapa bermain dadu, maka ia seakan mencelupkan tangannya ke dalam daging babi dan darah babi.”( HR. Muslim, 4/1770.)

Dalam sebuah hadits marfu’ Abu Musa Al Asy’ari meriwayatkan,

مَنْ لَعِبَ بِالنَّرْدِ فَقَدْ عَصَى اللهَ وَرَسُوْلَهُ.

 

“Barangsiapa bermain dadu, maka ia telah berbuat maksiat kepada Allah dan Rasul-Nya.”( HR. Al-Bukhari, lihat Fathul Bari, 10/465.)

59. BERWASIAT YANG MEMBAHAYAKAN

Oleh :  Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid


Di antara kaidah syariat Islam adalah “Tidak boleh mendatangkan bahaya dan tidak boleh membalasnya dengan bahaya lain.”

Contohnya yaitu merugikan ahli waris yang sah, baik semua atau sebagiannya. Orang yang melakukan perbuatan tersebut diancam dengan sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam,

مَنْ ضَارَّ أَضَرَّ اللهُ بِهِ، وَمَنْ شَاقَّ شَقَّ اللهُ عَلَيْهِ.

 

“Barangsiapa membahayakan (orang lain), Allah akan membahayakan dirinya, dan barangsiapa yang menyulitkan (orang lain) Allah akan menyulitkan dirinya.”( HR. Imam Ahmad, 3/453; Shahihul Jami’, 6348)

Contoh wasiat yang membahayakan adalah seperti tidak memberikan hak salah seorang ahli waris sesuai ketentuan syariat, atau mewasiatkan kepada salah seorang ahli waris dengan melanggar ketentuan yang telah ditetapkan syariat, atau mewasiatkan lebih dari sepertiga harta.

Di beberapa negara yang masyarakatnya tidak memberlakukan syariat Allah, seorang ahli waris yang sah kesulitan untuk mendapatkan bagiannya sesuai dengan ketentuan yang disyariatkan Islam. Sebab yang berkuasa di sana adalah undang-undang bikinan tangan manusia. Maka jika wasiat yang zhalim itu telah dicatat oleh seorang pengacara, sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku, mereka tinggal memerintahkan dipenuhinya wasiat yang zhalim tersebut. Sungguh celakalah apa yang ditulis oleh tangan mereka dan celakalah apa yang mereka usahakan.

58. JAHAT DALAM BERTETANGGA

Oleh :  Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid


Allah berfirman, “Sembahlah Allah dan janganlah kamu menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun. Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tuamu, karib kerabat, anak-anak yatim, teman sejawat, ibnu sabil dan hamba sahayamu. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang sombong dan membangga-banggakan diri.” (An-Nisa’: 36).

Karena besarnya hak tetangga, maka menyakiti tetangga hukumnya haram. Dalam hadits yang diriwayatkan Abu Syuraih radhiallahu ‘anhu , Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

وَاللهِ لاَ يُؤْمِنُ، وَاللهِ لاَ يُؤْمِنُ، وَاللهِ لاَ يُؤْمِنُ. قِيْلَ: وَمَنْ يَا رَسُوْلَ اللهِ؟ قَالَ: اَلَّذِيْ لاَ يَأْمَنُ جَارُهُ بَوَائِقَهُ.

 

“Demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman, demi Allah tidak beriman.” Beliau ditanya, “Siapa wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Yaitu yang tetangganya tidak aman dari gangguan-gangguannya.”( HR.Al-Bukhari, lihat Fathul Bari 10/443.)

Sebagai petunjuk, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam menjadikan pujian atau hinaan tetangga sebagai ukuran kebaikan dan keburukan seseorang. Ibnu Mas’ud radhiallahu ‘anhu meriwayatkan,

“Seorang laki-laki berkata kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, “Wahai Rasulullah, bagaimana untuk mengetahui jika aku ini seorang yang baik atau jahat?” Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

إِذَا سَمِعْتَ جِيْرَانَكَ يَقُوْلُوْنَ: قَدْ أَحْسَنْتَ فَقَدْ أَحْسَنْتَ، وَإِذَا سَمِعْتَهُمْ يَقُوْلُوْنَ: قَدْ أَسَأْتَ فَقَدْ أَسَأْتَ.

 

“Jika engkau mendengar tetangga-tetanggamu mengatakan engkau baik, maka berarti engkau baik dan jika engkau mendengar mereka mengatakan engkau jahat maka berarti engkau jahat.”( HR.Ahmad; 1/402; Shahihul Jami’, 623.)

Gangguan kepada tetangga bentuknya bermacam-macam. Di antaranya, memasang tiang pada dinding milik bersama, meninggikan bangunan tanpa izin sehingga menghalangi sinar matahari atau menutup ventilasi udara rumah tetangga, membuka jendela rumah untuk melongok ke rumah tetangga sehingga melihat aurat mereka, mengganggu dengan suara gaduh seperti ketok-ketok atau teriak-teriak pada waktu tidur dan istirahat, memukul anak tetangga, membuang sampah di depan pintu rumahnya dan sebagainya.

Syariat Islam benar-benar memuliakan kedudukan tetangga. Sehingga orang yang melakukan pelanggaran hak dan kejahatan kepada tetangga dihukum secara berlipat. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لأَنْ يَزْنِيَ الرَّجُلُ بِعَشْرِ نِسْوَةٍ أَيْسَرَ عَلَيْهِ مِنْ أَنْ يَزْنِيَ بِامْرَأَةِ جَارِهِ … لأَنْ يَسْرِقَ الرَّجُلُ مِنْ عَشْرَةِ أَبْيَاتٍ أَيْسَرَ عَلَيْهِ مِنْ أَنْ يَسْرِقَ مِنْ بَيْتِ جَارِهِ.

 

“Seorang laki-laki berzina dengan sepuluh wanita lebih ringan daripada berzina dengan isteri seorang tetangga, seorang laki-laki mencuri dari sepuluh rumah lebih ringan baginya daripada mencuri dari rumah tetangganya.”( HR. Al-Bukhari, Al-Adabul Mufrad no.103; As-Silsilah Ash-Shahihah, 65.)

Betapapun berat ancamannya, tapi banyak orang tetap tak peduli. Sebagian pengkhianat malah ada yang mengambil kesempatan perginya tetangga pada malam hari, misalnya pada saat ia mendapat giliran tugas malam. Pengkhianat itu lalu masuk mengendap rumah tetangganya untuk melakukan perbuatan terkutuk. Celakalah orang semacam itu dan kelak baginya azab yang pedih di Neraka.

57. MENDENGARKAN PEMBICARAAN ORANG LAIN SEDANG MEREKA TIDAK MENYUKAI

Oleh :  Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid

Allah Ta’ala berfirman, “Dan janganlah kamu mengintai orang lain…” (Al- Hujurat:11)

Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu berkata, Rasulullah shallahu ‘alaihi wasallam berkata,

مَنِ اسْتَمَعَ إِلَى حَدِيْثِ قَوْمٍ وَهُمْ لَهُ كَارِهُوْنَ صُبَّ فِيْ أُذُنَيْهِ اْلآنِكُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ.

 

“Barangsiapa mendengarkan pembicaraan suatu kaum sedang mereka membenci hal itu, niscaya dituangkan di kedua telinganya timah mendidih pada hari Kiamat.”( HR Al-Bukhari, lihat Fathul Bari’, 10/465.)

Jika ia menyebarkan pembicaraan itu tanpa sepengetahuan mereka dengan maksud mencelakakan, maka berarti ia menambah jenis dosa lain, dosa tajassus (mencuri dengar) dan dosa mengadu domba, padahal Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

لاَ يَدْخُلُ الْجَنَّةَ قَتَّاتٌ.

 

“Tidak akan masuk Surga tukang adu domba.”( HR.Ibnu Majah, 1/505 Shahihul Jami’, 5068.)

56. TIDAK CEBOK SETELAH BUANG AIR KECIL

Oleh :  Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Munajjid


Islam datang dengan membawa peraturan yang semuanya demi kemaslahatan umat manusia, di antaranya tentang menghilangkan najis. Islam mensyariatkan agar umatnya melakukan istinja’ (cebok dengan air) dan istijmar (membersihkan kotoran dengan batu), lalu menerangkan cara melakukannya, sehingga tercapai kebersihan yang dimaksud.

Sebagian orang menganggap enteng masalah menghilangkan najis. Akibatnya badan dan bajunya masih kotor. Dengan begitu, shalatnya menjadi tidak sah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan bahwa perbuatan tersebut salah satu sebab dari azab kubur.

Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhu berkata, “Suatu kali Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melewati salah satu kebun di Madinah. Tiba-tiba beliau mendengar suara dua orang yang sedang disiksa di dalam kuburnya. Lalu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,

يُعَذَّبَانِ، وَمَا يُعَذَّبَانِ فِيْ كَبِيْرٍ -ثُمَّ قَالَ- بَلَى [وَفِيْ رِوَايَةٍ: وَإِنَّهُ لَكَبِيْرٌ] كَانَ أَحَدُهُمَا لاَ يَسْتَتِرُ مِنْ بَوْلِهِ، وَكَانَ اْلآخَرُ يَمْشِي بِالنَّمِيْمَةِ.

 

“Keduanya diazab, tetapi tidak karena masalah besar (dalam anggapan keduanya) -lalu bersabda- benar (dalam riwayat lain, “Sesungguhnya ia masalah besar”), salah satunya tidak meletakkan sesuatu untuk melindungi diri dari percikan kencingnya dan yang satu lagi suka mengadu domba.”( HR. Al-Bukhari , lihat Fathul Bari; 1/317.)

Bahkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam mengabarkan,

أَكْثَرُ عَذَابِ الْقَبْر في اْلبَوْلِ

 

“Kebanyakan azab kubur disebabkan oleh buang air kecil.”( HR. Ahmad, 2/236; Shahihul Jami’; 1213.)

Termasuk tidak cebok setelah buang air kecil adalah orang yang menyudahi hajatnya dengan tergesa-gesa sebelum kencingnya habis, atau sengaja kencing dalam posisi tertentu atau di suatu tempat yang menjadikan percikan air kencing itu mengenainya atau sengaja meninggalkan istinja’ dan istijmar tidak teliti dalam melakukannya.

Saat ini, banyak umat Islam yang menyerupai orang-orang kafir dalam masalah kencing. Beberapa kamar kecil hanya dilengkapi dengan bejana air kencing permanen yang menempel di tembok dalam ruangan terbuka. Setiap yang kencing, dengan tanpa malu berdiri dengan disaksikan orang yang lalu lalang keluar masuk kamar mandi. Selesai kencing ia mengangkat pakaiannya dan mengenakannya dalam keadaan najis.

Orang tersebut telah melakukan dua perkara yang diharamkan; pertama, ia tidak menjaga auratnya dari penglihatan manusia dan kedua, ia tidak cebok dan membersihkan diri dari kencingnya.