Bab VIII. Hal-hal yang mewajibkan mandi


Seluruh yang mewajibkan mandi (seperti keluarnya mani, bertemu dua khitan, mati, dll) maka mewajibkan wudhu. Ini adalah koidah, oleh karena itu perlu mengetahui apa-apa saja yang mewajibkan mandi karena hadats besar mencakup hadats kecil. Contohnya keluarnya mani mewajibkan mandi, dan dia keluar dua jalan (qubul dan dubur) maka dia juga membatalkan

wudhu. Namun koidah ini masuh perlu diteliti lagi, sebab Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman :(Dan jika kalian junub maka bersucilah), maka Allah

Subhanahu wa Ta’ala mewajibkan orang yang junub untuk mandi saja, dan tidak mewajibkan mencuci empat anggota wudhu, oleh karena itu apa saja yang mewajibkan mandi maka dia hanya mewajibkan mandi kecuali ada ijmak atau dalil yang menyelisihinya. Oleh karena itu yang rojih adalah seorang yang junub jika dia berniat mengangkat hadats maka sudah cukup, dan tidak ada hajat untuk berniat mengangkat hadats kecil. (Syarhul mumti’ 1/255-256)

PERHATIAN ( Jika menghadapi keragu-raguan).

 

Jika seseorang telah bersuci, kemudian timbul keraguan apakah dia telah berhadats atau tidak, maka kembali pada keyakinannya bahwa dia telah

bersuci dan dia meninggalkan keraguannya itu. Contohnya seseorang telah berwudhu untuk sholat magrib, ketika adzan isya’ dan dia hendak sholat

isya’ dia ragu apakah wudhunya telah batal atau belum. Maka dia kembali pada asalnya yaitu dia telah berwudhu. Contoh yang lain, seseorang bangun malam lalu dia mendapati bahwa pada celananya ada yang basah namun dia merasa tidak bermimpi, dan dia ragu apakah yang basah itu mani atau bukan, maka dia tidak wajib mandi karena asalnya dia tidak mimpi. Kalau seseorang melihat pada celananya ada bekas mani, namun dia ragu apakah ini mani semalam atau mani dari malam-malam sebelumnya. Maka hendaknya dia menganggap bahwa itu adalah mani semalam karena ini sudah pasti, sedangkan malam-malam sebelumnya masih diragukan dan dia menqodlo sholat-sholat yang ditinggalkannya semalam. Dalilnya :

Dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhu bahwasanya Rosulullah Shallallahu ‘alaihi wa Salam bersabda : “Syaiton mendatangi salah seorang dari kalian ketika dia sedang sholat lalu meniup duburnya maka dia khayalkan kepadanya bahwa dia telah berhadats padahal dia tidak berhadats. Jika dia mendapati hal itu maka janganlah dia berpaling (membatalkan) sholatnya hingga dia mendengar suara atau dia mencium bau”. (Hadits ini dikeluarkan oleh Al Bazzar, dan asal hadits ini ada di shohihain dari hadits Abdullah bin Zaid Radhiyallahu ‘anhu. Dan dikeluarkan oleh Muslim dari Abu Huroiroh Radhiyallahu ‘anhu semisal hadits ini).

Dan Al-Hakim meriwayatkan dari Abu Sa’id Radhiyallahu ‘anhu secara marfu’ : Jika syaiton datang kepada salah seorang dari kalian dan berkata “Sesungguhnya engkau telah berhadats” maka hendaknya dia berkata :”Engkau dusta”

Ibnu Hibban juga mengeluarkannya dengan lafal  (Hendaknya dia mengucapkannya dalam hatinya). Demikian pula sebaliknya jika dia yakin telah berhadats lalu dia ragu apakah dia telah bersuci atau belum maka asalnya dia tetap berhadats. Dan ini adalah qias ‘aks yang dibolehkan dalam

syari’at. (Syarhul Mumti’ 1/258)

Dan jika timbul keraguan setelah selesai melakukan ibadah maka tidak ada pengaruhnya keraguan tersebut sama sekali. Misalnya seseorang berwudhu kemudian dia ragu apakah dia telah berkumur-kumur?, atau setelah selesai

sholat dia ragu apakah dia telah membacasuratal-fatihah?, atau dia hanya sujud sekali?, maka janganlah ia memperhatikan keraguan tersebut, karena asalnya adalah ibadahnya sah. Dan ini berlaku untuk semua ibadah. (Taudlihul Ahkam 1/256)

 

 

MAROJI’ :

1. Nailul Author, Asy-Syaukani

2. Roudlotun Nadliah, Syaikh Sidiq Hasan Khan

3. Syarhus Sunnah, Imam Al-Bagowi

4. Irwa’ul Ghalil, Syaikh Al-Albani

5. Tamamul Minnah, Syaikh Al-Albani

6. Sifat Wudhu Nabi , Fahd bin Abdirrohman Ad-

Dausi

7. Taudlihul Ahkam, Syaikh Ali Bassam

8. Al-Fiqh al- Islami, DR. Wahb Az-Zuhaili

9. Thuhurul Muslim, Syaikh Al-Qohtoni

10. Syarhul Mumti,’ Syaikh Utsaimin

 

Disalin dari : KEMUDAHAN DI DALAM SIFAT WUDHU’ NABI,  disusun oleh :

Al-Ustadz Abu ‘Abdil Muhsin as-Soronji, Lc, Ebook, Maktabah Ummu Salma.

 

Tinggalkan komentar