TINGKATAN-TINGKATAN QADAR DAN RUKUN-RUKUNNYA

Oleh
Syaikh Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd

Iman kepada qadar berdiri di atas empat rukun yang disebut tingkatan-tingkatan qadar atau rukun-rukunnya, dan merupakan pengantar untuk memahami masalah qadar. Iman kepada qadar tidak sempurna kecuali dengan merealisasikannya secara keseluruhan, sebab sebagiannya berkaitan dengan sebagian lainnya. Barangsiapa yang memantapkannya secara keseluruhan, maka keimanannya kepada qadar telah sempurna, dan barangsiapa yang mengurangi salah satu di antaranya atau lebih, maka keimanannya kepada qadar telah rusak. Rukun-rukun tersebut ialah:

1. Al-‘Ilm (ilmu).
2. Al-Kitaabah (pencatatan).
3. Al-Masyii-ah (kehendak).
4. Al-Khalq (penciptaan).

Sebagian penya’ir menyenandungkannya dengan ucapannya:
Ilmu, catatan Pelindung kita, Kehendak-Nya
dan penciptaan-Nya, yaitu mengadakan dan membentuk

Tingkatan Pertama: Al-‘Ilm (Ilmu).
Yaitu, beriman bahwa Allah mengetahui segala sesuatu, baik secara global maupun terperinci, azali (sejak dahulu) dan abadi, baik hal itu berkaitan dengan perbuatan-perbuatan-Nya maupun perbuatan-perbuatan para hamba-Nya, sebab ilmu-Nya meliputi apa yang telah terjadi, apa yang akan terjadi, dan apa yang tidak terjadi yang seandainya terjadi, bagaimana terjadinya.

Dia mengetahui yang ada, yang tidak ada, yang mungkin, serta yang mustahil, dan tidak luput dari ilmu-Nya seberat dzarrah pun di langit dan di bumi.

Dia mengetahui semua ciptaan-Nya sebelum Dia menciptakan mereka. Dia mengetahui rizki, ajal, ucapan, perbuatan, maupun semua gerak dan diam mereka, juga siapakah ahli Surga ataupun ahli Neraka.

Tingkatan ini -yaitu ilmu yang terdahulu- disepakati oleh para Rasul, sejak Rasul yang pertama hingga yang terakhir, disepakati juga oleh semua Sahabat, dan orang-orang yang mengikuti mereka dari umat ini. Tetapi “Majusi” umat ini menyelisihi mereka, yaitu Qadariyyah yang amat fanatik.[2]

Dalil-dalil mengenai tingkatan ini banyak sekali, di antaranya firman Allah Azza wa Jalla

“Dia-lah Allah Yang tidak ada ilah (yang berhak untuk diibadahi dengan benar) selain Dia, Yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata … .” [Al-Hasyr: 22]

Firman-Nya yang lain:

“…Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka… .” [Al-Baqarah: 255]

Juga firman Allah yang lain:

“…(Rabb-ku) Yang mengetahui yang ghaib. Tidak ada yang ter-sembunyi dari-Nya seberat dzarrah pun yang ada di langit dan yang ada di bumi, dan tidak ada (pula) yang lebih kecil dari itu dan yang lebih besar, melainkan tersebut dalam Kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” [Saba’: 3]

Dan firman Allah:

“… Allah lebih mengetahui di mana Dia menempatkan tugas kerasulan… .” [Al-An’aam: 124]

Juga firman-Nya:

“Sesungguhnya Rabb-mu, Dia-lah Yang Paling Mengetahui siapa yang sesat dari jalan-Nya, dan Dia-lah Yang Paling Mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” [Al-Qalam : 7]

Serta firman-Nya:

“Dan pada sisi Allah-lah kunci-kunci semua yang ghaib, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Dia sendiri, dan Dia mengetahui apa yang ada di daratan dan di lautan. Tidak sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula), dan tidak jatuh sebutir biji pun dalam kegelapan bumi dan tidak juga sesuatu yang basah ataupun yang kering, melainkan tertulis dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuzh).” [Al-An’aam: 59]

Dan firman Allah yang lain:

“Jika mereka berangkat bersamamu, niscaya mereka tidak menambah kepadamu selain dari kerusakan belaka… .” [At-Taubah: 47]

Juga firman-Nya:

“… Sekiranya mereka dikembalikan ke dunia, tentulah mereka kembali kepada apa yang mereka telah dilarang mengerjakannya. Dan sesungguhnya mereka itu adalah pendusta-pendusta belaka.” [Al-An’am: 28]

Serta firman-Nya:

“Kalau kiranya Allah mengetahui kebaikan ada pada mereka, tentulah Allah menjadikan mereka dapat mendengar. Dan jikalau Allah menjadikan mereka dapat mendengar, niscaya mereka pasti berpaling juga, sedang mereka memalingkan diri (dari apa yang mereka dengar itu).” [Al-Anfaal: 23]

Al-Bukhari meriwayatkan dalam Shahiihnya dari Ibnu ‘Abbas
Radhiyallahu ‘anhuma, ia mengatakan, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya tentang keadaan anak-anak kaum musyrikin, maka beliau menjawab:
Çó “Allah lebih mengetahui tentang apa yang mereka kerjakan.” [3]

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Tidak ada satu jiwa pun dari kalian melainkan telah diketahui tempat tinggalnya, baik di Surga maupun Neraka.” [4]

Tingkatan Kedua: Al-Kitaabah (Penulisan).
Yaitu, mengimani bahwa Allah telah mencatat apa yang telah diketahui-Nya dari ketentuan-ketentuan para makhluk hingga hari Kiamat dalam al-Lauhul Mahfuzh.

Para Sahabat, Tabi’in, dan seluruh Ahlus Sunnah wal Hadits sepakat bahwa segala yang terjadi hingga hari Kiamat telah dituliskan dalam Ummul Kitab, yang dinamakan juga al-Lauhul Mahfuzh, adz-Dzikr, al-Imaamul Mubiin, dan al-Kitaabul Mubiin, semuanya mempunyai makna yang sama.[5]

Dalil-dalil mengenai tingkatan ini banyak, baik dari al-Qur-an maupun as-Sunnah. Allah Azza wa Jalla berfirman:

“Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi? Bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuzh) Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah.” [Al-Hajj: 70]

Firman Allah yang lain:

“…Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk yang nyata (Lauh Mahfuzh).” [Yaasiin: 12]

Juga firman-Nya:

“Katakanlah, ‘Sekali-kali tidak akan menimpa kami melainkan apa yang telah ditetapkan oleh Allah bagi kami… .’” [At-Taubah: 51]

Allah Azza wa Jalla juga berfirman tentang do’a Nabi Musa Alaihissalam:
“Dan tetapkanlah untuk kami kebajikan di dunia … .” [Al-A’raaf: 156]

Dia berfirman tentang bantahan Nabi Musa Alaihissalam kepada Fir’aun:

“Berkata Fir’aun, ‘Maka bagaimanakah keadaan umat-umat yang dahulu?’ Musa menjawab, ‘Pengetahuan tentang itu ada di sisi Rabb-ku, di dalam sebuah kitab, Rabb-ku tidak akan salah dan tidak (pula) lupa… .’” [Thaahaa: 51-52]

Imam Muslim Rahimahullah meriwayatkan dalam Shahiihnya dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash Radhiyallahu ‘anhu, dia mengatakan, “Aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
.
‘Allah mencatat seluruh takdir para makhluk 50.000 tahun sebelum Allah menciptakan langit dan bumi.’ Beliau bersabda, ‘Dan adalah ‘Arsy-Nya berada di atas air.’” [6]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Tidak ada satu jiwa pun yang bernafas melainkan Allah telah menentukan tempatnya, baik di Surga ataupun di Neraka, dan juga telah dituliskan celaka atau bahagia(nya).” [7]

[Disalin dari kitab Al-Iimaan bil Qadhaa wal Qadar, Edisi Indoensia Kupas Tuntas Masalah Takdir, Penulis Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd, Penerjemah Ahmad Syaikhu, Sag. Penerbit Pustaka Ibntu Katsir]
__________
Footenotes
[1].Lihat, al-‘Aqiidah al-Waashithiyyah dengan penjelasannya, ar-Raudhah an-Naadiyyah, Syaikh Zaid bin Fayyadh, hal. 353, at-Tanbihaat al-Lathiifah ‘ala mahtawaat ‘alaihil ‘Aqiidah al-Waashithiyyah minal Mabaahits al-Muniifah, Syaikh Ibnu Sa’di disertai komentar Samahah Syaikh Ibnu Baz, hal. 75-80. Lihat pula, Syifaa-ul ‘Aliil, hal. 61-116, Ma’aarijul Qabuul, Syaikh Hafizh al-Hakami, (II/225-238), A’laamus Sunnah al-Mansyuurah, al-Hakami, hal. 126-129, Rasaa-il fil ‘Aqiidah, Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, hal. 37, Taqriibut Tadmuriyyah, Ibnu ‘Utsaimin, hal. 108-109, al-Qadhaa’ wal Qadar, Dr. Sulaiman al-Asyqar, hal. 29-36, Syarh al-‘Aqiidah al-Waasithiyyah, Syaikh Shalih al-Fauzan, hal. 150-156, dan Khulaashah Mu’taqad Ahlis Sunnah, Syaikh ‘Abdillah bin Sulaiman al-Masy’ali, hal. 29-30.
[2]. Lihat, Syifaa-ul ‘Aliil, hal. 61.
[3]. HR. Al-Bukhari ,(VII/210) dan lihat, al-Fat-h, (XI/493).
[4]. HR. Muslim dalam al-Qadr, (no. 2647).
[5]. Syifaa-ul ‘Aliil, hal. 89
[6]. HR. Muslim, (VIII/51).
[7]. HR. Al-Bukhari dalam at-Tafsiir, (VI/84) dan Muslim dalam al-Qadar, (VIII/ 46-47).

 

Tingkatan Ketiga: Al-Masyii-ah (Kehendak).
Tingkatan ini mengharuskan keimanan kepada masyii-ah Allah yang terlaksana dan kekuasaan-Nya yang sempurna. Apa yang dikehendaki-Nya pasti terjadi dan apa yang tidak dikehendaki-Nya tidak akan terjadi, dan bahwa tidak ada gerak dan diam, hidayah dan kesesatan, melainkan dengan masyii-ah-Nya.

“Tingkatan ini ditunjukkan oleh Ijma’ (kesepakatan) para Rasul, sejak Rasul pertama hingga terakhir, semua kitab yang diturunkan dari sisi-Nya, fitrah yang padanya Allah menciptakan makhluk-Nya, serta dalil-dalil akal dan logika.” [1]

Nash-nash yang menunjukkan dasar ini sangat banyak sekali dari al-Qur-an dan as-Sunnah, di antaranya firman Allah Subhanahu wa Ta’ala.

“Dan Rabb-mu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya… .” [Al-Qashash: 68]

Firman Allah yang lain:

“Dan kamu tidak dapat menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali apabila dikehendaki Allah, Rabb semesta alam.” [At-Takwiir: 29]

Dan firman Allah:

“Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan terhadap sesuatu, ‘Sesungguhnya aku akan mengerjakan itu besok pagi,’ kecuali (dengan menyebut), ‘Insya Allah… .’” [Al-Kahfi: 23-24]

Juga firman-Nya:

“Kalau sekiranya Kami turunkan Malaikat kepada mereka, dan orang-orang yang telah mati berbicara dengan mereka dan Kami kumpulkan (pula) segala sesuatu kehadapan mereka, niscaya mereka tidak (juga) akan beriman, kecuali jika Allah menghendaki… .” [Al-An’aam: 111]

Serta firman-Nya:

“…Barangsiapa yang dikehendaki Allah (kesesatannya) niscaya disesatkan-Nya, dan barangsiapa yang dikehendaki Allah (untuk mendapat petunjuk), niscaya Dia menjadikannya berada di atas jalan yang lurus.” [Al-An’aam: 39]

Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sesungguhnya hati manusia semuanya berada di antara dua jari dari jari-jemari ar-Rahman seperti satu hati, Dia membolak-balikkannya ke mana saja Ia kehendaki.” [2]

Masyii-ah (kehendak) Allah yang terlaksana dan kekuasaan-Nya yang sempurna berhimpun dalam apa yang telah terjadi dan apa yang akan terjadi, serta berpisah dalam apa yang tidak akan terjadi dan sesuatu yang tidak ada. Apa yang dikehendaki Allah adanya, maka ia pasti ada dengan kekuasaan-Nya, dan apa yang tidak di-kehendaki adanya maka ia pasti tidak ada, karena Dia tidak meng-hendaki hal itu. Bukan karena ketidakadaan kekuasaan-Nya atas hal itu. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“…Seandainya Allah menghendaki, tidaklah mereka saling mem-bunuh. Akan tetapi Allah berbuat apa yang dikehendaki-Nya.” [Al-Baqarah: 253]

Maka, tidak berperangnya mereka bukanlah menunjukkan bahwa kekuasaan Allah tidak ada (untuk mengadakan hal itu), akan tetapi karena Allah tidak menghendakinya, dan hal serupa bisa dilihat dalam firman Allah Ta’ala:

“…Kalau Allah menghendaki tentu saja Allah menjadikan mereka semua dalam petunjuk … .” [Al-An’aam: 35]

Firman Allah yang lain:

“Dan kalau Allah menghendaki niscaya mereka tidak memper-sekutukan(-Nya)… .” [Al-An’aam: 107]

Juga firman-Nya:

“Dan jikalau Rabb-mu menghendaki, tentulah beriman semua orang yang di muka bumi seluruhnya… .” [Yunus: 99] [3]

Tingkatan Keempat: Al-Khalq (Penciptaan)
Tingkatan ini mengharuskan keimanan bahwa semua makhluk adalah ciptaan Allah, dengan dzat, sifat, dan gerakannya, dan bahwa segala sesuatu selain Allah adalah makhluk yang diadakan dari ketidakadaan, ada setelah sebelumnya tidak ada.

Tingkatan ini ditunjukkan oleh kitab-kitab samawi, disepakati para Rasul, disetujui fitrah yang lurus, serta akal yang sehat. [4] Dalil-dalil mengenai tingkatan ini nyaris tidak terbilang, di antaranya firman Allah Subhanahu wa Ta’ala

“Allah Yang menciptakan segala sesuatu… .” [Az-Zumar: 62]

Firman Allah yang lain:

“Segala puji bagi Allah Yang telah menciptakan langit dan bumi, dan mengadakan gelap dan terang … .” [Al-An’aam: 1]

Dan firman-Nya:

“Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia mengujimu, siapa-kah di antaramu yang terbaik amalnya… .” [Al-Mulk: 2]

Serta firman Allah:

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakanmu dari yang satu, dan daripadanya Allah mencip-takan isterinya, dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak… .” [An-Nisaa’: 1]

Juga firman Allah:

“Dan Dia-lah yang telah menciptakan malam dan siang, matahari dan bulan. Masing-masing dari keduanya itu beredar di dalam garis edarnya.” [Al-Anbiyaa’: 33]

Dan firman-Nya:

“…Adakah pencipta selain Allah yang dapat memberikan rizki kepadamu dari langit dan dari bumi… .” [Faathir: 3]

Imam Al-Bukhari Rahimahullah meriwayatkan dalam kitab Khalq Af’aalil ‘Ibaad dari Hudzaifah Radhiyallahu ‘anhu, dia menuturkan, “Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Sesungguhnya Allah menciptakan semua (makhluk) yang ber-buat dan juga sekaligus perbuatannya.” [5]

Inilah empat tingkatan qadar, yang mana keimanan kepada qadar tidak sempurna kecuali dengannya.

[Disalin dari kitab Al-Iimaan bil Qadhaa wal Qadar, Edisi Indoensia Kupas Tuntas Masalah Takdir, Penulis Muhammad bin Ibrahim Al-Hamd, Penerjemah Ahmad Syaikhu, Sag. Penerbit Pustaka Ibntu Katsir]
__________
Footenotes
[1]. Syifaa-ul ‘Aliil, hal. 92.
[2]. HR. Muslim, (no. 2654).
[3]. Lihat, ash-Shafadiyyah, Ibnu Taimiyyah, (II/109).
[4]. Lihat, Syifaa-ul ‘Aliil, hal. 108.
[5]. Khalq Af’aalil ‘Ibaad, hal. 25.

Tinggalkan komentar