SIFAT SHOLAT NABI (Pasal II : Pendapat Para Imam Sekitar Mengikuti Sunnah dan Meninggalkan Pendapat-Pendapat yang Bertentangan Dengannya )

Oleh : Syeikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani

 

Pendapat Para Imam Sekitar Mengikuti Sunnah dan Meninggalkan Pendapat-Pendapat yang Bertentangan Dengannya.

Kiranya ada baiknya saya paparkan disini apa yang telah sebagian yang saya uraikan diatas,mudah-mudahan menjadi nasihat dan pengingat bagi orang yang bertaklid terhadap meraka. Bahkanbertaklid buta1 kepada orang-orang yang kelasnya jauh dibawah mereka, berpegang kepada pendapatpendapat mereka seakan-akan pendapat itu datang dari langit, sedangkan Alloh berfirman dalam suratal-A’raaf ayat 3 (artinya) ”Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu dan janganlah kamu

mengikuti pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amatlah sedikitlah kamu mengambil pelajaran (dari padanya)”

1. Abu Hanifah

Yang pertama adalah Imam Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit. Telah diriwayatkan darinya pendapat-pendapat dan ungkapan-ungkapan beragam yang semuanya bermuara pada satu makna. Yaitu kewajiban mengambil hadits sebagai dalil dan meninggalakan pendapat-pendapat yang bertentangan dengannya.

a. Bila suatu hadits itu benar maka itulah mazhabku

b. Tidak dibolehkan bagi seseoragn untuk mengambil pendapat kami bila tidak mengetahui darimana kami mengambilnya. Dalam sebuah riwayat disebutkan ”Haram bagi orang yang tidak mengetahui dalilku berfatwa dengan pendapat saya”

Dalam riwayat lain ditambahkan ”Sesungguhnya kita adalah manusia yang mengemukakan pendapat hari ini dan berubah pendapat pada keesokan harinya”. Disebutkan juga dalam riwayat lain ”Apa-apaan engkau wahai Ya’kukb! (Abu Yusuf), jangan engkau tulis semua yang kau dengan dariku. Karena aku mengemukakan pendapat hari ini dan keesokan harinya mungkin aku meninggalkannya. Besok aku berpendapat sesuatu dan lusanya aku tinggalkan”

c. Apabila aku mengemukakan suatu pendapat yang bertentangn dengan kitab Alloh dan khabar dari Rasulullah SAW, hendaknya kalian meninggalkan pendapatku.

2. Malik bin Anas

Ia berkata sebagai berikut.

a. Sesungguhnya aku adalah manusia yang terkadang salah dan terkadang benar, maka lihatlah pendapatku. Apabila sesuai dengan Al-Qur’an dan sunnah maka ambillah. Setiap yang tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan sunnah, tinggalkan.

b. Setiap perkataan orang boleh dipakai atau ditinggalkan kecuali perkataan Nabi SAW.

c. Ibu Wahab berkata : ”Aku mendengar Malik ditanya tentang menyela-nyela jari-jari kedua kaki dalam wudlu. Ia berkata ’Hal itu tidak wajib’. Lalu saya meninggalkannya sampai orangoran yang mengelilinginya sedikit. Saya katakan kepadanya, ’Hal ini menurut kami sunnah’ Malik bertanya ’Apa haditsnya?’ Saya menjawab ’Dikatakan Laits bin Sa’ad, Ibnu Luhai’ah dan Amru bin Harits, dari Yazid bin Amru al-Ma’afiri, dari Abu Abdurrahmanal-Habli, dari al-Mustaurid bin Syadad al-Qurasyi, ia berkata ’Aku melihat Rasulullah SAW menggosokkan jari-jari manisnya pada cela-cela jari kedua kakinya’ Lalu Malik menyela ’Hadits ini hasan, aku tidak pernah mendengarnya kecuali sekarang ini.’ Kemudian di lain waktu ia ditanya dengan masalah yang sama dan ia menyuruh agar menyela-nyela jari-jari kedua kakinya.”

3. Imam Syafi’i

Ucapan Imam Syafi’i dalam masalah ini lebih banyak dan lebih baik.Parapengikutnyapun lebih banyak mengamalkannya dan lebih menyenangkan. Diantara ucapannya adalah sebagai berikut.

a. Tidak ada seorangpun yang bermazhab melainkan mazhab Rasulullah SAW. Apapun pendapat yang saya kemukakan atau yang saya sarikan sedangkan terdapat hadits yang bertentangan dengan pendapatku maka yang benar adalah sabda Rasulullah SAW. Itulah pendapatku.

b. Umat Islam telah berijma bahwa orang yang telah mengetahui sebuah hadits dari Rasulullah SAW maka tidak boleh meninggalkannya untuk mengambil pendapat seseorang.

c. Jika kalian mendapati dalam kitabku yang bertentangan dengan sunnah Rasulullah SAW maka ambillah sunnah Rasulullah SAW dan tinggalkanlah pendapatku. Dalam sebuah riwayat dikatakan ’Maka ikutilah dan janganlah kalian mengikuti pendapat siapapun’

d. Bila sebuah hadits dinyatakan sahih, maka itulah mazhabku.

e. Kalian lebih mengetahui hadits dan rawi-rawinya daripada aku. Bila suatu hadits dinyatakan sahih maka beritahukanlah kepadaku darimanapun asalnya, dari Kufah, Basrah atau Syam. Bila benar sahih aku akan menjadikannya mazhabku.

f. Setiap masalah yang ada haditsnya dari Rasulullah SAW menurut ahli hadits yang

bertentangan dengan pendapatku, niscaya aku cabut pendapatku baik selama aku masih hidup atau setelah matiku.

g. Bila kalian melihatku mengemukakan suatu pendapat, dan ternyata ada hadits sahih yang bertentangan dengan pendapatku maka ketahuilah bahwa pendapatku tidak pernah ada.

h. Semua yang aku ucapkan sedangkan ada hadits Rasulullah SAW yang sahih bertentangan dengan pendapatku maka hendaknya diutamakan hadits Rasulullah SAW, janganlah bertaklid kepadaku.

i. Setiap hadits yang sahih dari Rasulullah SAW adalah pendapatku, sekalipun kalian tidak mendengarnya dariku

.

4. Ahmad bin Hambal

Imam Hambali adalah seorang imam yang terbanyak mengumpulkan hadits dan yang paling teguh memegangnya. Bhakan ia tidak mau menyusun buku yang mencakup furu’ dan ra’yu. Karena itu ia berkata sebagai berikut.

a. Janganlah bertaklid kepadaku, Malik, Syafi’i, Auza’i dan tidak pula Tsuri, ambillah dari apa yang meraka ambil. (Dalam sebuah riwayat dikatakan : Janganlah bertaklid dalam masalah agama kepada para Imam, ikutilah apa yang dapat dari Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Sedangkan dari tabi’in boleh memilihnya (menolak atau menerima).

b. Al-Auza’i berpendapat, Malik berpendapat, dan Abu Hanifah berpendapat. Menurutku semuanya adalah ra’yu, sedangkan yang dapat dijadikan hujjah dalam masalah-masalah agama adalah atsar (hadits).

c. Barangsiapa menolak hadits Rasulullah SAW maka ia berada di tepi kehancuran.

Demikian pendapat-pendapat para imam dalam masalah berpegang teguh pada hadits, dan larangan bertaklid tanpa pengetahuan. Masalahnya sangat jelas tanpa perlu perdebatan dan penakwilan. Yaitu barangsiapa berpegang teguh terhadap hadits, seklipun bertentangan dengan pendapat para imam, tidak berarti menyalahi pendapat mazhab yang dianut dan juga tidak berarti telah keluar dari jalan yang ditempuh mazhabnya. Bahkan dengan demikian telah mengikuti jalan dan pendapat para imam, telah berpegang pada tali yang kuat yang tidak dapat dipisahkan. Akan tetapi tidak demikian dengan sebaliknya. Barangsiapa yang meninggalkan sunnah yang

sahih hanya dikarenakan tealh berbeda dengan pendapat para imam maka bearti telah melanggar para imam dan telah menentang pendapat para imam sebagaimana tersebut diatas. Alloh berfirman dalam QS. an-Nisaa’ ayat 65 (artinya) ”Maka demi Rabbmu, mereka (pada hakikatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan. Kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan dan mereka menerima

dangan sepenuhnya” Dan QS. An-Nur ayat 63 (artinya) ”Hendaklah orang-orang yang menyalahi perintahNya takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih”

Al-Hafidz Ibnu Rajab berkata ”Hendaknya orang yang telah mengetahui hadits Rasulullah SAW menjelaskannya kepada umat, menasihatinya dan menyeru mereka mengikuti dan ber-ithba’ meski bertentangan dengan pendapat orang yang berpengaruh sekalipun. Sesungguhnya hadist Rasulullah SAW lebih layak untuk diagungkan dan diteladani daripada pendapat orang yang paling berpengaruh

dan terkenal dikalangan umat yang berselisih pendapat, yang terkadang pendapat mereka itu salah.

Berdasarkan hal inilah para sahabat dan generasi setelahnya menolak setiap pendapat yang bertentangan dengan sunnah yang sahih. Bahkan cara penolakannya terlihat kasar. Bukan karena perasaan benci tetapi karena perasaan cinta dan pengagungan pada diri mereka. Pasalnya Rasulullah

SAW lebih mereka cintai dan perintahnya dijunjung tinggi diatas perintah semua makhluk. Apabila terjadi pertentangan antara perintah Rasulullah SAW dengan yang lainnya maka hendaknya perintah Rasulullah SAW didahulukan dan diikuti. Namun tetapi menghargai orang yang berselisih dengan perintah Rasulullah SAW meskipun dia itu adalah orang yang telah diampuni. Bahkan orang yang telah diampuni oleh Alloh SWT apabila didapi pendapatnya bertentangan dengan perintah Rasulullah

SAW tidak merasa benci bila seseorang meninggalkan pendaptnya jika benar-benar pendapatnya itu bertentangan dengan perintah Rasulnya. Menurut saya, tidak masuk akal apabila mereka membenci akan hal itu. Sedangkan imam telah memerintahkan pengikutnya dan mengharuskan mereka agar menginggalkan pendapat mazhab jika

kemudian didapati bertentangan dengan sunnah. Bahkan imam Syafi’i memerintahkan kepada muridnya agar mengatasnamakan dirinya terhadap sunnah yang sahih, meskipun dia sendiri tidak meriwayatkannya atau malah pendapatnya bertentangan dengan sunnah itu.

Oleh karena itu Ibnu Daqiq al-’Id ketika menyusun masalah-masalah setiap imam mazhab yang bertentangan dengan sunnah dalam satu jilid besar, ia dalam mukadimahnya berkata ”Sesungguhnya menisbatkan masalah-masalah ini kepada para imam mujtahid hukumnya haram. Hendaknya para ahli fikih yang mengikuti jejeaknya mengetahuinya agar tidak terjadi salah paham sehingga berakibat

berlaku dusta kepada mereka” Lihat al-Fulani halaman 99.

Catatan kaki :

1 Taklid inilah yang dimaksud oleh imam Thahawi dalam ucapannya, “Tidak bertaklid kecuali orang yang fanatis dan bodoh”. Disadur oleh Ibnu Abidin dalam Rasmu al-Mufti (1/32) dari kumpulan risalahnya.

Tinggalkan komentar