KECEMBURUAN NABI SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM TERHADAP ISTERI-ISTERINYA

Oleh
Dr. Muhammad bin Musa Alu Nashr

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam sangat cemburu kepada isteri-isterinya. Sabdanya:

إَِّنمَآ جُعِلَ اْلآِسْـِتذَانُ ِمنْ أَجِْل البَصَرِ

“Sesungguhnya diadakannya permintaan idzin itu disebabkan penglihatan”.[1]

Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruh pengunjung (seseorang yang bertamu, Red), apabila telah mengetuk pintu agar tidak berdiri di depan pintu[2]. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah melihat seseorang yang sedang mengintip di pintu. Beliau pun bersabda: “Jikalau aku melihatmu, akan aku tusuk matamu dengan ini”. Yakni beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam mempunyai mudrah, seperti sisir untuk menggaruk kepalanya. Sabda beliau juga: “Jika ada seseorang mengintip orang lain dari lubang, kemudian orang itu menusuk matanya, maka tidak mengapa baginya”.

Akan tetapi, cemburu beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah berlebihan hingga sampai derajat berburuk sangka, bahkan beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang hal itu.

Cemburu merupakan sebuah fitrah yang Allah ciptakan untuk manusia. Akan tetapi, yang aneh pada zaman sekarang, kita tidak mendapatkan kecemburuan pada diri para suami, kecuali orang-orang yang dirahmati Allah.

Kecemburuan merupakan fitrah yang Allah jadikan kepada semua makhluk-Nya, sampai-sampai hewan pun (mempunyai rasa cemburu), kecuali binatang babi. Binatang babi ini, satu-satunya hewan yang tidak cemburu terhadap pasangannya. Maka tidak aneh, jika orang-orang kafir pemakan daging babi tersebut tidak mempunyai rasa cemburu terhadap isteri-isteri mereka, karena tabiat mereka serupa dengan tabiat babi, disebabkan mereka banyak makan daging babi. Kalaulah tidak ada pada babi kecuali sifat tersebut, maka sudah cukup mengharamkan memakannya. Dan babi itu najis, suka makan najis.

[Sumber: An-Nabi fi Baitihi, Dr. Muhammad bin Musa Alu Nashr]

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 02/Tahun X/1427H/2006M. Edisi 04/Tahun X/1429H/2008M. Edisi 11/Tahun X/1428H/2007M. MDiterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]
________
Footnote
[1]. Riwayat Bukhari dalam kitab Libas, Bab Al Imtisyath (5/2215) no. 5580, dan kitab Isti`dzan min Ajlil-Bashar (5/2304) no. 5887, dan Muslim dalam kitab Adab, Bab Tahrim Nadhar fi Bait Ghairihi (3/1698) no. 2156.
[2]. Riwayat Abu Dawud dalam kitab Adab, Bab Fil-Isti’dzan (4/344) no. 5174, dan dalam Bab Kam-marrotan Yusallim ar-Rajul fil-Isti’dzan (4/348) no. 6815, dan Ahmad (4/189) dan Baihaqi (8/339) no. 17440.
[3]. Riwayat Muslim dengan lafazh : “Jika seseorang mengintipmu tanpa idzin, kemudian kamu lempar dengan kerikil sehingga membutakan matanya, maka tidak ada dosa bagimu”. Lihat Mukhtashar Shahih Muslim, oleh Syaikh al Albani no. 1424.

Tinggalkan komentar