PENYEBAB MASUK NERAKA


Oleh: Ustadz Achmad Rofi’i, Lc.


بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allooh سبحانه وتعالى,

Bahasan kali ini berkenaan dengan perkara-perkara yang menyebabkan manusia masuk Neraka. Tentu setiap kita tahu bahwa jalan menuju celaka, atau jalan menuju murka Allooh سبحانه وتعالى atau jalan menuju adzab (siksa) Neraka itu banyak sekali.

Sebelum ini telah disampaikan bahwa penyebab masuk Neraka ada dua macam, yaitu :

  1. Penyebab yang menjadikan seseorang kekal dalam Neraka, yaitu :
    1. Kufur Akbar,
    2. Syirik Akbar,
    3. Nifaq Akbar,
    4. Riddah (Murtad).
  1. Penyebab yang menjadikan seseorang masuk Neraka tetapi tidak kekal, yaitu :
    1. Dosa besar (Al Kabaa’ir)
    2. Dosa kecil (Ash Shoghoo’ir), orang yang mendawamkan dosa-dosa kecil.

Ada Hadits Dho’iif (lemah), yang tentunya kita tidak berdalil pada hadits ini, tetapi karena berlafadz do’a, maka bisa diambil sebagai suatu pelajaran, yang isinya:

استعيذوا بالله من عذاب جهنم

Mintalah kalian perlindungan kepada Allooh dari siksa jahannam”. (Hadits Riwayat Imam At Turmudzi dan Imam An Nasaa’i dari Abu Hurairoh رضي الله عنه)

Lalu ada pernyataan:

“Neraka Weil, (celakalah) bagi orang yang menghuni neraka”.

Tentunya banyak perkara yang bisa kita jadikan sebagai dalil, bahwa bagian dari berlindung kepada Allooh سبحانه وتعالى adalah berlindung dari api neraka. Itu adalah merupakan pelajaran dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

Ketika para sahabat mendengar dibacakannya ayat-ayat tentang masalah Neraka, Rosuululloohصلى الله عليه وسلم mengajarkan kepada mereka agar mereka memohon perlindungan dari adzab Neraka. Dan apabila mereka mendengar ayat Allooh yang berkenaan dengan Surga maka mereka disuruh untuk memohon kepada Allooh سبحانه وتعالى agar mereka diberi Surga.

Maka walaupun kita tidak menggunakan dalil tersebut, maka sesungguhnya kita mendapat pelajaran yang dimaksud dari yang lainnya. Intinya adalah bahwa kita harus senantiasa berlindung kepada Allooh سبحانه وتعالى dari Api Neraka.

Riddah adalah penyebab seseorang masuk Neraka.

Termasuk yang menyebabkan seseorang masuk ke dalam Neraka adalah apabila seseorang itu melakukan Riddah (murtad). Maksudnya: Seseorang itu semula kafir, lalu masuk Islam. Setelah masuk Islam, ia kembali kafir (kembali pada kekufuran). Orang itu sudah menjadi kafir kembali. Maka orang tersebut berbeda dengan orang kafir, karena ada orang yang kafir asli (tulen) sejak lahir dan nenek-moyangnya memang kufar (tidak beriman kepada Allooh سبحانه وتعالى).

Kafir yang kedua adalah kaafir sebab. Sebetulnya ia muslim, tetapi karena sebab-sebab tertentu, maka ia terhukumi kafir.

Oleh karena itu hukumnya berbeda, bila seseorang itu kafir asli (tulen) maka hukumnya seperti yang Allooh firmankan yaitu:

Laa ikrooha fiddiin (Tidak ada paksaan dalam agama), yaitu bila seseorang ingin masuk ke dalam Islam, dipersilakan, yaitu dengan membaca dua kalimah Syahadat dan konsekuen dengan ajaran Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Tetapi bila ia ingin menjadi tetap kafir, maka dipersilakan bersiap-siap menerima adzab. Yang demikian itu adalah kafir asli.

Sedangkan kafir dengan sebab, yaitu semula (awalnya) Islam, kemudian murtad, keluar dari Islam; maka seseorang yang seperti ini ada hukum secara syari’atnya. Hukumnya ialah harus ditegakkan Had (dibunuh). Orang tersebut harus dimatikan. Bagi orang yang murtad, apabila Syari’at Islam ini tegak, maka orang yang murtad itu harus dihukum mati. Tidak berlaku ayat:

Laa ikrooha fiddiin,untuk orang yang murtad. Karena ia muslim dan keluar dari Islam, maka orang tersebut harus diminta bertaubat, sehari dua hari, tergantung kebijakan dari Amiir (Penguasa), dan apabila orang tersebut tetap dalam keadaan kufur (murtad) setelah menjadi muslim, maka orang itu hukumannya adalah hukuman mati, dipenggal lehernya.

Demikian hukum Allooh سبحانه وتعالى terhadap manusia yang menjadi ciptaan-Nya dan milik-Nya. Sementara menurut hukum Hak Azasi Manusia (HAM), maka orang (yang murtad) tersebut dibebaskan, boleh berkeliaran dan boleh berpindah-pindah dari “Gang yang satu ke Gang yang lain”, dari kesesatan yang satu kepada kesesatan yang lain. Dan itu akan menjadi penyebab rusuhnya dan tidak beresnya kehidupan di dunia.

Tentang masalah tersebut, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersada dalam Hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al Bukhoory dan Imam Muslim, dari Abdullah bin ‘Abbas رضي الله عنه:

يُحْشَرُ النَّاسُ عُرَاةً حُفَاةً غُرْلًا فَأَوَّلُ مَنْ يُكْسَى إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ الصَّلَاة وَالسَّلَامُ ثُمَّ قَرَأَ { كَمَا بَدَأْنَا أَوَّلَ خَلْقٍ نُعِيدُهُ }

Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم berdiri di tengah-tengah kami. Beliau berdiri sebagai khotib lalu memberikan nasihat dan bersabda: ‘Wahai manusia, sesungguhnya kalian akan dikumpulkan oleh Allooh سبحانه وتعالى dalam keadaan tidak berbusana, tidak beralaskan kaki, tidak berkhitan, dan orang yang pertamakali diberi busana adalah Ibrahim عليه السلام, lalu (dibacakan oleh beliauصلى الله عليه وسلم) firman Allooh سبحانه وتعالى:

Artinya

Seperti Kami awali penciptaanmu, Kami akan kembalikan kalian. Itu adalah sudah suatu janji dan Kami harus melakukannya”(QS. Al Anbiyaa ayat 104) dan (Hadits Riwayat Imam Ahmad dari ‘Abdullooh bin ‘Abbas رضي الله عنه)

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ قَامَ فِينَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- خَطِيبًا بِمَوْعِظَةٍ فَقَالَ « يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّكُمْ تُحْشَرُونَ إِلَى اللَّهِ حُفَاةً عُرَاةً غُرْلاً ( كَمَا بَدَأْنَا أَوَّلَ خَلْقٍ نُعِيدُهُ وَعْدًا عَلَيْنَا إِنَّا كُنَّا فَاعِلِينَ) أَلاَ وَإِنَّ أَوَّلَ الْخَلاَئِقِ يُكْسَى يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِبْرَاهِيمُ عَلَيْهِ السَّلاَمُ أَلاَ وَإِنَّهُ سَيُجَاءُ بِرِجَالٍ مِنْ أُمَّتِى فَيُؤْخَذُ بِهِمْ ذَاتَ الشِّمَالِ فَأَقُولُ يَا رَبِّ أَصْحَابِى. فَيُقَالُ إِنَّكَ لاَ تَدْرِى مَا أَحْدَثُوا بَعْدَكَ. فَأَقُولُ كَمَا قَالَ الْعَبْدُ الصَّالِحُ ( وَكُنْتُ عَلَيْهِمْ شَهِيدًا مَا دُمْتُ فِيهِمْ فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِى كُنْتَ أَنْتَ الرَّقِيبَ عَلَيْهِمْ وَأَنْتَ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ شَهِيدٌ إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

“Beliau صلى الله عليه وسلم melanjutkan: “Manusia pertama yang akan diberi pakaian pada Hari Kiamat adalah Ibrahim عليه السلام. Lalu akan didatangkan sekian banyak manusia dari umatku lalu diambil dengan tangan kirinya, lalu kelak aku pada hari Kiamat ketika aku melihat umatku diperlakukan seperti itu, aku mengatakan kepada Allooh سبحانه وتعالى: “Ya Allooh, mereka adalah para sahabatku”. Lalu dijawab oleh Allooh: “Sesungguhnya kamu tidak tahu apa yang mereka perbuat setelah kamu mati”. Maka aku (Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم) menjawab: “Aku menjadi saksi bagi mereka selama aku di tengah-tengah mereka. Ketika aku Engkau wafatkan,ya Allooh, Engkau-lah yang mengawasi mereka dan Engkau-lah yang Maha Mengetahui. Jika Engkau adzab mereka ya Allooh, sesungguhnya mereka adalah hamba-hamba-Mu dan jika Engkau ampuni mereka, sesungguhnya Engkau adalah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.

Ayat dalam Hadits tersebut merupakan dialog antara Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dengan Allooh سبحانه وتعالى pada hari Kiamat kelak, sebagai pembelaan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم kepada umat beliau. Beliau صلى الله عليه وسلم membela kita bukan saja ketika di dunia, melainkan juga di Akhirat beliau صلى الله عليه وسلم masih membela kita. Dan dengan sangat santun kata-kata beliau seperti dalam Hadits tersebut:

إِنْ تُعَذِّبْهُمْ فَإِنَّهُمْ عِبَادُكَ وَإِنْ تَغْفِرْ لَهُمْ فَإِنَّكَ أَنْتَ الْعَزِيزُ الْحَكِيمُ

Jika Engkau siksa mereka, sesungguhnya mereka adalah hamba-Mu. Tetapi jika Engkau ampuni, ya Allooh, sesungguhnya Engkau Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.

Selanjutnya masih dalam Hadits tersebut Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

“Mereka itu senantiasa murtad kembali ke agama mereka semula, sejak aku tinggalkan mereka”.

Maksudnya setelah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم wafat, mereka kembali ke agama semula, kembali kepada Jahiliyah dan ke-syirikan dan kekufuran serta maksiat, kembali tidak beriman kepada Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

Murtad menyebabkan seseorang masuk ke dalam api Neraka. Na’uudzubillaahi min dzaalik.

Maka hendaknya kita janganlah menjadi orang yang murtad. Pertanyaannya: Apakah yang dimaksud dengan murtad? Apa yang menyebabkan seseorang menjadi murtad. Bagaimana cara orang bertaubat dari murtad? Bagaimana hukumannya bila orang  murtad? Semuanya adalah bahasan besar dan Riddah (murtad) bisa menjadi kitab tersendiri.

Kita garis bawahi bahwa: Murtad (seseorang yang keluar dari Islam), orang tersebut terancam masuk Neraka dan ketika di dunia ia harus dibunuh. Jadi di dunia sengsara dan di Akhirat-pun celaka. Karena ketika di dunia ia harus mati, tidak boleh berpanjang umur, karena menurut Hukum Allooh سبحانه وتعالى orang yang murtad harus dibunuh mati. Sedangkan di Akhirat orang tersebut akan masuk ke dalam Neraka. Na’uudzubillaahi min dzaalik. Rugi di dunia dan rugi di Akhirat. Oleh karena itu, kita hendaknya jangan main-main dengan murtad. Masuk ke dalam Islam dengan Ilmu, dan jika kita sudah masuk Islam pertahankan Islam itu sampai mati.

Termasuk kriteria Murtad adalah orang yang dibaptis, seperti yang sering kita baca atau kita lihat dalam tayangan TV. Orang yang dibaptis dikategorikan sebagai Murtad. Dan itu berbahaya sekali.

Maka kita harus berhati-hati dan waspada, jangan sampai kita tidak tahu rambu-rambu yang berbahaya.Bukan saja untuk diri seseorang, tetapi juga bagi umat Muslimin, apalagi jika yang dibaptis atau yang murtad adalah orang yang dijadikan panutan. Itu adalah berbahaya dan tidak boleh kita menganggap ringan (sepele).

Aniaya terhadap sesama juga menyebabkan seseorang masuk Neraka.

Kata “Aniaya” adalah terjemahaan dari bahasa Arab: Adz Dzulmu – Dzulumaat (kegelapan). Sebagaimana sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bahwa kedzoliman adalah kegelapan pada hari Kiamat.

Ad Dzulmu artinya Aniaya, kebalikan dari Al ‘Adlu (adil), atau Al Hikmah artinya: menempatkan sesuatu pada tempatnya, tepat pada sasarannya. Ketika itu dilanggar, maka disebut Adz Dzulmu (aniaya terhadap orang).

Hadits diriwayatkan oleh Imam Al Bukhoory dari Abu Hurairah رضي الله عنه, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

مَنْ كَانَتْ عِنْدَهُ مَظْلِمَةٌ لِأَخِيهِ فَلْيَتَحَلَّلْهُ مِنْهَا فَإِنَّهُ لَيْسَ ثَمَّ دِينَارٌ وَلَا دِرْهَمٌ مِنْ قَبْلِ أَنْ يُؤْخَذَ لِأَخِيهِ مِنْ حَسَنَاتِهِ فَإِنْ لَمْ يَكُنْ لَهُ حَسَنَاتٌ أُخِذَ مِنْ سَيِّئَاتِ أَخِيهِ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ

“Barangsiapa yang mempunyai sangkut-paut penganiayaan (kedzoliman) terhadap saudaranya (sesama muslim) maka hendaknya minta dihalalkan pada hari itu juga kedzolimannya. Barangsiapa yang tidak mau minta maaf dan minta dihalalkan, perbuatan itu terus dibawanya sampai mati, maka hendaknya ia takut pada suatu hari dimana ia tidak punya dinar atau dirham untuk menebusnya, lalu ia punya pahala kebajikan, maka kebajikannya itu akan diambil untuk diberikan kepada saudaranya yang ia dzolimi itu.”(Hadits Riwayat Imam Al Bukhoory dari Abu Hurariroh رضي الله عنه)

Apabila orang itu sudah tidak punya kebajikan lagi (dalam hadits yang lain), karena kebajikannya habis untuk membayari orang yang didzoliminya. Maka orang yang didzolimi itu akan diambil kejelekan/ dosanya oleh yang berbuat dzolim, kemudian dibebankan kepada orang yang berbuat dzolim tersebut. Na’uudzubillaahi min dzaalik.

Hal tersebut sama dengan Hadits muflis. Dalam Hadits riwayat Imam Muslim, dari Abu Hurairah رضي الله عنه, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

هَلْ تَدْرُونَ مَنْ الْمُفْلِسُ قَالُوا الْمُفْلِسُ فِينَا يَا رَسُولَ اللَّهِ مَنْ لَا دِرْهَمَ لَهُ وَلَا مَتَاعَ قَالَ إِنَّ الْمُفْلِسَ مِنْ أُمَّتِي مَنْ يَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِصِيَامٍ وَصَلَاةٍ وَزَكَاةٍ وَيَأْتِي قَدْ شَتَمَ عِرْضَ هَذَا وَقَذَفَ هَذَا وَأَكَلَ مَالَ هَذَا

“Wahai saudara-saudaraku, kalian tahu siapakah yang disebut muflis (bangkrut)?” Para sahabat menjawab: “Orang muflis (bangkrut) adalah orang yang tidak mempunyai dinar atau dirham dan tidak punya apa-apa dari kesenangan dunia”.

Sabda beliau: “Sesungguhnya orang yang muflis dari umatku adalah orang yang datang pada hari Kiamat membawa pahala sholat, pahala shoum, pahala zakat tetapi orang itu telah mencaci-maki si Fulan, telah menuduhnya,memakan hartanya, telah membunuhnya dan telah menyakitinya (memukulnya)” – Hadits Riwayat Imam Ahmad dari Abu Hurairoh رضي الله عنه )

Dari Hadits tersebut, maka yang menjadikan seseorang bangkrut di Akhirat adalah:

Mencaci maki, menuduh, memakan harta, membunuh, dan menyakiti orang lain. Maka, hendaknya kita berhati-hati, karena perbuatan tersebut bisa berakibat di Akhirat.

Termasuk korupsi adalah memakan harta (hak) orang lain. Meskipun si koruptor itu membangun masjid, membangun panti asuhan anak yatim, membangun jalan dan seterusnya, tetapi karena dengan korupsinya itu ia membuat sekian juta orang menjadi miskin, menjadi korban. Maka pada hari Kiamat ia akan dihisab (dihitung, diperhitungkan), dan pahalanya diberikan kepada orang-orang yang menjadi korban dari kedzolimannya. Kalau dengan itu pun tidak mencukupi, maka ia akan dihisab dengan perbuatannya yang lain; yang juga belum tentu lulus jika dari perbuatan korupsinya saja ia sudah gagal bahkan bangkrut. Maka ia akan menjadi penduduk Neraka seperti yang diberitakan Oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dalam Hadits berikut :

فَإِنْ فَنِيَتْ حَسَنَاتُهُ قَبْلَ أَنْ يَقْضِيَ مَا عَلَيْهِ مِنْ الْخَطَايَا أُخِذَ مِنْ خَطَايَاهُمْ فَطُرِحَتْ عَلَيْهِ ثُمَّ طُرِحَ فِي النَّارِ

Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda: “Jika kebajikannya itu rusak (habis) sebelum diputuskan apa yang mestinya ia lakukan dan dapatkan, kesalahan orang itu akan ditimpakan kepadanya kemudian orang itu akan dicampakkan ke dalam api Neraka” – Hadits Riwayat Imam Ahmad dari Abu Hurairoh رضي الله عنه. Na’udzuubillaahi min dzaalik.

Aniaya (kedzoliman) terhadap sesama akan menyesatkan si pelaku bahkan akan menjerumuskannya ke dalam api Neraka.

Hati yang keras (membatu) menjadikan seseorang masuk ke dalam api Neraka.

Seseorang apabila diingatkan maka orang yang iman dan hatinya hidup, ia akan peka. Semua manusia mempunyai panca-indera. Kalau indera seseorang itu peka, berarti ia normal. Tetapi bila inderanya tidak berfungsi berarti ia sudah ab-normal. Misalnya mata, sebagai alat penglihatan, jika ternyata ada sinar (cahaya) tetapi baginya tetap gelap, maka orang itu buta (tuna-netra). Baginya gelap, maka ia tidak bisa melihat. Sekali pun keadaan itu terang tetapi baginya itu gelap; apalagi keadaan gelap maka baginya tetap gelap. Berarti mati indera penglihatannya.

Misalnya lagi: kulit, alat peraba adalah untuk merasakan. Seharusnya ia bisa merasakan panas, dingin dsbnya. Ketika seseorang tidak merasakan panas atau dingin, berarti orang itu sudah mati perasaannya.

Demikian pula hati, apabila hati diajarkan Al Islam, diperdengarkan Al Qur’an, diperdengarkan Hadits-Hadits Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, dibimbing, dinasihati dan diberikan petunjuk; tetapi orang tersebut tetap berada dalam jalan yang sesat, bahkan mungkin bisa menentang dan melawan, maka berarti hati orang tersebut sudah tidak sehat, bahkan mungkin hati itu sudah mengeras dan mati. Hati yang demikian itu akan menyebabkan seseorang masuk ke dalam api Neraka.

Seperti difirmankan oleh Allooh سبحانه وتعالى dalam Surat Az Zumar  ayat 22 :

أَفَمَنْ شَرَحَ اللَّهُ صَدْرَهُ لِلْإِسْلَامِ فَهُوَ عَلَى نُورٍ مِنْ رَبِّهِ فَوَيْلٌ لِلْقَاسِيَةِ قُلُوبُهُمْ مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ أُولَئِكَ فِي ضَلَالٍ مُبِينٍ (22

“Maka apakah orang-orang yang dibukakan hatinya oleh Allooh untuk (menerima) agama Islam lalu dia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang hatinya membatu)? Maka celaka lah mereka yang hatinya membatu untuk mengingat Allooh. Mereka itu dalam kesesatan yang nyata.”

Orang yang dalam kesesatan yang nyata akan masuk ke dalam api Neraka.  Maka apabila kita diperingatkan, hendaknya segera lah ingat dan sadar.

Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam Surat Al Anfaal ayat 2 :

إِنَّمَا الْمُؤْمِنُونَ الَّذِينَ إِذَا ذُكِرَ اللَّهُ وَجِلَتْ قُلُوبُهُمْ وَإِذَا تُلِيَتْ عَلَيْهِمْ آيَاتُهُ زَادَتْهُمْ إِيمَانًا وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ (2

“Sesungguhnya orang-orang yang beriman adalah mereka yang apabila disebut nama Allooh gemetarlah hatinya, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, bertambah (kuat) imannya dan hanya kepada Tuhan mereka bertawakkul.”

Orang-orang semacam tersebut tentulah orang-orang yang hatinya berfungsi dan hidup.  Tetapi apabila tidak demikian, maka mereka seperti yang disebutkan oleh Allooh سبحانه وتعالى: “Neraka Weil (celakalah) bagi orang yang hatinya keras (membatu) tidak bisa diubah”.

Menyelisihi Sunnah (jalan) Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan jalannya para sahabat, menyebabkan orang  masuk api Neraka.

Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam Surat An Nisaa’ ayat 115 :

وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا (115

“Dan barangsiapa menentang Rosuul (Muhammad) setelah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan dia dalam kesesatan yang telah dilakukannya itu dan akan Kami masukkan dia kedalam neraka Jahannam, dan itu seburuk-buruk tempat kembali.”

Dalam Tafsir yang dimaksud “Ghoira sabilil mu’miniin” adalah selain jalan para sahabat. Maksudnya orang-orang yang menentang (menyelisihi) jalannya Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan jalan para sahabat, maka Allooh akan hukum. Hukumannya adalah: orang itu akan dipalingkan oleh Allooh سبحانه وتعالى dari mendapat kebenaran. Dan di Akhirat kelak dimasukkan ke dalam Jahannam, yaitu tempat kembali yang sangat buruk (Neraka).

Demikian itu karena orang-orang tersebut telah menyelisihi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan para sahabat Rosuul. Orang yang disebut Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah orang-orang yang sesuai dengan ayat tersebut diatas, mereka tidak menentang (memisah) dari Rosuululllooh dan para sahabat beliau. Sedangkan bagi orang yang mengaku Ahlus Sunnah wal Jama’ah, tetapi ternyata menyelisihi ayat tersebut,menyelisihi Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dan para sahabat, maka pengakuan orang-orang tersebut tidak ada artinya.  Mereka tetap terancam masuk api Neraka. Na’uudzu billaahi min dzaalik.

Maka siapa saja yang mengaku Ahlus Sunnah wal Jama’ah harus setia kepada Rosuululloohصلى الله عليه وسلم dan setia kepada para sahabat beliau, karena Rosuul adalah identik dengan As Sunnah dan Para Sahabat adalah identik dengan Al Jama’ah, yakni Jama’ahnya Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, antara lain adalah Abu Bakar As Siddiq,  ‘Abdullooh bin Mas’uud, ‘Abdullooh bin ‘Abbas, ‘Abdullah bin ‘Umar, Jabir bin ‘Abdillah, Musa bin ‘Umair, Mu’adz bin Jabal رضي الله عنهم, pokoknya semua para sahabat.Kita harus tahu apa yang menjadi pendirian mereka, bahkan Khulafaa’ur roosyidiin yang mereka mempunyai Fiqih masing-masing. Misalnya Fiqih Abubakar As Siddiq, Fiqih’ Umar bin Khoththob, Fiqih ‘Utsman bin ‘Affaan,  Fiqih ‘Ali bin Abi Tholib, yang semuanya itu sudah di-Kitabkan oleh para ‘ulama. Kita tinggal merujuk.  Kalau tidak bisa merujuk dan tidak punya kitabnya, tanyakan kepada para ‘Ulama. Insyaa Allooh kita akan mendapatkannya.

Sekali lagi, bahwa Ayat dan Hadits tersebut adalah dalil, bahwa siapa yang menyelisihi Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, siapa yang menyelisihi para sahabat, apalagi membenci para sahabat dan mengkafirkan para sahabat bahkan memerangi para sahabat, sungguh mereka adalah kufar (orang-orang kafir) yang keluar dari firman Allooh سبحانه وتعالى sebagaimana tersebut diatas. Firman Allooh yang berupa ancaman, justru mereka langgar. Tentu dalam waktu yang sama mereka kufur terhadap Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Syahadat mereka menjadi batal. Oleh karenanya mereka berhak mendapat julukan: Murtad. Na’uudzubillaahi min dzaalik.

Berkaitan ayat tentang menyelisihi Rosuul tersebut di atas, juga di dalamnya ada penegasan tentang menyelisihi Allooh سبحانه وتعالى.

Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam Surat Al Jin ayat 23 :

إِلَّا بَلَاغًا مِنَ اللَّهِ وَرِسَالَاتِهِ وَمَنْ يَعْصِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَإِنَّ لَهُ نَارَ جَهَنَّمَ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا (23

“(Aku hanya) menyampaikan (peringatan) dari Allooh dan risalah-Nya. Dan barangsiapa mendurhakai Allooh dan Rosuul-Nya, maka sesungguhnya dia akan mendapat (adzab) neraka Jahannam, mereka kekal didalamnya selama-lamanya.”

Bermaksiat kepada Allooh juga mengancam seseorang untuk masuk ke dalam api Neraka. Maksiat adalah Al Fusuuq wal ‘Ishyan, seperti melakukan dosa besar atau mendawamkan (melakukan selalu) dosa-dosa kecil.

Berwala’ (ber-wali) kepada syaithoon juga menyebabkan orang masuk Neraka.

Percaya bahwa syaithoon adalah penolongnya, mencintai dan mengagungkan syaithoon, percaya kepada syaithoon padahal syaithoon itu identik dengan Jin atau para duta, para perwakilan Jin dari kalangan manusia yaitu yang disebut dengan tukang sihir, dukun, paranormal, tukang tenung, semuanya itu sama saja. Mereka adalah duta-duta syaithoon dari kalangan Jin. Siapa saja yang menjadikan syaithoon sebagai Wali, mereka terancam masuk ke dalam Jahannam.

Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam Surat An Nisaa ayat 119, 120 dan 121 :

وَلَأُضِلَّنَّهُمْ وَلَأُمَنِّيَنَّهُمْ وَلَآمُرَنَّهُمْ فَلَيُبَتِّكُنَّ آذَانَ الْأَنْعَامِ وَلَآمُرَنَّهُمْ فَلَيُغَيِّرُنَّ خَلْقَ اللَّهِ وَمَنْ يَتَّخِذِ الشَّيْطَانَ وَلِيًّا مِنْ دُونِ اللَّهِ فَقَدْ خَسِرَ خُسْرَانًا مُبِينًا (119) يَعِدُهُمْ وَيُمَنِّيهِمْ وَمَا يَعِدُهُمُ الشَّيْطَانُ إِلَّا غُرُورًا (120) أُولَئِكَ مَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَلَا يَجِدُونَ عَنْهَا مَحِيصًا (121

119. “Dan pasti akan kusesatkan mereka, dan akan kubangkitkan angan-angan kosong pada mereka, dan akan kusuruh mereka memotong telinga-telinga binatang ternak (lalu mereka benar-benar memotongnya), dan akan kusuruh mereka mengubah ciptaan Allooh, (lalu mereka benar-benar mengubahya). Barangsiapa menjadikan syaithoon sebagai pelindung selain Allooh, maka sungguh, dia menderita kerugian yang nyata.

120. (Syaithoon itu) memberikan janji-janji kepada mereka dan membangkitkan angan-angan kosong pada mereka, padahal syaithoon itu hanya menjanjikan tipuan belaka kepada mereka.

121. Mereka (yang tertipu) itu tempatnya di neraka Jahannam dan mereka tidak akan mendapat tempat (lain untuk) lari darinya.”

Kalau kita bahas dalam kajian ini maka dalam firman (ayat) tersebut diatas ada unsur sihir, dukun,tukang tenung, dan seterusnya, termasuk orang yang katanya bisa memberikan manfaat dan menjauhkan madhorot melalui jampi-jampi, memberikan jimat-jimat serta mantera-mantera. Intinya bahwa siapa yang menjadikan syaithoon sebagai penolong, wali mereka dan mereka cintai dan mereka agungkan, maka mereka akan masuk ke dalam Neraka.Na’uudzubillaahi min dzaalik.

Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam Surat Faathir ayat 5 dan 6 :

يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ فَلَا تَغُرَّنَّكُمُ الْحَيَاةُ الدُّنْيَا وَلَا يَغُرَّنَّكُمْ بِاللَّهِ الْغَرُورُ (5) إِنَّ الشَّيْطَانَ لَكُمْ عَدُوٌّ فَاتَّخِذُوهُ عَدُوًّا إِنَّمَا يَدْعُو حِزْبَهُ لِيَكُونُوا مِنْ أَصْحَابِ السَّعِيرِ (6

5. “Wahai manusia, sesungguhnya janji Allooh adalah benar, maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdayakanmu dan sekali-kali janganlah syaithoon yang pandai menipu, memperdayakanmu tentang Allah.

6. Sesungguhnya syaithoon itu adalah musuh bagimu, maka anggaplah ia musuh(mu), karena sesungguhnya syaithoon-syaithoon itu hanya mengajak golongannya supaya mereka menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala”

Ternyata syaithoon adalah da’i (penyeru) kepada manusia agar mereka terjerumus ke dalamJahannam. Maka firman Allooh سبحانه وتعالى dalam ayat tersebut mengingatkan agar jangan lah kita tertipu, karena jika tertipu maka mereka (syaithoon) bukan memberikan manfaat tetapi justru menipu agar kita terjerumus kepada murka Allooh سبحانه وتعالى.

Wala’ (loyal, memihak, menolong) kepada orang yang dzolim, akan masuk Neraka.

Loyal kepada orang yang dzolim menyebabkan orang masuk ke dalam Neraka. Yang benar adalah menegakkan hukum Allooh سبحانه وتعالىJika hukum Allooh diterapkan maka keadilan akan tegak. Jika hukum Allooh tidak diterapkan, maka tidak mungkin ada keadilan. Kita harus yakin benar atas perkara ini. Bahwa keadilan itu adanya pada hukum Allooh سبحانه وتعالى,karena tidak ada yang tahu tentang kebutuhan dan kemestian yang diterima oleh manusia kecuali yang menciptakannya, Dia-lah Allooh سبحانه وتعالى.

Bila ada manusia yang mengaku bahwa ia adalah bijak, lalu mengatakan ini yang baik atau ini yang buruk, maka sesungguhnya orang itu mengaku bahwa dirinya adalah Allooh, padahal Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam bentuk pertanyaan :

وَمَنْ أَحْسَنُ مِنَ اللَّهِ حُكْمًا لِقَوْمٍ يُوقِنُونَ (50

Hukum yang mana lagi yang lebih baik daripada hukum Allooh bagi orang-orang yang yakin?”. (QS Al Maa’idah ayat 50)

Jadi orang yang tidak menggunakan hukum Allooh سبحانه وتعالى adalah orang yang ragu terhadap Allooh سبحانه وتعالى. Karenanya dalam firman-Nya: “Bagi orang yang yakin”.

Artinya, orang yang tidak menerapkan Hukum Allooh سبحانه وتعالى berarti orang tersebut tidak yakin, yaitu ragu kepada hukum Allooh. Orang yang ragu terhadap kebenaran hukum Allooh, orang yang ragu terhadap keadilan hukum Allooh سبحانه وتعالى adalah kufur. Disinilah berbahayanya.

Oleh karena itu wahai kaum muslimin, janganlah anda ber-Wala’ (loyal, membantu) kepada orang yang tidak menerapkan hukum Allooh سبحانه وتعالى, apalagi kepada orang yang menjauh dari hukum Allooh سبحانه وتعالىPerhatikan firman Allooh سبحانه وتعالى dalam Surat Huud (11)  ayat 113 :

وَلَا تَرْكَنُوا إِلَى الَّذِينَ ظَلَمُوا فَتَمَسَّكُمُ النَّارُ وَمَا لَكُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ مِنْ أَوْلِيَاءَ ثُمَّ لَا تُنْصَرُونَ (113

“Dan jangan lah kamu condong (loyal, wala’) kepada orang-orang yang dzolim, yang menyebabkan kamu disentuh api Neraka, dan sekali-kali kamu tiada  mempunyai seorang  penolong pun selain dari Allooh, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan.”

Artinya, bahwa Allooh سبحانه وتعالى mengancam kepada manusia, siapa yang ber-Wala’, loyal, menolong, patuh dan taat kepada orang-orang yang dzolim, maka ia akan diadzab dengan api Neraka, dan ia tidak akan mendapat pertolongan selain dari Allooh سبحانه وتعالى dan ia tidak akan ditolong, baik di dunia maupun di akhirat.

Orang yang tidak mendapatkan pertolongan Allooh سبحانه وتعالى ketika di dunia berarti  hidupnya akan selalu kalah dan ia akan selalu terhina. Orang yang tidak mendapatkan pertolongan dari Allooh سبحانه وتعالى di akhirat berarti orang tersebut tidak akan pernah selamat dari api Neraka.Na’uudzubillaahi min dzaalik !

Itulah penyebab-penyebab (secara global) manusia masuk Neraka. Yang seharusnya adalah secara detail, satu-persatu dibahas, sehingga kita mengambil pelajaran, bukan hanya sekedar secara global. Karena banyak sekali jalan menuju Neraka. Bukan hanya masuk surga yang harus dengan modal dan pengorbanan, tetapi masuk Neraka-pun juga dengan modal dan pengorbanan,seperti dijelaskan beberapa pelajaran dari ayat Al Qur’an dan Hadits seperti tersebut diatas.

Tanya-Jawab.

Pertanyaan:

Diberitakan dalam mass-media bahwa BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) se-Madura menolak Syariat Islam. Juga diberitakan bahwa NU (Nahdlotul ‘Ulama) tetap menolak konsep Negara Islam (Negara yang berdasarkan Syari’at Islam).

Padahal seperti disebutkan dalam Al Qur’an bahwa Yahudi dan Nasrani diberi Kitab yaitu Kitab Taurat dan Injil, tetapi diibaratkan oleh Allooh سبحانه وتعالى seperti keledai  yang membawa Kitab di atas punggungnya. Artinya, mereka tidak tahu apa yang dibawanya itu dan tidak pula diterapkan dalam hidupnya. Sekarang terjadi pada sebahagian umat Islam (terutama di Indonesia). Apa yang diajarkan oleh Allooh سبحانه وتعالى dalam Al Qur’an dan As Sunnah itu banyak yang tidak mau mempraktekkan dalam kehidupan sehari-hari.

Mohon penjelasan tentang hal tersebut ?

Jawaban:

Sebenarnya hal yang dimaksudkan dalam pertanyaan tersebut sangat membahayakan.  Kata “menolak”,  dalam bahasa Arab bisa bermakna: Ar ro’du, Al Juhud.

Kalau sudah berbicara “menolak”, atau “menentang” dan  “tidak mau menerima”, maka hukumnya adalah: Murtad dari Al Islam.

Perlu kita ketahui bahwa Islam adalah satu bulatan, bukan merupakan bagian-bagian (partial)Artinya, mengkufuri (menolak) sebagian (sekalipun satu ayat saja) dari Islam adalah sama dengan mengkufuri Islam secara keseluruhan. Inilah bahayanya. Misalnya tentang Rukun Islam yang lima: Syahadat, Sholat, Zakat, Shaum dan Haji. Dari kelima rukun tersebut, salah satu saja tidak dijalankan (diterapkan) oleh seorang muslim dengan sengaja, maka ia sudah murtad (keluar) dari Islam. Kelimanya adalah Syari’at Islam,  merupakan Hukum Allooh سبحانه وتعالى.

Kalau Hukum Allooh tersebut diperluas menjadi tambah banyak menjadi hukum Aqidah(keyakinan), seperti tidak mau meyakini / menolak, tidak mau menerima, tidak mau membenarkan, maka orang yang berlaku demikian berarti sudah kufur.

Seperti halnya orang mestinya menyikapi Ahmadiyah. Ahmadiyah itu murtad dan dinyatakan sebagai agama baru, bukan Islam lagi. Karena mereka meyakini adanya Nabi lain dan terakhir setelah Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, yaitu mengakui adanya Nabi Mirza Ghulam Ahmad dan mereka menolak Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم sebagai Nabi dan Rosuul Penutup, maka maka mereka (Ahmadiyah) disebut murtad dan keluar dari Islam, dan agama mereka adalah agama Ahmadiyah, bukan lagi Islam.

Oleh karena itu seperti halnya menyikapi Ahmadiyah, maka kepada orang yang menolak Syari’at Islam seharusnya menyikapinya seperti itu (yaitu mereka murtad). Orang yang menolak Syari’at Islam adalah berbahaya dan sangat memprihatinkan, kalau memang benar seperti pertanyaan diatas, bahwa ada saudara-saudara kita yang mengaku Muslim tetapi aqidahnya seperti disebutkan diatas. Mudah-mudahan itu tidak terjadi dan mereka kembali ke jalan yang benar.

Pertanyaan:

Berkaitan dengan Pemilu dan Pilpres bagaimana hubungannya dengan Syari’at Islam ?

Jawaban:

Pemilu itu dasarnya adalah Demokrasi. Kata “demokrasi” barasal dari kata demos (kekuasaan) dan kratos (rakyat), artinya demokrasi adalah kekuasaan di tangan rakyat.

Kalau definisi kata “demokrasi” direlevansikan dengan Islam, maka tidak pernah akan bertemu dalam terminologi Firman Allooh سبحانه وتعالى, Sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم serta pendapat (pemahaman) para sahabat dan para  ‘ulama. Pemahaman yang menyatakan bahwa “Kekuasaan ada di tangan manusia (rakyat)”, maka itu tidak ada landasannya sama sekali dari Islam. Karena di dalam Islam, dalam Al Qur’an dan dalam Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم Kekuasaan ada di Tangan Allooh سبحانه وتعالى !!

Penetap hukum, pemvonis perkara adalah ada pada Allooh سبحانه وتعالى dan pada Rosuululloohصلى الله عليه وسلمManusia boleh berbicara, boleh ber-ijtihad, boleh menjabarkan selama itu masih sesuai dengan Al Qur’an dan Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Itulah yang dapat ditemukan dalam terminologi Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

Adapun mengatakan bahwa kekuasaan ada di tangan rakyat, sehingga rakyatlah yang berkuasa menentukan mana yang benar, mana yang salah, mana yang baik, mana yang buruk,  mana yang tepat dan tidak, mana yang layak dan tidak, mana yang haq dan yang bathil, mana yang adil dan mana yang dzolim, maka perkataan seperti itu tidak ada dalam terminologi Ahlus Sunnah wal Jama’ah.

Intinya, bahwa demokrasi itu tidak ada relevansinya dengan Islam. Kalaupun disebutMusyawarah, maka musyawarah itu tidak identik dengan demokrasi. Dalam musyawarah, seandainya yang benar ada pada satu orang, maka satu orang itulah yang harus diikuti. Bukan banyak-banyakan orang. Sedangkan dalam demokrasi yang banyak itulah yang menang.

Dan ternyata dalam Islam, yang menjadi ukuran benar dan selamat ada pada yang sedikit, bukan pada yang banyak. Banyak sekali dalam ayat-ayat Al Qur’an, Allooh سبحانه وتعالى memberitahukan kepada kita kaum muslimin, bahwa yang banyak (mayoritas) adalah Jahil, sesat, tidak tahu, tidak bersyukur dan seterusnya. Dan itu membahayakan jika tidak sesuai dengan Al Qur’an dan Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

Karena demokrasi tidak ada relevansinya dengan Islam maka kita tidak usah pusing-pusing memikirkannya.

Pertanyaan:

Beberapa kali kami menangani kasus-kasus pemurtadan. Ada beberapa kasus pemurtadan yang bisa kami gagalkan, sehingga orang yang hendak murtad itu kembali menjadi Muslim. Tetapi ada juga yang mengalami benturaan (gagal), contohnya ada seorang wanita (yang tadinya Muslimah) lalu terlanjur murtad dan sudah di baptis menjadi Kristen; maka berbagai upaya untuk menjadikannya kembali sebagai Muslimah sudah kami lakukan tetapi selalu gagal. Upaya apakah lagi yang harus kami lakukan ?

Jawaban:

Kita memang harus waspada kepada usaha-usaha Kristenisasi di Indonesia. Dan selanjutnya memang ada unsur kejahilan para Wali / orang tua yang tergiur dengan kemegahan dan berbagai fasilitas yang konon unggul pada sekolah-sekolah kafir, tanpa memperhitungkan resiko aqidah yang akan muncul pada anak-anaknya.

Demikian pula ada masalah solusi pemurtadan dan dakwah, yang sesungguhnya orang yang dimaksud bukan lagi sebagai Muslimah, melainkan ia adalah kaafiroh.

Kita menyikapi kemurtadan orang tersebut adalah dengan mencari penyebabnya. Apakah penyebab orang tersebut masuk Kristen? Apa hanya karena sekedar cinta misalnya, atau sekedar terkena perkara-perkara yang menggiurkan, seperti iming-iming kesempatan kerja, bea-siswa atau fasilitas lainnya, dan itu memang merupakan strategi Kristenisasi yang berlaku. Maka kita tidak usah segan dan boleh dilakukan berbagai upaya untuk menarik kembali saudara kita yang telah terperosok dalam kesesatan itu. Tetapi bila upaya-upaya yang dilakukan telah mentok (gagal), maka keberuntungan bagi orang yang telah berusaha penyelamatannya, sedangkan bagi orang yang terperosok itu maka dia terancam Neraka.

Bagi kita atau anda sudah cukup memberikan peringatan untuk kembali kepada Islam, tetapi bila dia tidak mau, maka tugas kita dan anda hanyalah menyampaikan peringatan.  Tidak lebih dari itu.

Kecuali bagi wali / orang tuanya, mungkin ada usaha penuntutan, dsbnya, karena itu hak seorang wali / orang tuanya.

Pertanyaan:

Apabila kita umat Islam tidak ikut Pemilu, maka dikhawatirkan negara ini akan dikuasai oleh orang-orang kafir, nantinya akan dibuat undang-undang yang mengalahkan Islam.

Jawaban:

Jika benar bahwa ada sekelompok orang yang menolak Syari’at Islam maka hukumnya bagi mereka adalah murtad, seperti dijelaskan diatas.

Sedangkan yang menolak konsep Negara Islam, dimana Negara Islam pola dan sistem pemerintahannya berada dalam koridor Syari’at Muhammad صلى الله عليه وسلم, atau yang disebut dengan Al Khilaafah. Dan kepala pemerintahannya disebut Al Kholiifah.

Kholiifah disebut juga Amiirul Mu’miniin, atau disebut juga Al Imam. Itulah tiga julukan yang disebut dalam Al Khilaafah. Yang selain itu berarti bukan Syari’at Islam.

Tetapi Khilaafah, dimana kepala negaranya disebut Kholiifah, maka semua landasan yang berlaku adalah harulah Syari’at Islam. Sedangkan untuk Indonesia, yang berlaku hanya sebutan Amiirsaja (Amir Indonesia). Lalu untuk Malaysia disebut Amiir Malaysia, untuk Brunai disebut Amiir Brunai, dstnya. Semua itu semestinya berada di bawah Al Kholiifah dunia, yang hanya satu.

Resikonya adalah, siapa yang mengaku sebagai Kholiifah, lalu ada yang mengaku Kholiifah yang kedua, maka Kholiifah kedua yang dibai’at itu wajib dibunuh.

Sabda Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم:

إِذَا بُويِعَ لِخَلِيفَتَيْنِ فَاقْتُلُوا الآخَرَ مِنْهُمَا

“Jika ada dua Kholiifah yang dibai’ah, maka yang dibai’ah terakhir itu harus dibunuh” – Hadits Riwayat Imam Muslim dari Abu Saa’id al Khudry رضي الله عنه.

Maka itu bukan urusan kecil. Itulah sistem Islam, dan itu adalah bagian dari ajaran Muhammad Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

Apabila ada orang yang menolak Negara Islam, artinya sama dengan menolak Syari’at Islam, karena Syari’at Islam itu didalamnya ada yang disebut sistem Al Khilaafah.  Dalam bahasa para ‘Ulama disebut: Al Siyaasah al Syar’iyyah (Politik Syari’at). Maka siapa yang menolak sistem Negara Islam, berarti itu merupakan bagian dari menolak Syari’at Allooh سبحانه وتعالى.

Dalam hal kaitannya  dengan Pemilu, pada dasarnya Islam memberikan  kaidah: “Apabila adamaslahat (kebaikan menurut Syar’i) dan madhorot (keburukan menurut Syar’i), maka hendak lah memilih yang maslahat. Apabila semua berupa maslahat, maka ambil lah maslahat yang lebih besar. Apabila semua berupa madhorot, maka pilih lah yang madhorot-nya paling kecil.”

Berkaitan dengan Pemilu, bila kaum muslimin tidak aktif berperan dalam Pemilu, tetapi hanya sebagai penonton saja, berpangku tangan, lalu memilih Golput, dan bila kelak sebagai akibatnya kaum muslimin dikalahkan dalam suatu negara, maka itu pun tidak baik. Sehingga tidak ada yang lain kecuali kaum muslimin harus ikut berperan serta dalam rangka menyelamatkan bangsa dan kaum muslimin. Hendaknya ia ikut memilih pemimpin siapa yang sekiranya dapat memperingan apa yang akan dialami kaum muslimin pada hari lusa dan yang akan datang.

Pertanyaan :

Seseorang (pejabat) yang sering mengucapkan “Assalamu’alaikum” lalu ditambah “Salam sejahtera untuk kita semua”, apakah yang demikian itu ada unsur musyriknya atau tidak?

Jawaban:

Salam adalah ibadah, bukan adat. Bila ada yang mengatakan bahwa salam adalah kebiasaan, berarti ia menghidupan ajaran Kemal Attaturktokoh sekuler di Turki, dimanaAssalamu’alaikum sama dengan kebiasan mengucapkan selamat pagi, selamat malam, dstnya.

Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

وَإِذَا حُيِّيتُمْ بِتَحِيَّةٍ فَحَيُّوا بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ حَسِيبًا (86

Jika kalian diberi salam penghormatan, maka balas lah salam itu dengan yang semisalnya, atau yang lebih baik daripadanya” (QS An Nisaa’ ayat 86)

Keterangan:

Assalamu’alaikum (semoga engkau diberi keselamatan), warohmatulloohi (semoga Allooh mengasih-sayangimu), wabarokaatuhu (semoga Allooh memberkahimu), ketiga perkara tersebut sangat kita perlukan. Jadi kita dido’akan oleh saudara kita yang bertemu, dimana saja. Oleh karena itu, kita wajib menjawabnya (membalasnya) dengan do’a (salam) itu juga. Memberikan salam hukumnya sunnah dan menjawabnya (membalasnya) adalah wajib.

Maka ketika ada saudara kita memberikan  salam “Assalamu’alaikum” maka kita wajib menjawab “Wa‘alaikumussalaam” atau yang lebih dari itu “Wa’alaikumussalaam warohmatullooh”. Bila ingin seutuhnya, maka jawabannya adalah “Wa’alaikumussalaam warohmatulloohi wabarokaatuh”.

Itulah ajaran Allooh سبحانه وتعالى kepada kita kaum muslimin, dan Sunnah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم. Maka salam menjadi ibadah. Karena sebagai ibadah maka kita dengan sadar mengucapkannya untuk mendo’akan, bukan hanya sekedar ucapan di bibir saja.

Sedangkan bila ditambah dengan kalimat “Salam sejahtera” maka itu merupakan Tasyabbuh(meniru, menyerupai) pola dan kebiasaan orang kafir. Tidak lah pantas seorang muslim mengucapkan seperti itu. Karena ketika kita mengucap “Assalamu’alaikum” adalah bagi orang sesama muslim saja, dan orang kafir tidak perlu dido’akan. Maka tidak usah kita mengucapkan “Salam sejahtera”.

Demikian bahasan kali ini, semoga bermanfaat.

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Tinggalkan komentar