PANDANGAN HUKUM AGAMA TERHADAP PARA AYAH YANG ENGGAN MENIKAHKAN PUTRI-PUTRINYA KARENA MEREKA INGIN TETAP MEMPEROLEH GAJI PUTRI-PUTRINYA.

Oleh
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin

Pertanyaan.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin ditanya : Bagaimana pandangan hukum agama menurut Syaikh terhadap para ayah (orang tua) yang enggan menikahkan putri-putrinya karena masih ingin mendapat bagian dari gaji putri-putri mereka ?

Jawaban.
Keenganan bapak (orang tua) atau lainnya menikahkan putri-putrinya karena (agar) tetap mendapat bagian dari gaji putrinya adalah haram hukumnya. Jika yang enggan menikahkan itu selain bapak (ayah) maka tidak ada hak baginya mengambil harta perempuan asuhannya sedikitpun, dan jika dia adalah ayah dari perempuan itu maka boleh mengambil (memiliki) harta milik putrinya selagi tidak membahayakan sang putri dan tidak dibutuhkannya. Sekalipun begitu, ayah tidak boleh enggan (menghalang-halangi) menikahkannya karena hal tersebut, sebab yang demikian itu merupakan pengkhianatan terhadap amanat. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman.

“Artinya : Hai orang-orang beriman, janganlah kamu mengkhianati Allah dan Rasul (Muhammad) dan juga janganlah kamu mengkhianati amanat-amanat yang dipercayakan keapadamu, sedang kamu mengetahui. Dan ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanya sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar”. [Al-Anfal : 27-28]

Mari perhatikan dan hayati dua ayat di atas. Setelah Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang mengkhianati Allah dan RasulNya dan melarang mengkhianati amanah, Dia befirman.

“Artinya : Bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanya sebagai cobaan dan sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar”. [Al-Anfal : 27-28],

Sebagai suatu isyarat bahwa berkhianat itu tidak boleh, apakah karena ingin mendapat keuntungan harta atau karena sayang kepada anak.

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda.

“Artinya : Apabila seseorang yang kamu ridhai agama dan akhlaknya datang kepadamu untuk melamar, maka kawinkanlah ia (dengan putrimu), jika tidak (kamu kawinkan), niscaya terjadi fitnah dan kerusakan besar di muka bumi ini”. [Diriwayatkan oleh Al-Baihaqi dan Ibnu Majah, namun predikatnya mursal. Hadits ini mempunyai syahid lain di dalam riwayat At-Turmudzi dari riwayat Abu Hatim Al-Muzani]

Jika ditakdirkan bahwa ayah atau wali yang lain enggan dan tidak mau menikahkan putrinya dengan lelaki yang layak baginya, maka dalam kondisi seperti ini urusan kewaliannya berpindah kepada wali-wali yang lain berdasarkan urutan yang paling atas. Dan jika seperti itu terulang (pada wali-wali yang lain), maka kewaliannya menjadi gugur, karena walinya telah menjadi fasiq.

[Bagian dari fatwa Syaikh Ibnu Utsaimin yang beliau tanda tangani]

[Disalin dari. Kitab Al-Fatawa Asy-Syar’iyyah Fi Al-Masa’il Al-Ashriyyah Min Fatawa Ulama Al-Balad Al-Haram, Penyusun Khalid Al-Juraisy, Edisi Indonesia Fatwa-Fatwa Terkini, Penerjemah Musthofa Aini dkk, Penerbit Darul Haq]

Tinggalkan komentar