MU’AMALAT RIBAWI DAN BAHAYANYA (BAGIAN 2)

DALIL-DALIL YANG MENGHARAMKAN RIBA DARI AS-SUNNAH

Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari hadits Abu Hurairah bahwa Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:

اجتنبوا السبع الموبقات قالوا يا

رسول الله وما هن قال الشرك بالله والسحر وقتل النفس التي حرم الله إلا بالحق وأكل الربا وأكل مال اليتيم والتولي يوم الزحف وقذف المحصنات المؤمنات الغافلات

“Hindarilah tujuh hal yang membinasakan.” Ada yang bertanya: “Apakah tujuh hal itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Menyekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa dengan cara yang haram, memakan riba, memakan harta anak yatim, kabur dari medan perang, menuduh berzina wanita suci yang sudah menikah karena kelengahan mereka. “

Diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhu bahwa ia menceritakan:

لعن رسول الله صلى الله عليه وسلم آكل الربا ومؤكله وكاتبه وشاهديه وقال هم سواء

“Rasulullah melaknat pemakan riba, orang yang memberi makan dengan riba, juru tulis transaksi riba, dua orang saksinya, semuanya sama saja.”

Diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari dari Samurah bin Jundub radhiyallahu ‘anhu bahwa ia menceritakan: Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:

رأيت الليلة رجلين أتياني فأخرجاني إلى أرض مقدسة فانطلقنا حتى أتينا على نهر من دم فيه رجل قائم وعلى وسط النهر رجل بين يديه حجارة فأقبل الرجل الذي في النهر فإذا أراد الرجل أن يخرج رمى الرجل بحجر في فيه فرده حيث كان فجعل كلما جاء ليخرج رمى في فيه بحجر فيرجع كما كان فقلت ما هذا فقال الذي رأيته في النهر آكل الربا

“Tadi malam aku melihat dua orang lelaki, lalu keduanya mengajakku pergi ke sebuah tanah yang disucikan. Kamipun berangkat hingga sampai ke satu sungai yang berair darah. Di situ ada seorang pria sedang berdiri. Di tengah sungai ada seorang pria lain yang menaruh batu di hadapannya. Ia menghadap ke arah pria yang ada di sungai. Kalau pria di sungai itu mau keluar, ia melemparnya dengan batu sehingga terpaksa lelaki itu kembali ke dalam sungai darah. Demikianlah seterusnya setiap kali pria itu hendak keluar, pria yang di pinggir sungai melempar batu kemulutnya sehingga ia terpaksa kembali lagi seperti semula. Aku bertanya: “Apa ini?” Salah seorang pria yang bersamaku menjawab: “Yang engkau lihat dalam sungai darah itu adalah pemakan riba.”

IJMA ‘YANG MENGHARAMKAN RIBA

Kaum muslimin seluruhnya telah bersepakat bahwa asal dari riba adalah diharamkan , terutama sekali riba pinjaman atau hutang. Bahkan mereka telah berkonsensus dalam hal itu pada setiap waktu dan tempat. Para ulama Ahli Fikih seluruh madzhab telah menukil ijma ‘tersebut. Memang ada perbedaan pendapat tentang sebagian bentuk aplikasinya, apakah termasuk riba atau tidak dari segi praktisnya, namun tidak bertentangan dengan asal ijma ‘yang telah diputuskan dalam persoalan itu.

Ijma ‘akan pengharamannya dipastikan Ibnu Hazm dalam Maratib Al Ijma ‘ hal 103, Ibnu Rusyd dalam Al Muqaddimah wal Mumahadah 2/8, Al Mawardi dalam Al Haawi Al Kabir 5/74, An Nawawi dalam Al Majmu ‘Syarhul Muhadzab 9/391, dan Ibnu Taimiyah dalam Majmu ‘Al Fatawa 29/419.

Pengharaman Riba tidak terbatas hanya pada syari’at islam bahkan juga ada dalam syari’at agama sebelumnya.

PERIODISASI PENGHARAMAN RIBA

Sebagaimana khamr, riba tidak Allah haramkan sekaligus, melainkan melalui tahapisasi yang hampir sama dengan tahapisasi pengharaman khamr:

1. Tahap pertama: Dengan mematahkan paradigma manusia bahwa riba akan melipatgandakan harta.
Pada tahap pertama ini, Allah SWT hanya memberitahukan pada mereka, bahwa cara yang mereka gunakan untuk mengembangkan uang melalui riba sesungguhnya sama sekali tidak akan berlipat di mata Allah SWT . Bahkan dengan cara seperti itu, secara makro berakibat pada tidak tawazunnya sistem perekonomian yang berakibat pada penurunan nilai mata uang melalui inflasi. Dan hal ini justru akan merugikan mereka sendiri.

Pematahan paradigma mereka ini Allah gambarkan dalam QS. Ar-Rum / 30: 39;

“Dan tambahan (riba) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya). “

2. Tahap kedua: memberitahukan bahwa riba diharamkan untuk umat terdahulu.
Setelah mematahkan paradigma tentang melipat gandakan uang sebagaimana di atas, Allah SWTlalu menginformasikan bahwa karena buruknya sistem ribawi ini, maka umat-umat terdahulu juga telah dilarang untuk mereka. Bahkan karena mereka tetap bersikeras memakan riba, maka Allah kategorikan mereka sebagai orang-orang kafir dan Allah janjikan kepada mereka azab yang pedih.

Hal ini sebagaimana yang Allah SWT firmankan dalam QS 4: 160 – 161:

“Maka disebabkan kelaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, dan karena mereka banyak menghalangi manusia dari jalan Allah. Dan disebabkan mereka memakan riba, padahal sesungguhnya mereka telah dialarang dari padanya, dan karena mereka harta dengan cara yang bathil. Kami telah menyediaka nuntuk orang-orang kafir diantara mereka itu siksa yang pedih. “

3. Tahap ketiga: Penjelasan bahwa riba secara sifatnya akan menjadi berlipat ganda.
Lalu pada tahapan yang ketiga, Allah SWT menjelaskan bahwa riba secara sifat dan karakernya akan menjadi berlipat dan akan semakin besar, yang tentunya akan menyusahkan orang yang terlibat di dalamnya. Namun yang perlu digarisbawahi bahwa ayat ini sama sekali tidak menggambarkan bahwa riba yang dilarang adalah yang berlipat ganda, sedangkan yang tidak berlipat ganda tidak dilarang.

Pemahaman seperti ini adalah pemahaman yang keliru dan sama sekali tidak dimaksudkan dalam ayat ini. Allah SWT berfirman (QS. 3:130),

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan.”

4. Tahap keempat: Pelarangan segala macam dan bentuk riba.
Ini merupakan tahapan terakhir dari seluruh rangkaian periodisasi pengharaman riba. Dalam tahap ini, seluruh jaringan aktivitas dan muamalah yang berkaitan dengan riba, baik langsung maupun tidak langsung, berlipat ganda maupun tidak berlipat ganda, besar maupun kecil, semuanya adalah terlarang dan termasuk dosa besar.

Allah SWT berfirman dalam QS. 2: 278 – 279;

“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan seluruh sisa dari riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Maka jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Alla hdan Rasul-Nya akan memerangimu. Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak pula dianiaya. “

= Bersambung insya Allah =

Penulis: Ustadz Kholid Syamhudi, Lc
Artikel www.UstadzKholid.com

Tinggalkan komentar