ALQUR’AN MEMBERIKAN PENGARAHAN AGAR TIDAK MELAKUKAN PERBUATAN YANG MUBAH

Al-Qur’ân Memberikan Pengarahan Agar Tidak Melakukan Perbuatan Yang Mubah (Bersifat Boleh) Apabila (Hal Tersebut) Dapat Mengantarkan Kepada Perkara Haram Atau Meninggalkan Hal Yang Wajib

Kaidah ini telah tercantum dalam banyak ayat dalam al-Qur’ân, dan termasuk dalam kandungan kaidah al-wasâil lahâ ahkâmul maqâshid (sebuah perbuatan dihukumi berbeda tergantung tujuannya).

Yang termasuk dalam kaidah ini adalah firman Allâh Azza wa Jalla :

وَلَا تَسُبُّوا الَّذِينَ يَدْعُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ فَيَسُبُّوا اللَّهَ عَدْوًا بِغَيْرِ عِلْمٍ

Dan janganlah engkau memaki sesembahan selain Allah yang mereka sembah karena nanti mereka akan mencela Allah dengan melampaui batas tanpa dasar ilmu pengetahuan” [al-An’âm/6:108][1]

Juga firman-Nya :

وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِنْ زِينَتِهِنَّ

Dan janganlah mereka (kaum wanita) menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan [an-Nur/24:31][2]

فَلَا تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ

Maka janganlah kalian (istri-istri Nabi) tunduk (melemahlembutkan suara) dalam berbicara sehingga bangkit nafsu orang yang di dalam hatinya ada penyakit [al-Ahzâb/33:32]

Dan firman-Nya :

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَىٰ ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ

Wahai orang-orang yang beriman apabila telah diseru untuk melaksanakan shalat pada hari Jum’at maka bersegeralah kamu mengingat Allâh dan tinggalkanlah perdagangan [al-Jumu’ah/62:9]

Masih banyak ayat lain yang menunjukkan kaedah yang agung ini. Maka, (hukum) perkara-perkara mubah itu tergantung pada tujuannya. Apabila menjadi perantara yang mengantarkan pada hal wajib ataupun sunnah, maka perbuatan tersebut (berubah hukumnya) menjadi hal yang diperintahkan. (Sebaliknya) jika perbuatan itu menjadi jembatan menuju perkara haram atau meninggalkan kewajiban, maka hal tersebut diharamkan dan terlarang (untuk dilakukan). Karena amal-amal perbuatan itu hanya tergantung pada niat si pelaku, di awal dan akhirnya. Wallâhul muwaffiq.

(Dikutip dari kitab Al-Qawâidul Hisân, Syaikh Abdurrahmân bin Nâshir as-Sa`di, halaman. 131-132)

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 01/Tahun XIV/1431H/2010. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Allâh Azza wa Jalla melarang perbuatan mencela terhadap sesembahan kaum kafir, meskipun merupakan sesuatu yang mengandung kemaslahatan, karena dapat berdampak munculnya celaan terhadap Allâh dari mereka (kaum kafir) sebagai tindakan balasan. Dan celaan yang dialamtkan kepada Allâh Azza wa Jalla termasuk tindakan yang sangat buruk.
[2]. Pada asalnya, menghentakkan kaki ke tanah bagi seorang wanita diperbolehkan. Akan tetapi, bila menimbulkan mafsadah (bahaya) berupa isyarat yang berisi pemberitahuan apa yang disembunyikan oleh wanita dalam kakinya, maka hukum perbuatan ini dilarang. (Penjelasan Syaikh Khâlid bin ‘Abdullâah al-Muslih dalam syarahnya)

Tinggalkan komentar