YAUMUL HISAAB


Oleh:  Ustadz Achmad  Rofi’i, Lc.

بسم الله الرحمن الرحيم

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Muslimin dan muslimat yang dirahmati Allooh سبحانه وتعالى,

Bahasan kali ini adalah merupakan kelanjutan dari bahasan-bahsan sebelumnya, yaitu berkenaan dengan: “Beriman kepada Hari Akhir”, mencakup Al Qiyaamah Ash Shughro (Kematian),Al Qiyaamah Al Kubro (Kiamat Besar), dimana fase-fasenya diawali dengan: Tanda-tanda akan terjadinya Hari Kiamat, Kedahsyatan-kedahsyatan ketika Kiamat itu terjadi, Hari Dibangkitkan oleh Allooh سبحانه وتعالى setelah manusia mati (baik ia mati melalui Al Qiyaamah Ash Shughro maupun mati melalui Al Qiyaamah Al Kubro) maka semua manusia tanpa kecuali akan Allooh سبحانه وتعالى bangkitkan.

Setelah dibangkitkan lalu dikumpulkan di padang Mahsyar. Hari itu disebut Yaumul Hasyratau Yaumul Mahsyar, yaitu hari dimana manusia dikumpulkan oleh Allooh سبحانه وتعالى di suatu padang yang sangat luas, dari manusia sejak zaman Nabi Adam عليه السلام (termasuk Nabi Adam عليه السلام), sampai dengan ummat terakhir Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم.

Jika sekarang manusia yang masih hidup di dunia ini berjumlah kira-kira 4 milyar orang, maka bayangkan betapa kelak akan berkumpul manusia sejak zaman Nabi Adam عليه السلام sampai dengan ummat terakhir Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم, maka kira-kira berapakah jumlah manusia yang terkumpul di padang Mahsyar kelak ? Pada saat yang bersamaan, manusia yang sedemikian banyaknya akan berkumpul dan berdiri di bawah terik matahari. Mudah-mudahan Allooh سبحانه وتعالى memberikan perlindungan kepada kita kaum Muslimin. Karena pada hari itu sungguh setiap orang akan sangat membutuhkan naungan dari Allooh سبحانه وتعالى.

Dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 6806, dari Shohabat Abu Hurairohرضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

سَبْعَةٌ يُظِلُّهُمُ اللَّهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ فِي ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَّ ظِلُّهُ إِمَامٌ عَادِلٌ وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ اللهِ وَرَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ فِي خَلاَءٍ فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسْجِدِ وَرَجُلاَنِ تَحَابَّا فِي اللهِ وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ إِلَى نَفْسِهَا قَالَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ وَرَجُلٌ تَصَدَّقَ بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا صَنَعَتْ يَمِينُهُ

Artinya:

7 (tujuh) kelompok manusia yang Allooh سبحانه وتعالى akan berikan naungan dalam naungan-Nya, pada hari tidak ada naungan kecuali naungan-Nya.

1)      Imaam yang adil

2)      Pemuda yang tumbuh dalam beribadah pada Allooh سبحانه وتعالى

3)      Seseorang yang mengingat Allooh سبحانه وتعالى dalam kesendirian sehingga kedua matanya melelehkan air mata

4)      Seseorang yang hatinya terpaut dengan Masjid

5)      Dua orang yang saling mencinta karena Allooh سبحانه وتعالى

6)      Seseorang yang diajak oleh seorang perempuan berstatus dan cantik untuk berlaku tidak senonoh dengannya, lalu dia mengatakan, Sungguh aku takut pada Allooh سبحانه وتعالى.”

7)      Seseorang yang bershodaqoh, dia sembunyikan tangan kirinya agar tidak tahu apa yang diinfaqkan oleh tangan kanannya.”

 Itulah yang disebut Al Hasyr, hari ketika manusia dikumpulkan oleh Allooh سبحانه وتعالى dan disaat itu sesungguhnya manusia akan sangat memerlukan naungan dari Allooh سبحانه وتعالى.

Pada proses berikutnya adalah Yaum Al Ardh, manusia akan diperlihatkan Dewan (BukuCatatan Amal)-nya.

Perhatikanlah firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Az Zumar (39) ayat 69 sebagai berikut :

وَأَشْرَقَتِ الْأَرْضُ بِنُورِ رَبِّهَا وَوُضِعَ الْكِتَابُ وَجِيءَ بِالنَّبِيِّينَ وَالشُّهَدَاء وَقُضِيَ بَيْنَهُم بِالْحَقِّ وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ

Artinya:

Dan terang benderanglah bumi (padang mahsyar) dengan cahaya (keadilan) Robb-nya; dandiberikanlah buku (perhitungan perbuatan masing-masing) dan didatangkanlah para nabi dan saksi-saksi dan diberi keputusan di antara mereka dengan adil, sedang mereka tidak dirugikan.”

Juga perhatikan firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al Isroo’ (17) ayat 13 berikut ini:

وَكُلَّ إِنسَانٍ أَلْزَمْنَاهُ طَآئِرَهُ فِي عُنُقِهِ وَنُخْرِجُ لَهُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ كِتَاباً يَلْقَاهُ مَنشُوراً ﴿١٣﴾ اقْرَأْ كَتَابَكَ كَفَى بِنَفْسِكَ الْيَوْمَ عَلَيْكَ حَسِيباً ﴿١٤﴾

Artinya:

(13) Dan tiap-tiap manusia itu telah Kami tetapkan amal perbuatannya (sebagaimana tetapnya kalung) pada lehernya. Dan Kami keluarkan baginya pada hari kiamat sebuah kitab yang dijumpainya terbuka.

(14) Bacalah kitabmu, cukuplah dirimu sendiri pada waktu ini sebagai penghisab terhadapmu.”

Pada saat itu manusia ada yang menerima “Dewan” (Buku Catatan Amalan)-nya dengan tangan kanan dan ada pula yang menerimanya dengan tangan kiri, seperti disebutkan dalam banyak ayat Al Qur’an, antara lain dalam Surat Al Insyiqooq (84) ayat  7 – 12 :

فَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ بِيَمِينِهِ ﴿٧﴾ فَسَوْفَ يُحَاسَبُ حِسَاباً يَسِيراً ﴿٨﴾ وَيَنقَلِبُ إِلَى أَهْلِهِ مَسْرُوراً ﴿٩﴾ وَأَمَّا مَنْ أُوتِيَ كِتَابَهُ وَرَاء ظَهْرِهِ ﴿١٠﴾ فَسَوْفَ يَدْعُو ثُبُوراً ﴿١١﴾ وَيَصْلَى سَعِيراً ﴿١٢﴾

Artinya:

(7) Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya,

(8) maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah,

(9) dan dia akan kembali kepada kaumnya (yang sama-sama beriman) dengan gembira.

(10) Adapun orang yang diberikan kitabnya dari belakang,

(11) maka dia akan berteriak: “Celakalah aku”.

(12) Dan dia akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka).

Banyak lagi ayat-ayat Al Qur’an yang menyatakan kejadian sebagaimana disebutkan diatas, yaitu tentang masalah Al Hisaab. Itulah yang dimaksud dengan “Dewan (Buku Catatan Amal) yang kelak akan dibagikan kepada kita semua.

Kemudian akan berlanjut dengan proses berikutnya, yakni apabila manusia sudah diberikan catatan yang berisi tentang apa yang diperbuatnya ketika hidup di dunia tersebut, maka Allooh سبحانه وتعالى sudah memberikan isyarat sebagaimana apa yang difirmankan-Nya dalam Surat Al Zalzalah (99) ayat 7 dan 8 yakni :

فَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ خَيْراً يَرَهُ ﴿٧﴾ وَمَن يَعْمَلْ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ شَرّاً يَرَهُ ﴿٨﴾

Artinya:

(7) Barangsiapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)-nya.

(8) Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah pun, niscaya dia akan melihat (balasan)-nya pula.

Semua amalan itu akan dilihat dalam bentuk catatan yang telah dibuat oleh Malaikat Roqib dan‘Atid, yang mendokumentasikan serta mengabadikan seluruh perbuatan maupun perkataan manusia ketika ia hidup di dunia.

Terjadi pergantian antara Malaikat di malam dan di siang hari. Bahkan terjadi pergantian sepekan sekali antara malaikat yang bergilir pada hari Senin dan hari Kamis. Dan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjelaskan tentang hal tersebut ketika ditanya mengapa beliau صلى الله عليه وسلم melakukan shoum tiap hari Senin dan Kamis, maka sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imaam At Turmudzy no: 752, dishohiihkan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany رحمه الله, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

تُعْرَضُ الأَعْمَالُ يَوْمَ الاِثْنَيْنِ وَالْخَمِيسِ فَأُحِبُّ أَنْ يُعْرَضَ عَمَلِى وَأَنَا صَائِمٌ 

Artinya:

Amalan manusia itu ditampakkan pada Allooh pada hari Senin dan Kamis, maka aku suka jika amalanku diperlihatkan pada Allooh sedangkan aku dalam keadaan shoum.”

Lalu dalam QS. Al Mujaadalah (58) ayat 6, Allooh سبحانه وتعالى berfirman:

يَوْمَ يَبْعَثُهُمُ اللَّهُ جَمِيعاً فَيُنَبِّئُهُم بِمَا عَمِلُوا أَحْصَاهُ اللَّهُ وَنَسُوهُ وَاللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ ﴿٦﴾ أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الْأَرْضِ مَا يَكُونُ مِن نَّجْوَى ثَلَاثَةٍ إِلَّا هُوَ رَابِعُهُمْ وَلَا خَمْسَةٍ إِلَّا هُوَ سَادِسُهُمْ وَلَا أَدْنَى مِن ذَلِكَ وَلَا أَكْثَرَ إِلَّا هُوَ مَعَهُمْ أَيْنَ مَا كَانُوا ثُمَّ يُنَبِّئُهُم بِمَا عَمِلُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّ اللَّهَ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيمٌ ﴿٧﴾

Artinya:

(6) Pada hari ketika mereka dibangkitkan Allooh semuanya, lalu diberitakan-Nya kepada mereka apa yang telah mereka kerjakan. Allooh mengumpulkan (mencatat) amal perbuatan itu, padahal mereka telah melupakannya. Dan Allooh Maha Menyaksikan segala sesuatu.

(7) Tidakkah kamu perhatikan, bahwa sesungguhnya Allooh mengetahui apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi? Tiada pembicaraan rahasia antara tiga orang, melainkan Dia-lah yang keempatnya. Dan tiada (pembicaraan antara) lima orang, melainkan Dia-lah yang keenamnya. Dan tiada (pula) pembicaraan antara (jumlah) yang kurang dari itu atau lebih banyak, melainkan Dia ada bersama mereka di manapun mereka berada. Kemudian Dia akan memberitakan kepada mereka pada hari kiamat apa yang telah mereka kerjakan. Sesungguhnya Allooh Maha Mengetahui segala sesuatu.”

Juga sebagaimana firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Al Jaatsiyah (45) ayat 28-29 berikut ini:

وَتَرَى كُلَّ أُمَّةٍ جَاثِيَةً كُلُّ أُمَّةٍ تُدْعَى إِلَى كِتَابِهَا الْيَوْمَ تُجْزَوْنَ مَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ ﴿٢٨﴾ هَذَا كِتَابُنَا يَنطِقُ عَلَيْكُم بِالْحَقِّ إِنَّا كُنَّا نَسْتَنسِخُ مَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ ﴿٢٩﴾

Artinya:

(28) Dan (pada hari itu) kamu lihat tiap-tiap umat berlutut. Tiap-tiap umat dipanggil untuk (melihat) buku catatan amalnya. Pada hari itu kamu diberi balasan terhadap apa yang telah kamu kerjakan.

(29) (Allooh berfirman): “Inilah kitab (catatan) Kami yang menuturkan terhadapmu dengan benar. Sesungguhnya Kami telah menyuruh mencatat apa yang telah kamu kerjakan.”

Semuanya itu merupakan bukti bahwa amalan manusia akan dicatat oleh Allooh سبحانه وتعالى melalui Malaikat sebagaimana disebutkan diatas. Tidak ada pencatatan yang dapat mengalahkan lengkapnya catatan Malaikat yang ditugaskan oleh Allooh سبحانه وتعالى. Seandainya seseorang itu akan mencatat, mendokumentasikan amalan perbuatan yang dilakukannya setiap hari selama hidupnya, tentu lah tidak akan bisa selengkap catatan Malaikat. Sebagai perumpamaan dan perbandingan, bila seseorang dicatat perbuatannya sejak usia ‘aaqil-baaligh, misalnya sejak umur 15 tahun sampai dengan 60 tahun (– rata-rata usia manusia sekarang –), maka ia akan mempunyai catatan amalan perbuatan selama 45 tahun. Satu tahun adalah 360 hari, setiap hari 24 jam, maka bila dijumlahkan semuanya adalah 45 X 360 X 24 jam = 388.800 jam. Bila direkam dengan kaset rekaman dimana durasi 1(satu) kaset adalah satu jam, maka betapa akan dibutuhkan sebanyak 388.800 kaset setiap orang, untuk mencatat (merekam) seluruh kehidupannya selama di dunia. Maka renungkanlah betapa luar biasa dan lengkapnya pencatatan amalan manusia sejak manusia pad zaman Nabi Adam عليه السلام hingga manusia pada hari Kiamat, yang dilakukan oleh Malaikat atas perintah Allooh سبحانه وتعالى tersebut.

Al Hisaab

Semua catatan tentang perbuatan kita selama hidup di dunia akan diperlihatkan oleh Allooh سبحانه وتعالى kelak di Akhirat. Catatannya amat sangat lengkap dan detail. Setiap detik bahkan sepersekian detik adalah tercatat, dan setiap orang akan mengakuinya. Setiap orang akan dipanggil oleh Allooh سبحانه وتعالى, yang panggilannya itu akan terdengar oleh orang yang terjauh sekalipun, terdengar seperti suara orang yang terdekat dengannya.

Panggilannya : “Ya Fulan, lihat ini amalanmu, akan kamu akui atau kamu ingkari?”.

Sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imaam Ibnu Maajah no: 4300, di-shohiih-kan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany رحمه الله, dari Shohabat ‘Abdullooh bin ‘Amr bin Al ‘Ash رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

يُصَاحُ بِرَجُلٍ مِنْ أُمَّتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ عَلَى رُؤُوسِ الْخَلاَئِقِ ، فَيُنْشَرُ لَهُ تِسْعَةٌ وَتِسْعُونَ سِجِلاًّ ، كُلُّ سِجِلٍّ مَدَّ الْبَصَرِ ، ثُمَّ يَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ : هَلْ تُنْكِرُ مِنْ هَذَا شَيْئًا ؟ فَيَقُولُ : لاَ ، يَا رَبِّ ، فَيَقُولُ : أَظَلَمَتْكَ كَتَبَتِي الْحَافِظُونَ ؟ فَيَقُولُ : لاَ ، ثُمَّ يَقُولُ : أَلَكَ عُذْرٌ ، أَلَكَ حَسَنَةٌ ؟ فَيُهَابُ الرَّجُلُ ، فَيَقُولُ : لاَ ، فَيَقُولُ : بَلَى ، إِنَّ لَكَ عِنْدَنَا حَسَنَاتٍ ، وَإِنَّهُ لاَ ظُلْمَ عَلَيْكَ الْيَوْمَ ، فَتُخْرَجُ لَهُ بِطَاقَةٌ فِيهَا : أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ ، وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ ، قَالَ : فَيَقُولُ : يَا رَبِّ مَا هَذِهِ الْبِطَاقَةُ ، مَعَ هَذِهِ السِّجِلاَّتِ ؟ فَيَقُولُ : إِنَّكَ لاَ تُظْلَمُ ، فَتُوضَعُ السِّجِلاَّتُ فِي كِفَّةٍ ، وَالْبِطَاقَةُ فِي كِفَّةٍ ، فَطَاشَتِ السِّجِلاَّتُ ، وَثَقُلَتِ الْبِطَاقَةُ.

Artinya:

Diseru seorang dari ummatku pada Hari Kiamat di hadapan manusia, kemudian ditebarnya 99 (sembilan puluh sembilan) catatan, sedangkan setiap catatan adalah sejauh mata memandang.

Kemudian Allooh سبحانه وتعالى berfirman, “Apakah kamu memungkiri sesuatu dari apa yang ada didalamnya?

Lalu orang tersebut menjawab, “Tidak ya Allooh.”

Allooh سبحانه وتعالى berfirman, “Apakah Malaikat pencatat-Ku menganiayamu?

Lalu orang itu pun menjawab, “Tidak.”

Kemudian Allooh سبحانه وتعالى berfirman, “Apakah kamu punya alasan, apakah punya kebaikan?”

Maka orang itu pun tercengang, lalu mengatakan, “Tidak.”

Lalu Allooh سبحانه وتعالى berfirman, “Justru kamu mempunyai kebaikan disisi Kami, dan hari ini tidak ada kedzoliman terhadapmu; maka dikeluarkanlah untuknya kartu yang didalamnya terdapat ‘Aku bersaksi tidak ada yang berhak diibadahi dengan sebenarnya kecuali Allooh, dan bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan-Nya’.”

Orang itu pun berkata, “Ya Allooh, kartu apa ini beserta catatan apa ini?”

Allooh سبحانه وتعالى berfirman, “Kamu tidak dianiaya, maka diletakkanlah catatan-catatannya pada sebelah timbangan, dan diletakkan kartu pada sebelah timbangan yang lain; maka terpelantinglah catatan amalan dan beratlah kartu tersebut.”

Maka setiap manusia akan mengakuinya dan tidak bisa membantahnya. Itu lah yang disebut Hari Al Hisaab atau Yaumul Hisaab.

Buku catatan itu besarnya adalah seluas mata manusia memandang. Lebar dan panjangnya adalah sejauh pandangan mata manusia. Semuanya berisi tentang catatan amalan manusia, yang amatlah sangat jarang diantara kita yang mengingat tentang apa yang akan dihisab (dihitung) oleh Allooh سبحانه وتعالى pada hari Kiamat. Perkataan, perbuatan serta amalan manusia sehari-harinya tidaklah akan luput dari pencatatan itu. Pernahkah terlintas pada pikiran kita bahwa semua itu akan Allooh سبحانه وتعالى catat dalam Buku Catatan tersebut?

Jangankan mengingat “Dewan (Buku Catatan Amal) -nya, bahkan untuk mengingat mati saja, kebanyakan manusia melalaikannya. Kebanyakan manusia jarang mengingat tentang kematian, bahkan ia amat sangat tidak ingin mati. Demikian itu adalah bergantung pada keimanan seseorang. Semakin beriman, semakin banyak ia mengingat kematian dan semakin bergegas pula ia mempersiapkan dirinya dengan berbagai amal shoolih di dalam hidupnya. Semakin redup keimanan di hati seseorang, semakin lalai pula dirinya; dan yang diingatnya adalah bagaimana sebanyak-banyaknya mengeruk kesenangan atau kenikmatan dunia yang fana ini, dan lupalah ia untuk mempersiapkan diri justru untuk masa yang abadi nanti.

Allooh سبحانه وتعالى berfirman dalam QS. Al Anbiyaa’ (21) ayat 1 :

اقْتَرَبَ لِلنَّاسِ حِسَابُهُمْ وَهُمْ فِي غَفْلَةٍ مَّعْرِضُونَ

Artinya:

Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya).”

Dapat dikatakan bahwa tidaklah mudah mengajak seseorang untuk datang ke pengajian, dibandingkan mengajaknya untuk melakukan berbagai kesenangan duniawi ini dan itu. Yang demikian adalah karena faktor lemahnya Iman.

Bila seseorang diajak melakukan suatu bisnis (dagang) dalam perkara duniawi, maka ia akan berpikir tentang prospek, tentang untung dan rugi. Apabila menguntungkan dan berprospek tinggi, maka ia akan menggelutinya dan siap menghadapi risiko apapun yang terjadi. Tetapi anehnya, ketika diajak berbicara tentang keuntungan akhirat, maka kebanyakan manusia justru bersikap enggan meraihnya, apalagi bila dituntut pengorbanan dalam urusan Akhirat tersebut.

Demikianlah kebanyakan manusia, lalai dalam mengingat bahwa ia akan mati, bahwa ia akan dihisab oleh Allooh سبحانه وتعالى bahwa ia akan diperlihatkan buku catatan amalannya dan akan dimintai pertanggungjawaban terhadap seluruh apa yang pernah ia perbuat. Ia hampir tidak pernah ingat akan hal tersebut, ia lalai dan enggan untuk kembali kepada jalan Allooh سبحانه وتعالى.Bahkan ia lebih menganggap besar dunia daripada akhirat. Padahal dunia ini dibandingkan akhirat adalah tidak ada apa-apanya, baik dari segi waktu ataupun materinya.

Ada Hadits palsu bahwa waktu di dunia ini tidak lebih dari tujuh ribu tahun saja. Sebagaimana diriwayatkan oleh Al Imaam Ath Thobrony no: 10997, dan Al Imaam Al Haakim no: 4171, juga terdapat dalam “Al Jaami’ush Shoghiir” no: 6758, dari Shohabat ‘Abdullooh bin ‘Abbaas رضي الله عنه dimana beliau berkata bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم hijrah ke Madinah, sedangkan Yahudi mengatakan:

إِنَّمَا هَذِهِ الدُّنْيَا سَبْعَةُ آلاَفِ سَنَةٍ 

Artinya:

Sesungguhnya dunia ini (7.000) tujuh ribu tahun.”

Maka kalau dihitung dari tahun Masehi saja, sekarang ini sudah tahun 2008, belum lagi dikurangi dengan beberapa ribu tahun sebelum Masehi, maka tinggallah beberapa ribu tahun lagi. Tetapi ribuan tahun menurut hitungan dunia tersebut, maka menurut Allooh سبحانه وتعالى adalah hanya hitungan hari.

Dalam Al Qur’an Surat Al Hajj (22) ayat 47, Allooh سبحانه وتعالى berfirman:

وَيَسْتَعْجِلُونَكَ بِالْعَذَابِ وَلَن يُخْلِفَ اللَّهُ وَعْدَهُ وَإِنَّ يَوْماً عِندَ رَبِّكَ كَأَلْفِ سَنَةٍ مِّمَّا تَعُدُّونَ

Artinya:

Dan mereka meminta kepadamu agar azab itu disegerakan, padahal Allooh sekali-kali tidak akan menyalahi janji-Nya. Sesungguhnya sehari di sisi Robb-mu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu.”

Maka kalau lah dikatakan tujuh ribu tahun waktu di dunia itu benar, maka berarti hanya tujuh hari saja dalam hitungan Allooh سبحانه وتعالى.

Berarti dunia ini hanya lah sebentar saja, apalagi bila dihitung dengan umur manusia. Sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imaam At Turmudzy no: 2331 dan Al Imaam Ibnu Maajah no: 4236, di-shohiih-kan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany رحمه الله, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

أَعْمَارُ أُمَّتِي مَا بَيْنَ السِّتِّينَ ، إِلَى السَّبْعِينَ ، وَأَقَلُّهُمْ مَنْ يَجُوزُ ذَلِكَ

Artinya:

Ummur ummatku antara 60 sampai 70 tahun, dan sedikit orang yang sampai pada itu.”

Umur sekian itu bila dibandingkan dengan 7000 tahun adalah tidak ada apa-apanya. Namun demikian, pendeknya umur manusia itu jarang pula diingatnya. Yang diingatnya hanya lah apa-apa yang berkenaan dengan materi, kehidupan yang “glamour serta hal-hal yang menyenangkan bagi hawa nafsunya dan melalaikannya dari perkara Akhirat.

Perhatikan lah peringatan Allooh سبحانه وتعالى berkenaan dengan hal tersebut, sebagaimana tertera dalam Al Qur’an Surat Munaafiquun (63) ayat 9:

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تُلْهِكُمْ أَمْوَالُكُمْ وَلَا أَوْلَادُكُمْ عَن ذِكْرِ اللَّهِ وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ فَأُوْلَئِكَ هُمُ الْخَاسِرُونَ

Artinya:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allooh. Barangsiapa yang membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang merugi.”

Hari di dunia ini hendaknya kita hitung (hisab) karena kita akan dihisab oleh Allooh سبحانه وتعالى, dan ingatlah perkataan Shohabat Ali bin Abi Tholib رضي الله عنه, sebagaimana terdapat dalam Kitab “Al ‘Aaqibatu Fii Dzikril Mauut” karya Al Imaam Al Isybiily رحمه الله berikut ini:

ألا وإن الدنيا قد ارتحلت مدبرة وإن الآخرة قد أشرفت مقبلة وإن لكل واحدة منهما بنين فكونوا من أبناء الآخرة ولا تكونوا من أبناء الدنيا ألا وإن اليوم عمل بلا حساب وغدا حساب بلا عمل ألا وإن من أشد ما أخاف عليكم خصلتين طول الأمل واتباع الهوى أما طول الأمل فإنه ينسي الآخرة وأما اتباع الهوى فإنه يصد عن سبيل الله

Artinya:

Sesungguhnya Dunia ini meninggalkan kita, dan Akhirat menyambut kita.

Sesungguhnya Dunia dan Akhirat itu mempunyai ‘anak’, maka jadilah kalian ‘anak Akhirat’, dan janganlah menjadi ‘anak Dunia’.

Sesungguhnya hari ini (kesempatan – pent.) beramal dan tidak ada Hisab, sedangkan besok yang ada adalah Hisab dan bukan amal.

Sesungguhnya yang paling aku takuti pada kalian ada dua:

1.      Panjang angan-angan

2.      Mengikuti Hawa Nafsu.

Adapun panjang angan-angan adalah melupakan Akhirat, sedangkan mengikuti Hawa Nafsu adalah menghalangi dari jalan Allooh.”

Demikianlah, setelah diberikan Catatan Amalan-nya, kemudian masuk lah ke tahap berikutnya yaitu amalan tersebut akan dihisab oleh Allooh سبحانه وتعالى (Al Hisaab) dan selanjutnya akan ditimbang (Al Mizan).

Apa beda Al Hisaab dan Al Mizan ?

Al Hisaab maknanya adalah Perhitungan. Amalan manusia akan dihitung, dan sebagaimana disebutkan dalam Al Qur’an Surat Al Insyiqooq (84) ayat 7 – 12 diatas, jika seseorang itu termasuk orang yang baik maka ia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah atau disebut:Hisaaban yasiiro.

Kalimat Hisaaban yasiiro ini dipertanyakan oleh ‘Aa’isyah رضي الله عنها, dan Rosuululloohصلى الله عليه وسلم menjelaskan bahwa orang yang mendapatkan Hisaaban yasiiro, maka oleh Allooh سبحانه وتعالى Catatan amalannya akan diperiksa dengan cepat, sehingga ia dihisab dengan hisab yang mudah.

Adapun yang mengalami Hisaaban ‘Asiiro, maka Allooh سبحانه وتعالى akan meneliti Catatan Amal orang tersebut lembar demi lembar, halaman per halaman, peristiwa demi peristiwa akan dipertanyakan kepada manusia itu; atau dengan kata lain  ia akan dihisab dengan hisab yang sulit oleh Allooh سبحانه وتعالى.

Demikian itu adalah merupakan perumpamaan agar memudahkan kita memahami tentang Hisaaban Yasiiro dan Hisaban ‘Asiiro.

Ahlus Sunnah wal Jamaa’ah meyakini akan terjadinya Al Hisaab. Orang yang tidak meyakini bahwa di hari Akhir akan terjadi Al Hisaab, maka orang tersebut bukanlah Ahlus Sunnah wal Jamaa’ah, bahkan bukanlah Muslim. Karena setiap Muslim wajib mengimani akan adanya Al Hisaab.

Hendaknya setiap diri kita, bergegas mempersiapkan berbagai kiat dan memperbanyak beramalshoolih agar kita tergolong orang-orang yang memperoleh Hisaaban Yasiiro (Hisab yang Mudah).

Al Hisaab yang diyakini oleh Ahlussunnah wal Jamaa’ah adalah banyak menurut penjelasan para ‘Ulama Ahlus Sunnah, antara lain sebagaimana yang dijelaskan dalam Hadits Riwayat Al Imaam At Turmudzy no: 2417, dan beliau رحمه الله berkata Hadits ini Hasanun Shohiih dan Syaikh Nashiruddin Al Albaany رحمه الله men-shohiih-kannya, dari Shohabat Abu Barzah Al Aslamy  رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda :

لا تزول قدما عبد يوم القيامة حتى يسئل عن عمره فيم أفناه وعن علمه فيم فعل وعن ماله من أين اكتسبه وفيم أنفقه وعن جسمه فيم أبلا

Artinya:

Tidaklah dua kaki manusia bergerak pada hari Kiamat, sehingga ditanya tentang umurnya untuk apa dirusak, amalnya bekerja pada apa dan hartanya darimana didapat dan kemana dibelanjakan, dan tentang badannya dirusak untuk apa.”

Juga dalam Hadits Riwayat Al Imaam At Turmudzy no: 2602, di-Hasan-kan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany رحمه الله, dari Shohabat ‘Abdullooh bin Mas’uud رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda :

لاَ تَزُولُ قَدَمَا ابْنِ آدَمَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ عِنْدِ رَبِّهِ حَتَّى يُسْأَلَ عَنْ خَمْسٍ عَنْ عُمْرِهِ فِيمَا أَفْنَاهُ وَعَنْ شَبَابِهِ فِيمَا أَبْلاَهُ وَمَالِهِ مِنْ أَيْنَ اكْتَسَبَهُ وَفِيمَ أَنْفَقَهُ وَمَاذَا عَمِلَ فِيمَا عَلِمَ 

Artinya:

Tidak akan bergerak kedua kaki manusia pada Hari Kiamat disisi Allooh sehingga ia ditanya tentang 5 perkara :

1.      Tentang umurnya, dirusak untuk apa,

2.      Tentang kepemudaannya, dihabiskan untuk apa,

3.      Tentang hartanya, darimana didapat,

4.      Tentang hartanya, kemana dibelanjakan,

5.      Tentang amalan, apa yang diamalkan dari ilmu yang diketahuinya.

Berkaitan dengan apa yang harus dipertanggungjawabkan oleh manusia, maka banyak sekali. Sebanyak nikmat yang ia dapatkan dari Allooh سبحانه وتعالى, maka sebanyak itu pula ia akan dihisab oleh Allooh سبحانه وتعالى. Sebagaimana difirmankan oleh Allooh سبحانه وتعالى dalam Al Qur’an Surat Al Isroo’ (17) ayat 36:

وَلاَ تَقْفُ مَا لَيْسَ لَكَ بِهِ عِلْمٌ إِنَّ السَّمْعَ وَالْبَصَرَ وَالْفُؤَادَ كُلُّ أُولـئِكَ كَانَ عَنْهُ مَسْؤُولاً

Artinya:

Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.”

Berarti mata, telinga, mulut, hati, semuanya akan dihisab oleh Allooh سبحانه وتعالى. Bahkan nanti akan kita bahas dalam kajian mendatang bahwa pada saat menjelang manusia akan masuk ke dalam surga, maka akan ada yang disebut dengan “Qonthoroh” (artinya: “Jembatan”), atau yang disebut dengan “Iqtishos” (artinya: “Qishos atau Saling Membalas”).

Seorang Mu’min yang mati syahid-pun ketika ia akan masuk ke dalam surga, maka ia akan tetap ditanya : “Apakah orang itu berhutang ?,  Apakah orang itu pernah berbuat dzolim kepada orang lain?”. Ketika ia memiliki sangkutan hutang yang belum dibayarnya atau ia pernah mendzolimi orang lain, maka tertahanlah orang tersebut dari masuk ke dalam surga. Oleh karena itu, Al Hisaab itu sangatlah dahsyat, maka hendaknya kita merenungkan hal ini dan mempersiapkan diri untuknya.

Dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 103, dari Shohabiyyah ‘Aa’isyah رضي الله عنها, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

مَنْ حُوسِبَ عُذِّبَ

Artinya:

Barang siapa yang dihisab, maka dia akan diadzab.”

Dengan demikian apabila kita tidak ingin dihisab oleh Allooh سبحانه وتعالى, maka kita harus mempunyai Himmah (kemauan) yang tinggi, kemauan dan semangat yang besar untuk beribadah kepada Allooh سبحانه وتعالى.

Dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 6541, dari Shohabat ‘Abdullooh bin Abbaas رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

عُرِضَتْ عَلَيَّ الأُمَمُ فَأَخَذَ النَّبِيُّ يَمُرُّ مَعَهُ الأُمَّةُ وَالنَّبِيُّ يَمُرُّ مَعَهُ النَّفَرُ وَالنَّبِيُّ يَمُرُّ مَعَهُ الْعَشَرَةُ وَالنَّبِيُّ يَمُرُّ مَعَهُ الْخَمْسَةُ وَالنَّبِيُّ يَمُرُّ وَحْدَهُ فَنَظَرْتُ فَإِذَا سَوَادٌ كَثِيرٌ قُلْتُ يَا جِبْرِيلُ هَؤُلاَءِ أُمَّتِي قَالَ : لاََ وَلَكِنِ انْظُرْ إِلَى الأُفُقِ فَنَظَرْتُ فَإِذَا سَوَادٌ كَثِيرٌ قَالَ هَؤُلاَءِ أُمَّتُكَ وَهَؤُلاَءِ سَبْعُونَ أَلْفًا قُدَّامَهُمْ لاَ حِسَابَ عَلَيْهِمْ ، وَلاَ عَذَابَ قُلْتُ وَلِمَ قَالَ كَانُوا لاَ يَكْتَوُونَ ، وَلاَ يَسْتَرْقُونَ ، وَلاَ يَتَطَيَّرُونَ ، وَعَلَى رَبِّهِمْ يَتَوَكَّلُونَ فَقَامَ إِلَيْه عُكَّاشَةُ بْنُ مِحْصَنٍ فَقَالَ ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَجْعَلَنِي مِنْهُمْ قَالَ اللَّهُمَّ اجْعَلْهُ مِنْهُمْ ثُمَّ قَامَ إِلَيْهِ رَجُلٌ آخَرُ قَالَ ادْعُ اللَّهَ أَنْ يَجْعَلَنِي مِنْهُمْ قَالَ سَبَقَكَ بِهَا عُكَّاشَةُ

Artinya:

Ditampakkan padaku ummat-ummat. Ada Nabi yang bersamanya ummat (pengikut) yang banyak. Ada Nabi yang bersamanya hanya beberapa orang. Ada Nabi yang bersamanya sepuluh (orang). Ada Nabi yang bersamanya lima (orang). Ada Nabi yang tak berpengikut.

Lalu aku melihat hitam yang kelam (– banyak pengikutnya – pent.), dan aku bertanya pada Jibril, “Mereka ummatku?”

Jibril menjawab, “Bukan, akan tetapi lihatlah ke ujung ufuk.”

Lalu aku melihat hitam yang banyak, dan Jibril berkata, “Mereka adalah ummatmu. Ditengah mereka 70.000 orang tidak dihisab, tidak diadzab.”

Aku bertanya, “Mengapa?

Jibril menjawab, “Mereka (ketika di dunia – pent.) tidak melakukan Kay (berobat dengan menggunakan api, sekarang listrik – pent.), mereka tidak minta diruqyah, mereka tidak melakukan thiyaroh (mengundi nasib, meyakini sesuatu melalui burung – pent.), dan mereka bertawakkul hanya kepada Allooh.”

Maka bangunlah ‘Ukkaasyah bin Mihshon رضي الله عنه kepada Nabi dan berkata, “Berdoalah pada Allooh agar menjadikanku dari mereka.”

Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjawab, “Ya Allooh, jadikanlah dia bagian dari mereka.”

Kemudian ada orang lain kembali datang kepada Nabi صلى الله عليه وسلم dan berkata, “Berdoalah agar menjadikanku bagian dari mereka.”

Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم pun menjawab, “Kamu sudah didahului oleh ‘Ukkaasyah.”

Dalam Hadits riwayat Al Imaam Al Bukhoory, dari Jaabir bin ‘Abdillah رضي الله عنه diberitakanlah tentang betapa tingginya tawakkul Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم kepada Allooh سبحانه وتعالى. Hal ini terjadi ketika beliau صلى الله عليه وسلم akan ditebas lehernya dengan pedang oleh seorang Arab Badui pada saat beliau صلى الله عليه وسلم sedang beristirahat setelah selesai dari suatu peperangan, yaituPerang Najd. Ketika itu Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم beristirahat, dan pedangnya disangkutkan di pokok pohon lalu beliau صلى الله عليه وسلم duduk beristirahat di bawah pohon itu, dan tertidur. Ketika itulah seorang Arab Badui datang dengan diam-diam mengambil pedang Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, lalu menempelkan pedang itu pada leher beliau صلى الله عليه وسلم, sambil berkata. :”Ya Muhammad, siapa yang akan bisa melindungimu dari pedang ini ?”.

Dengan tenang Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjawab : “Allooh”.

Perhatikanlah Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 4139 berikut ini, dari Shohabat Jaabir bin ‘Abdillaah رضي الله عنه:

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللهِ ، قَالَ : غَزَوْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ صلى الله عليه وسلم غَزْوَةَ نَجْدٍ فَلَمَّا أَدْرَكَتْهُ الْقَائِلَةُ وَهْوَ فِي وَادٍ كَثِيرِ الْعِضَاهِ فَنَزَلَ تَحْتَ شَجَرَةٍ وَاسْتَظَلَّ بِهَا وَعَلَّقَ سَيْفَهُ فَتَفَرَّقَ النَّاسُ فِي الشَّجَرِ يَسْتَظِلُّونَ وَبَيْنَا نَحْنُ كَذَلِكَ إِذْ دَعَانَا رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَجِئْنَا فَإِذَا أَعْرَابِيٌّ قَاعِدٌ بَيْنَ يَدَيْهِ فَقَالَ إِنَّ هَذَا أَتَانِي وَأَنَا نَائِمٌ فَاخْتَرَطَ سَيْفِي فَاسْتَيْقَظْتُ وَهْوَ قَائِمٌ عَلَى رَأْسِي مُخْتَرِطٌ صَلْتًا قَالَ مَنْ يَمْنَعُكَ مِنِّي قُلْتُ اللَّهُ فَشَامَهُ ثمَّ قَعَدَ فَهْوَ هَذَا قَالَ وَلَمْ يُعَاقِبْهُ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم

Artinya:

Jaabir bin ‘Abdillah رضي الله عنه berkata, “Kami berperang bersama Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم,Perang Najd.

Lalu ketika dihampiri oleh suatu kafilah (rombongan) di lembah, maka turunlah Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم kebawah pohon dan bernaung dibawahnya dan menggantungkan pedangnya; sedangkan para Shohabat terpencar dibawah pohon, juga berteduh.”

Ketika kami dalam keadaan demikian, seketika Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menyeru kami, maka kami pun mendatanginya. Tiba-tiba ada seorang Arab Badui duduk dihadapan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

Beliau صلى الله عليه وسلم berkata, “Sesungguhnya orang (Arab Badui) ini mendatangiku, sedang aku dalam keadaan tidur, kemudian merampas pedangku, maka aku terbangun sedangkan dia diatas kepalaku sambil mengacungkan pedangnya dan berkata, ‘Siapa yang menghalangimu dariku?

Maka aku (Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم) menjawab, “Allooh.”

Maka tergetarlah orang tersebut dan jatuh terduduk, maka inilah dia (orang tersebut).

Beliau صلى الله عليه وسلم tidak menghukumnya.”

Pada intinya, kalau kita ingin termasuk orang yang tidak dihisab dan tidak diadzab oleh Allooh سبحانه وتعالى, maka kita harus termasuk orang yang tawakkul kepada Allooh سبحانه وتعالى.

Dalam Hadits lain yang diriwayatkan oleh Al Imaam Ahmad no: 16085, Syaikh Al Arnaa’uth رحمه الله berkata bahwa Sanadnya Hasan, juga di-Hasan-kan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany رحمه الله dalam Kitab “Al ‘Aadabul Mufrod” no: 570,  dari Shohabat Jaabir bin ‘Abdillaahرضي الله عنه :

جابر بن عبد الله يقول بلغني حديث عن رجل سمعه من رسول الله صلى الله عليه و سلم فاشتريت بعيرا ثم شددت عليه رحلي فسرت إليه شهرا حتى قدمت عليه الشام فإذا عبد الله بن أنيس فقلت للبواب قل له جابر على الباب فقال بن عبد الله قلت نعم فخرج يطأ ثوبه فاعتنقني واعتنقته فقلت حديثا بلغني عنك أنك سمعته من رسول الله صلى الله عليه و سلم في القصاص فخشيت أن تموت أو أموت قبل أن أسمعه قال سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول : يحشر الناس يوم القيامة أو قال العباد عراة غرلا بهما قال قلنا وما بهما قال ليس معهم شيء ثم يناديهم بصوت يسمعه من قرب أنا الملك أنا الديان ولا ينبغي لأحد من أهل النار أن يدخل النار وله عند أحد من أهل الجنة حق حتى أقصه منه ولا ينبغي لأحد من أهل الجنة أن يدخل الجنة ولأحد من أهل النار عنده حق حتى أقصه منه حتى اللطمة قال قلنا كيف وأنا إنما نأتي الله عز و جل عراة غرلا بهما قال بالحسنات والسيئات

Artinya:

Bahwa telah sampai pada beliau رضي الله عنه, ada seseorang yang mendengar Hadits dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, maka aku beli seekor unta lalu aku niatkan untuk pergi mendatanginya, sehingga aku berjalan satu bulan lamanya. Dan ketika aku datang di Syam (Syria sekarang – pent.) ternyata itu adalah ‘Abdullooh bin ‘Unais رضي الله عنه, maka aku berkata pada penjaganya, “Katakan padanya, bahwa Jaabir di depan pintu.”

Maka ‘Abdullooh رضي الله عنه memberikan jawaban, “Ya.”, kemudian ia pun keluar dan memelukku.

Maka aku pun merangkulnya.

Aku (Jaabir رضي الله عنه) berkata, “Satu Hadits sampai padaku melalui engkau, bahwa engkau mendengarnya dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلمtentang Qishos, dan aku takut engkau mati atau aku yang mati sebelum aku mendengar Hadits tersebut.”

‘Abdullooh رضي الله عنه menjawab, “Aku mendengar Rosuululllooh صلى الله عليه وسلم bersabda, “Manusia pada Hari Kiamat dikumpulkan dalam keadaan buhman (telanjang), tidak beralas kaki, dan tidak berkhitan.

Jaabir رضي الله عنه berkata, “Apa itu buhman?”

‘Abdullooh رضي الله عنه menjawab, “Tidak mengenakan apa pun. Kemudian mereka diseru dengan suara, dimana yang dekat dengannya mendengarnya. “Akulah Raja, Akulah Penguasa. Tidak boleh ada seorang pun dari Ahlunnar masuk ke neraka terlebih dahulu, padahaldia memiliki hak dari ahlul jannah, sehingga Aku menegakkan Qishos darinya dan tidak boleh ada seorang ahlul Jannah memasuki surga sedangkan bagi ahlun Naar mempunyai hak darinya, sehingga aku tegakkan Qishos padanya. Betapapun itu berbentuk pukulan pada wajah.”

Jaabir رضي الله عنه bertanya, “Bagaimanakah itu, sedangkan kita mendatangi Allooh dalam keadaan telanjang, tak beralas kaki dan tak berkhitan?”

‘Abdullooh bin ‘Unais رضي الله عنه menjawab, “Dengan kebaikan dan keburukan.”

Jadi pada Hari Kiamat nanti pun keadilan akan benar-benar ditegakkan oleh Allooh سبحانه وتعالى, akan terjadi saling meng-qishos antara manusia yang satu dengan yang lainnya, sebagaimana dijelaskan dalam Hadits diatas.

Juga perhatikanlah firman Allooh سبحانه وتعالى dalam Al Qur’an Surat Al Hijr (15) ayat 92 – 93:

فَوَرَبِّكَ لَنَسْأَلَنَّهُمْ أَجْمَعِيْنَ ﴿٩٢﴾ عَمَّا كَانُوا يَعْمَلُونَ ﴿٩٣﴾

Artinya:

(92) Maka demi Robb-mu, Kami pasti akan menanyai mereka semua,

(93) tentang apa yang telah mereka kerjakan dahulu.

Tentang apa yang kita kerjakan itu adalah apa saja, baik perkataan maupun perbuatan. Yang demikian itu adalah dalil bahwa kita semua akan ditanya oleh Allooh سبحانه وتعالى.

Dan perhatikan pula firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Aali ‘Imroon (3) ayat 25:

فَكَيْفَ إِذَا جَمَعْنَاهُمْ لِيَوْمٍ لاَّ رَيْبَ فِيهِ وَوُفِّيَتْ كُلُّ نَفْسٍ مَّا كَسَبَتْ وَهُمْ لاَ يُظْلَمُونَ

Artinya:

Bagaimanakah nanti apabila mereka Kami kumpulkan di hari (Kiamat) yang tidak ada keraguan tentang adanya. Dan disempurnakan kepada tiap-tiap diri balasan apa yang diusahakannya sedang mereka tidak dianiaya (dirugikan).

Dan firman-Nya dalam QS. Aali ‘Imroon (3) ayat 30 sebagai berikut:

يَوْمَ تَجِدُ كُلُّ نَفْسٍ مَّا عَمِلَتْ مِنْ خَيْرٍ مُّحْضَراً وَمَا عَمِلَتْ مِن سُوَءٍ تَوَدُّ لَوْ أَنَّ بَيْنَهَا وَبَيْنَهُ أَمَداً بَعِيداً وَيُحَذِّرُكُمُ اللّهُ نَفْسَهُ وَاللّهُ رَؤُوفُ بِالْعِبَادِ

Artinya:

Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan dihadapkan (dimukanya), begitu (juga) kejahatan yang telah dikerjakannya; Ia ingin kalau kiranya antara ia dengan hari itu ada masa yang jauh; dan Allooh memperingatkan kamu terhadap diri (siksa)-Nya. Dan Allooh sangat Penyayang kepada hamba-hamba-Nya.”

Juga firman-Nya dalam QS. Al Kahfi (18) ayat 49 berikut ini:

وَوُضِعَ الْكِتَابُ فَتَرَى الْمُجْرِمِينَ مُشْفِقِينَ مِمَّا فِيهِ وَيَقُولُونَ يَا وَيْلَتَنَا مَالِ هَذَا الْكِتَابِ لَا يُغَادِرُ صَغِيرَةً وَلَا كَبِيرَةً إِلَّا أَحْصَاهَا وَوَجَدُوا مَا عَمِلُوا حَاضِراً وَلَا يَظْلِمُ رَبُّكَ أَحَداً

Artinya:

Dan diletakkanlah Kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang yang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: “Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan Robb-mu tidak menganiaya seorang juapun.        

Berbagai ayat tersebut diatas menjelaskan bahwa kita akan dihisab, dan akan diberikan kitab-catatan amalannya oleh Allooh سبحانه وتعالى; dimana kita akan mengakui terhadap seluruh perbuatan yang pernah kita lakukan di dunia ini. Oleh karena itu sebelum kita dihisab, hendaknya bergegas mempersiapkan diri untuk menghadapinya.

Al Mizan

Al Mizan berasal dari kata Waznun, artinya: “Timbangan”, alat untuk menimbang berat ringannya suatu  barang. Al Mizan adalah kelanjutan dari Al Hisaab.

Bila Al Hisaab adalah mengenai peristiwa dan kejadiannya, kronologis dan administrasinya, maka Al Mizan adalah tentang ukuran berat dan ringannya timbangan amal seseorang untuk berhak mendapatkan adzab atau pahala dari Allooh سبحانه وتعالى.

Al Mizan akan kita alami ketika Hari Kiamat.

Al Mizan itu berarti timbangan dalam arti kiasan ataukah timbangan dalam artiyang sesungguhnya ?

Timbangan itu berupa dua wadah, di sebelah kanan dan di sebelah kiri, ada tiang yang tegak di antara keduanya, timbangan tersebut akan terlihat jelas berat di sebelah kanan atau di sebelah kirinya.

Menurut penjelasan para ‘Ulama Ahlus Sunnah adalah benar adanya, baik haqiiqiyyunmaupun  hissiyyunnyata bisa dilihat oleh indera mata. Akan ditimbangnya semua amalan manusia, seperti dijelaskan dalam Al Qur’an dan Al Hadits.

Perhatikanlah firman Allooh سبحانه وتعالى dalam Al Qur’an Surat Al Anbiyaa’ (21) ayat 47 :

وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئاً وَإِن كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِّنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا وَكَفَى بِنَا حَاسِبِينَ

Artinya:

Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala) nya. Dan cukuplah Kami sebagai Pembuat perhitungan.

Al Mizan terhadap amalan manusia itu akan memberikan kadar, apakah seseorang berhak untuk mendapatkan surga atau neraka. Maka sesuai Hadits Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, bahwa setiapMu’min harus meng-imani adanya Al Mizan ataupun adanya Hari Kiamat, dimana amalan manusia akan ditimbang oleh Allooh سبحانه وتعالى.

Dalam Hadits Riwayat Al Imaam Muslim no: 223, dari Shohabat Abu Maalik Al Asy’aryرضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

الطُّهُورُ شَطْرُ الإِيمَانِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ تَمْلأُ الْمِيزَانَ

Artinya:

Kesucian itu sebagian daripada iman. Ucapan bersyukur (“Alhamdulillah” – pent.)akan memberatkan (memenuhi) Al Mizan (timbangan).

Hadits tersebut merupakan pelajaran bagi kita untuk mempersiapkan diri agar apabila kita ingin menjadikan berat timbangan amalan kita, maka sering-seringlah mengucapkan Hamdalah: “Alhamdulillah”, yaitu ucapan syukur kepada Allooh سبحانه وتعالى.

Dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 6406 dan Al Imaam Muslim no: 7021, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

كَلِمَتَانِ خَفِيفَتَانِ عَلَى اللِّسَانِ ثَقِيلَتَانِ فِي الْمِيزَانِ حَبِيبَتَانِ إِلَى الرَّحْمَنِ سُبْحَانَ اللَّهِ الْعَظِيمِ سُبْحَانَ اللَّهِ وَبِحَمْدِهِ

Artinya:

Ada dua kalimat yang mudah dan ringan diucapkan, tetapi berat dalam timbangan dan disukai Allooh سبحانه وتعالى, yaitu ucapan ‘Subhaanallooh wabihamdihi subhaanalloohil ‘adziim.”

Berbagai ayat Al Qur’an dan Hadits-Hadits tersebut diatas membuktikan akan adanya Al Mizan(Timbangan), dan kiat bagaimana agar timbangan amalan kita menjadi berat.

Kita pun harus meng-imani bahwa Al Mizan pasti akan terjadi dan mewaspadi adakah kita termasuk orang yang berhak untuk mendapatkan timbangan yang berat ataukah yang ringan. Kalau ingin mendapatkan timbangan yang berat, maka kiat-kiat sebagaimana yang disebutkan diatas merupakan perkara-perkara yang harus kita persiapkan, antara lain: Peliharalah lisan dan beramallah sesuai dengan tuntunan Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuul-Nya صلى الله عليه وسلم.

Dalam Hadits Hasan Riwayat Al Imaam At Turmudzy no: 2433, di-shohiih-kan oleh Syaikh Nashiruddin Al Albaany رحمه الله, dari Shohabat Anas bin Maalik رضي الله عنه ketika beliau رضي الله عنه bertanya kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم perihal Syafaa’at :

سألت النبي صلى الله عليه و سلم أن يشفع لي يوم القيامة فقال أنا فاعل قال قلت يا رسول الله فأين أطلبك ؟ قال اطلبني أول ما تطلبني على الصراط قال قلت فإن لم ألقك على الصراط ؟ قال فاطلبني عند الميزان قلت فإن لم ألقك عند الميزان ؟ قال فاطلبني عند الحوض فإني لا أخطئ هذه الثلاث المواطن

Anas bin Maalik  رضي الله عنه berkata, “Aku memohon pada Nabi صلى الله عليه وسلم agar memberi Syafa’at padaku pada Hari Kiamat.”

Nabi صلى الله عليه وسلم menjawab, “Aku akan melakukannya.”

Lalu aku (Anas رضي الله عنه) berkata, “Ya Rosuulullooh, dimana aku memintanya?”

Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjawab, “Mintalah padaku di Shiroth (Jembatan).”

Aku (Anas رضي الله عنه) berkata lagi, “Ya Rosuulullooh, bagaimana kalau aku tidak menjumpaimu?”

Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjawab, “Mintalah padaku pada saat ditimbang (Al Mizan).”

Anas رضي الله عنه bertanya lagi, “Jika aku tidak menjumpaimu di Mizan?”

Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjawab, “Mintalah padaku di Telagasesungguhnya aku tidak salah ditiga tempat ini.”

Anas bin Maalik رضي الله عنه karena kedekatannya dengan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dimana ia berhidmat kepada beliau صلى الله عليه وسلم tidak kurang dari sepuluh tahun, maka ia pun meminta suatu perkara (Syafaa’at) yang akan memberikan keuntungan baginya di Hari Akhir kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

Adapun dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 6535, dari Shohabat Abu Saa’id Al Khudry رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

يَخْلُصُ الْمُؤْمِنُونَ مِنَ النَّارِ فَيُحْبَسُونَ عَلَى قَنْطَرَةٍ بَيْنَ الْجَنَّةِ وَالنَّارِ فَيُقَصُّ لِبَعْضِهِمْ مِنْ بَعْضٍ مَظَالِمُ كَانَتْ بَيْنَهُمْ فِي الدُّنْيَا حَتَّى إِذَا هُذِّبُوا وَنُقُّوا أُذِنَ لَهُمْ فِي دُخُولِ الْجَنَّةِ فَوَالَّذِي نَفْسُ مُحَمَّدٍ بِيَدِهِ لأَحَدُهُمْ أَهْدَى بِمَنْزِلِهِ فِي الْجَنَّةِ مِنْهُ بِمَنْزِلِهِ كَانَ فِي الدُّنْيَا

Artinya:

Orang-orang yang beriman akan terhindar dari api neraka, mereka akan dipisahkan dari jembatan antara surga dan neraka, lalu satu sama lain di-qishos tentang penganiayaan diantara mereka di dunia sehingga apabila telah terbebas dan bersih maka mereka diizinkan untuk masuk surga. Maka demi Yang jiwa Muhammad di tangan-Nya, seorang dari mereka menghadiahkan rumahnya di surga dengan rumahnya di dunia.”

Demikianlah tentang Al Hisaab dan Al Mizan.

Manusia di dalam hidupnya akan mengalami 5 (lima) terminal, yaitu:

1.      ‘Aalamul Kitaabah, yaitu alam dimana manusia tertulis di Lauhil Mahfudz, bahwa akan terlahir manusia seperti si Fulan dan si Fulan. (– Alam ini telah kita lalui –)

2.      ‘Aalam Ar Rohim (Alam Rahim), yaitu alam dimana manusia berada di dalam rahim ibunya selama kurang lebih 9 bulan. . (– Alam ini pun telah kita lalui –)

3.      ‘Aalamud dun-ya (Alam Dunia), yaitu alam dimana manusia hidup di dunia ini, dan ia diuji selama berada di alam dunia ini adakah ia tergolong orang-orang beriman ataukah kaafir. (–Alam ini sedang kita jalani –)

4.      Aalam Barzakh (Alam Kubur), yaitu alam ketika manusia telah meninggal, dan masih menunggu untuk tibanya Hari Kiamat.

5.      ‘Aalam Qiyaamah (Hari Akhir), yaitu alam keabadian dimana tidak ada alam lain setelahnya, dan manusia akan diberi keputusan oleh Allooh سبحانه وتعالى adakah ia tergolong penghuni Surga ataukah penghuni Neraka.

Berarti saat ini kita sedang berada di terminal ketiga (Alam Dunia), serta kematian dapat menimpa diri kita setiap saat sehingga sesudahnya pergilah kita menuju Alam Barzakh. Dan setiap manusia pasti akan mengalaminya. Inna lillaahi wa inna ilaihi rooji’uun. Sesungguhnya kita ini adalah milik Allooh سبحانه وتعالى dan sesungguhnya kita akan kembali kepada-Nya.

Semua pemberitaan Wahyu tersebut menyebabkan kita seharusnya semakin sadar bahwa amalan, ataupun perbuatan apapun yang sedang kita lakukan di dunia ini akan menjadi “modal” untuk kehidupan di Hari Akhir.

Orang mengatakan bahwa: Dunia ini adalah ladang akhirat.

Berarti kita sedang menanam, dan kelak di akhirat kita akan menuai (panen). Orang akan menuai bila pernah menanam. Bahkan orang yang menanam saja pun belum tentu ia berhasil. Bagaimana pula seandainya orang tersebut tidak pernah menanam (amal shoolih). Maka hendaknya setiap diri kita mulai menanam amalan-amalan shoolih dan peliharalah amalan-amalan itu dengan sebaik-baiknya. “Menanam” dalam hal ini artinya beramal shoolih yang sesuai dengan tuntunan dan pedoman Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

TANYA JAWAB

Pertanyaan :

Dalam Al Qur’an Surat Al Qori’ah disebutkan adanya orang-orang yang berat timbangannya dan ada orang-orang yang ringan timbangannya. Mohon dijelaskan apa yang dimaksud dengan hal tersebut ?

Jawaban :

Amalan setiap orang itu (amal baik atau amal buruknya) bertingkat-tingkat, tidak sama. Dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 4729 dan Al Imaam Muslim no: 2785, dari Shohabat Abu Hurairoh رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

إِنَّه لَيَأْتِي الرَّجُلُ الْعَظِيمُ السَّمِينُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لاَ يَزِنُ عِنْدَ اللهِ جَنَاحَ بَعُوضَةٍ وَقَالَ اقْرَؤُوا {فَلاَ نُقِيمُ لَهُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَزْنًا}

Artinya:

Seseorang dengan tubuh besar, gemuk datang pada Hari Kiamat sedangkan dia disisi Allooh tidak ada seberat sayap lalat.

Rosuulullooh SAW kemudian bersabda, “Bacalah oleh kalian firman Allooh (QS. Al Kahfi (18) ayat 105), “dan Kami tidak mengadakan suatu timbangan (penilaian) bagi (amalan) mereka pada hari kiamat.”

Jadi seorang Kaafir yang bertubuh tinggi, besar dan gemuk sekalipun, tetapi ternyata di Hari Kiamat timbangan amalan orang tersebut disisi Allooh سبحانه وتعالى adalah sebesar sayap lalat saja.

Maka di akhirat kelak timbangan setiap orang pun tidak sama. Ada yang berat timbangan amalan-baiknya sehingga ia akan masuk ke dalam surga. Sedangkan yang timbangan amal-baiknya ringan, maka ia akan dimasukkan ke dalam neraka sebagaimana disebutkan dalam QS. Al Qoori’ah (101) ayat 1-11:

الْقَارِعَةُ ﴿١﴾ مَا الْقَارِعَةُ ﴿٢﴾ وَمَا أَدْرَاكَ مَا الْقَارِعَةُ ﴿٣﴾ يَوْمَ يَكُونُ النَّاسُ كَالْفَرَاشِ الْمَبْثُوثِ ﴿٤﴾ وَتَكُونُ الْجِبَالُ كَالْعِهْنِ الْمَنفُوشِ ﴿٥﴾ فَأَمَّا مَن ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ ﴿٦﴾ فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَّاضِيَةٍ ﴿٧﴾ وَأَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ ﴿٨﴾ فَأُمُّهُ هَاوِيَةٌ ﴿٩﴾ وَمَا أَدْرَاكَ مَا هِيَهْ ﴿١٠﴾ نَارٌ حَامِيَةٌ ﴿١١﴾

Artinya:

(1) Hari Kiamat,

(2) apakah hari Kiamat itu?

(3) Tahukah kamu apakah hari Kiamat itu?

(4) Pada hari itu manusia seperti anai-anai yang bertebaran,

(5) dan gunung-gunung seperti bulu yang dihambur-hamburkan.

(6) Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan)-nya,

(7) maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan.

(8) Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan)-nya,

(9) maka tempat kembalinya adalah neraka Haawiyah.

(10) Dan tahukah kamu apakah neraka Haawiyah itu?

(11) (Yaitu) api yang sangat panas.

Itu adalah peringatan keras dari Allooh سبحانه وتعالى kepada kita semua.

Pertanyaan :

Dalam Hadits dinyatakan bahwa ada 70.000 orang yang bisa masuk Surga tanpa dihisab, antara lain orang yang tidak me-ruqyah (menjampi) dan tidak pernah minta di-ruqyah (dijampi).  Mohon penjelasannya tentanga hal ini.

Jawaban :

Ruqyah artinya bacaan, jampi-jampi, mantera. Tetapi bacaan atau mantera yang berasal dari Allooh سبحانه وتعالى dan Hadits dari Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم yang dimaksudkan untuk melindungi, mengusir atau mengobati orang yang terkena gangguan akibat Jin, maka itu disebutRuqyah. Jadi Ruqyah menurut Islam itu memang ada.

Tetapi kita harus memahami bahwa manusia itu tingkat keimanannya tidaklah sama. Maka ada orang yang :

1.      Dzoolimun li nafsihi, yaitu orang yang melakukan perkara yang Wajib saja ia pun masih terbengkalai (kadang ia melakukannya, terkadang pula tidak melakukannya). Apalagi perkara yang sunnah-sunnah, terlebih lagi tidak pernah ia lakukan.

2.      Muqtasidun, yaitu orang yang amalannya adalah hanya yang Wajib-Wajib saja, berarti amalannya “pas-pasan” saja. Contohnya: Karena sholat fardhu itu diperintahkan lima kali sehari semalam, maka hanya itu saja yang ia lakukan, sedangkan sholat sunnah-sunnahnya tidak pernah ia lakukan.

3.      Saabiqun bil Khoiroot, yaitu orang yang dengan taat mengerjakan semua peribadatan, baik yang hukumnya Wajib maupun yang hukumnya Sunnah.

Perhatikanlah firman Allooh سبحانه وتعالى dalam QS. Faathir (35) ayat 32 berikut ini:

ثُمَّ أَوْرَثْنَا الْكِتَابَ الَّذِينَ اصْطَفَيْنَا مِنْ عِبَادِنَا فَمِنْهُمْ ظَالِمٌ لِّنَفْسِهِ وَمِنْهُم مُّقْتَصِدٌ وَمِنْهُمْ سَابِقٌ بِالْخَيْرَاتِ بِإِذْنِ اللَّهِ ذَلِكَ هُوَ الْفَضْلُ الْكَبِيرُ

Artinya:

Kemudian Kitab itu Kami wariskan kepada orang-orang yang Kami pilih di antara hamba-hamba Kami, lalu di antara mereka ada yang menganiaya diri mereka sendiri dan di antara mereka ada yang pertengahan dan di antara mereka ada (pula) yang lebih dahulu berbuat kebaikan dengan izin Allooh. Yang demikian itu adalah karunia yang amat besar.”

Orang yang Saabiqun bil Khoiroot tentunya tidaklah sama dengan orang yang Dzolimun li nafsihi.

Kalau seseorang tidak ingin di-ruqyah oleh orang lain, maka ia hendaknya me-ruqyah diri sendiri. Artinya mem-proteksi, melindungi dirinya sendiri dengan Ruqyah. Dan Ruqyah telah diajarkan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم dalam berbagai tempat dan kesempatan.

Contoh Ruqyah :

Setiap ba’da (sesudah) sholat fardhu : Membaca Ayat Kursi, Surat Al Ikhlash – Surat Al Falaq –Surat An Naas, maka semuanya itu adalah merupakan Ruqyah.

Bahkan pada ba’da sholat Subuh dan Maghrib hendaknya membaca: Surat Al Ikhlash – Surat AlFalaq – Surat An Naas, dengan dilipatkan tiga kali bacaannya.

Bahkan rumah tempat tinggal kita pun juga harus terhindar dari Jin. Dan me-ruqyah-nya adalah dengan cara membacakan ayat-ayat Al Qur’an di dalamnya.

Dalam Hadits Riwayat Al Imaam Muslim no: 1859, dari Shohabat ‘Abdullooh bin Mas’uudرضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

مَثَلُ الْبَيْتِ الَّذِى يُذْكَرُ اللَّهُ فِيهِ وَالْبَيْتِ الَّذِى لاَ يُذْكَرُ اللَّهُ فِيهِ مَثَلُ الْحَىِّ وَالْمَيِّتِ 

Artinya:

Perumpamaan rumah yang disebut didalamnya nama Allooh dan rumah yang didalamnya tidak disebut nama Allooh adalah bagaikan hidup dan mati.”

Berarti rumah yang tidak dibacakan di dalamnya Al Qur’an, maka rumah itu adalah seperti kuburan. Sedangkan kuburan itu adalah tempatnya Jin dan Syaithoon. Dan amatlah memungkinkan rumah kita akan menjadi seperti itu apabila tidak dibacakan ayat-ayat Al Qur’an di dalamnya.

Agar kita tidak perlu minta di-ruqyah orang lain, maka ruqyah-lah diri kita sendiri. Ruqyah-nya (bacaannya) ada, serta caranya adalah seperti yang dijelaskan oleh Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم diatas, dan janganlah kita minta di-ruqyah, sebab kalau kita sampai di-ruqyah maka otomatis kita akan tersisih dari 70.000 orang yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa adzab oleh Allooh سبحانه وتعالى.

Pertanyaan:

Bahwa seseorang itu akan dimasukkan ke dalam surga atau neraka, maka hal itu sudah termaktub atau tertulis di Lauhil Mahfudz. Lalu bagaimanakah sikap kita terhadap ketetapan ini ?

Jawaban:

Sejenis pertanyaan tersebut juga sudah pernah dikhawatirkan dan bahkan sudah pernah ditanyakan oleh Shohabat kepada Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

Sebagaimana dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 4946 dan Al Imaam Muslim no: 2647, dari Shohabat ‘Ali bin Abi Thoolib رضي الله عنه, bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم menjawab sebagaimana berikut, ketika beliau صلى الله عليه وسلم ditanya oleh Shohabatnya: mengapakah seseorang itu perlu beramal apabila semuanya sudah tertulis (tercatat) di Lauhul Mahfudz:

أَنَّهُ كَانَ فِي جَنَازَةٍ فَأَخَذَ عُودًا يَنْكُتُ فِي الأَرْضِ فَقَالَ مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ إِلاَّ وَقَدْ كُتِبَ مَقْعَدُهُ مِنَ النَّارِ ، أَوْ مِنَ الْجَنَّةِ قَالُوا : يَا رَسُولَ اللهِ أَفَلاَ نَتَّكِلُ قَالَ اعْمَلُوا فَكُلٌّ مُيَسَّرٌ {فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى} الآيَةَ

Artinya:

Bahwa Rosuulullooh  صلى الله عليه وسلمsuatu hari berada pada jenazah seseorang, lalu beliau صلى الله عليه وسلم mengambil seutas tali dari tanah dan bersabda, “Tidak seorangpun dari kalian kecuali telah dicatat tempat duduknya, di neraka kah atau di surga kah.”

Para Shohabat bertanya, “Ya Rosuulullooh, kenapa kita tidak bergantung (pasrah –pent.) saja?

Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda, “Bekerjalah kalian, sebab setiap orang dimudahkan. Allooh سبحانه وتعالى berfirman (QS. Al Lail (92) ayat 5-6), “Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allooh) dan bertaqwa, dan dan membenarkan adanya pahala yang terbaik (surga), maka kelak Kami akan menyiapkan baginya jalan yang mudah.

Dengan kata lain, maksudnya adalah : Jika orang itu mudah diajak kepada kebaikan, maka ada harapan orang tersebut akan menjadi Ahlul Jannah (Penghuni Surga). Tetapi jika orang itu sulit diajak kepada kebaikan, maka itu menjadi isyarat jangan-jangan ia menjadi calonAhlunnaar (penghuni neraka).

Maka kita diperintah oleh Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم untuk beramal, antara lain dengan menegakkan sholat, menunaikan zakat, shoum Romadhoon dan sebagainya. Maka kerjakanlah saja semuanya itu.

Adapun Ahlus Sunnah wal Jamaa’ah janganlah bersikap seperti orang Jabariyyah ataupunQodariyyah, dimana mereka berkeyakinan bahwa karena Allooh سبحانه وتعالى sudah menetapkan seseorang itu masuk neraka, sehingga biarpun beramal seribu tahun sekalipun tetap saja ia akan masuk neraka. Sebaliknya kalau Allooh سبحانه وتعالى sudah menetapkan seseorang itu masuk surga, maka biarpun berma’shiyat seribu tahun sekalipun maka tetap saja ia akan masuk surga. Keyakinan yang demikian itu adalah keliru dan sangat jauh dari ajaran Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

Ingatlah bahwa dalam suatu Hadits, Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda: “Bekerjalah, beramallah”.

Jadi bekerja dan beramal itu memang diperintahkan oleh Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم, dimana caranya beramal pun sudah diatur oleh Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuul-Nya صلى الله عليه وسلم. Maka yang penting tugas kita adalah melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Allooh سبحانه وتعالى dan Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم.

Allooh سبحانه وتعالى tidak akan men-dzolimi hamba-Nya. Kalau seseorang sudah berbuat amal-shoolih, tidak mungkin Allooh سبحانه وتعالى memasukkan orang itu ke dalam neraka. Oleh karena itu, hendaknya kita berusaha untuk menjadi orang-orang yang shoolih, agar mudah-mudahan tergolong orang-orang yang beruntung di Hari Akhir.

Pertanyaan:

Apakah orang yang sudah masuk neraka akan bisa pindah ke surga ?

Jawaban:

Dalam Hadits Riwayat Al Imaam Al Bukhoory no: 44 dan Al Imaam Muslim no: 193, dari Shohabat Anas bin Maalik رضي الله عنه bahwa Rosuulullooh صلى الله عليه وسلم bersabda:

يَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ : لاََ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَفِي قَلْبِهِ وَزْنُ شَعِيرَةٍ مِنْ خَيْرٍ ، وَيَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ : لاََ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَفِي قَلْبِهِ وَزْنُ بُرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ ، وَيَخْرُجُ مِنَ النَّارِ مَنْ قَالَ : لاََ إِلَهَ إِلاَّ اللَّهُ وَفِي قَلْبِهِ وَزْنُ ذَرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ

Artinya:

Akan keluar dari api neraka barangsiapa yang mengucapkan Laa ilaaha illallooh dan dalam hatinya terdapat sebiji sawit kebajikan, dan akan keluar dari api neraka barangsiapa yang mengucapkan Laa ilaaha illallooh dan dalam hatinya terdapat sebesar butir padi kebajikan, dan akan keluar dari api neraka barangsiapa yang mengucapkan Laa ilaaha illallooh dan dalam hatinya terdapat sebesar biji jagung kebajikan. 

Tetapi keluarnya kapan, hanya Allooh سبحانه وتعالى yang mengetahuinya. Meskipun demikian, Ahlus Sunnah wal Jamaa’ah meyakini bahwa jangankan orang yang berdosa kecil, sedangkan orang yang berdosa besar sekalipun, pada hari Kiamat adalah terserah kepada Allooh سبحانه وتعالى. Kalau Allooh سبحانه وتعالى mengampuni, maka orang itu tidak akan masuk ke dalam neraka, melainkan akan dimasukkan ke dalam surga. Demikian pula sebaliknya, kalau Allooh سبحانه وتعالى menghendaki seseorang itu akan diadzab di neraka, tetapi kalau ia punya iman, maka adzabnya tidak akan abadi.

Alhamdulillah, kiranya cukup sekian dulu bahasan kita kali ini, mudah-mudahan bermanfaat. Kita akhiri dengan Do’a Kafaratul Majlis :

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ أَنْتَ أَسْتَغْفِرُكَ وَأَتُوبُ إِلَيْكَ

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Tinggalkan komentar