KEMUDAHAN DARI ALLAH SUBHANAHU WA TA’ALA DAN MENGAPA KITA HARUS BERAMAL? (Tafsir al-Lail/92:5-10]

Oleh
Ustadz Abu Ahmad Said YaiLc

ِAllâh Azza wa Jalla berfirman:

فَأَمَّا مَنْ أَعْطَىٰ وَاتَّقَىٰ﴿٥﴾وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَىٰ﴿٦﴾فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَىٰ﴿٧﴾وَأَمَّا مَنْ بَخِلَ وَاسْتَغْنَىٰ﴿٨﴾وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَىٰ﴿٩﴾فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَىٰ

Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allâh) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik, maka kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah. Dan adapun orang-orang yang bakhil dan merasa dirinya cukup, serta mendustakan pahala terbaik, maka kelak kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar [al-Lail/92:5-10]

TAFSIR RINGKAS
Allâh Azza wa Jalla menjelaskan bahwa aktifitas yang dilakukan manusia itu bermacam-macam, ada yang baik dan ada yang buruk. Yang baik akan berbuah kebahagian dunia dan akhirat, sebaliknya yang buruk akan menyeret pelakunya ke lembah penderitaan dunia dan akhirat. Oleh karena itu, Allâh Azza wa Jalla berfirman :

فَأَمَّا مَنْ أَعْطَىٰ وَاتَّقَىٰ

“Adapun orang yang memberikan” segala yang diperintahkan oleh Allâh Azza wa Jalla baik berupa ibadah harta, seperti zakat, kafarat, nafkah, sedekah, infak dalam kebaikan; atau ibadah badan, seperti shalat, puasa dan sejenisnya; ataupun perpaduan antara ibadah badan dan harta, seperti; haji dan umrah. “Dan bertakwa” maksudnya menjauhkan diri dari perbuatan yang dilarang Allâh.

وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَىٰ

“Dan membenarkan adanya ganjaran yang terbaik (al-husnâ)”, maksudnya, mengimani kandungan ‘lâ ilâha illallâh’ dan segala keyakinan agama yang berhubungan dengannya serta beriman dengan konsekuensinya berupa ganjaran berlipat ganda di akhirat yang telah dijanjikan oleh Allâh Azza wa Jalla . Untuk orang seperti ini, Allâh Azza wa Jalla berfirman,

فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْيُسْرَىٰ

Maka Kami akan menyiapkan baginya jalan yang mudah”. Maksudnya, Allâh Azza wa Jalla akan mempermudah orang tersebut untuk senantiasa melakukan kebaikan dan meninggalkan perbuatan buruk. Ini adalah “buah” usaha-usaha yang telah ia lakukan.

وَأَمَّا مَنْ بَخِلَ وَاسْتَغْنَىٰ﴿٨﴾وَكَذَّبَ بِالْحُسْنَىٰ

“Dan adapun orang-orang yang bakhil” dengan tidak mengeluarkan infak yang wajib yaitu zakat, apalagi infak sunat serta tidak menunaikan berbagai ibadah yang menjadi kewajibannya. “Dan merasa dirinya cukup” sehingga enggan beribadah kepada Allâh Azza wa Jalla ; tidak merasa butuh dengan Allâh Azza wa Jalla ; “Serta mendustakan pahala terbaik” maksudnya, dia tidak beriman terhadap apa yang Allâh Azza wa Jalla wajibkan kepada para hamba-Nya untuk diimani. Untuk orang seperti ini, Allâh Azza wa Jalla berfirman :

فَسَنُيَسِّرُهُ لِلْعُسْرَىٰ

“Maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar”, maksudnya, dia akan dipermudah untuk terus melakukan perbuatan buruk dan meninggalkan perbuatan baik, yang pada akhirnya akan menyeretnya ke neraka.[1]

AYAT-AYAT YANG SEMISAL DENGAN AYAT-AYAT DI ATAS
Ayat-ayat di atas menunjukkan bahwa apabila seseorang senantiasa melakukan amal shaleh maka Allâh Azza wa Jalla akan memberikan kemudahan kepadanya untuk terus beramal shaleh. Sebaliknya, apabila seseorang terbiasa melakukan suatu yang buruk, maka Allâh Azza wa Jalla akan mempermudah jalannya melakukan keburukan. Di dalam Al-Qur’an kita akan mendapatkan banyak sekali ayat-ayat seperti ini, di antaranya adalah sebagai berikut :

فَلَمَّا زَاغُوا أَزَاغَ اللَّهُ قُلُوبَهُمْ ۚ وَاللَّهُ لَا يَهْدِي الْقَوْمَ الْفَاسِقِينَ

Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allâh Azza wa Jalla memalingkan hati mereka. Dan Allâh tidak memberi petunjuk kepada kaum yang fasik [ash-Shaff /61:5]

وَنُقَلِّبُ أَفْئِدَتَهُمْ وَأَبْصَارَهُمْ كَمَا لَمْ يُؤْمِنُوا بِهِ أَوَّلَ مَرَّةٍ وَنَذَرُهُمْ فِي طُغْيَانِهِمْ يَعْمَهُونَ

Dan Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (al-Qur’ân) pada permulaannya, dan kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat. [al-An’âm/6:110]

Begitu pula bisa dilihat pada Surat at-Taubah/9:127, al-Mâidah/5:49, an-Nisâ’/4:115 dll.

ALLAH AZZA WA JALLA SUDAH MENTAKDIRKAN SEGALA SESUATU, UNTUK APA KITA BERAMAL?
Pertanyaan itu pernah ditanyakan kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawabannya, sebagaimana pada hadîts berikut :

عَنْ عَلِيٍّ -رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ-… قَالُوا : يَا رَسُولَ اللهِ أَفَلاَ نَتَّكِلُ عَلَى كِتَابِنَا وَنَدَعُ الْعَمَلَ ؟ قَالَ:(اعْمَلُوا, فَكُلٌّ مُيَسَّرٌ لِمَا خُلِقَ لَهُ, أَمَّا مَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ السَّعَادَةِ فَيُيَسَّرُ لِعَمَلِ أَهْلِ السَّعَادَةِ, وَأَمَّا مَنْ كَانَ مِنْ أَهْلِ الشَّقَاءِ فَيُيَسَّرُ لِعَمَلِ أَهْلِ الشَّقَاوَةِ ثُمَّ قَرَأَ {فَأَمَّا مَنْ أَعْطَى وَاتَّقَى وَصَدَّقَ بِالْحُسْنَى} الآيَةَ.

Dari ‘Ali Radhiyallahu anhu. Para sahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Ya Rasûlullâh! Apakah kita pasrah saja dengan apa yang tuliskan untuk kita dan kita tidak beramal ?”Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Hendaklah kalian beramal ! Setiap orang akan dimudahkan sesuai dengan tujuan dia diciptakan. Barangsiapa yang tergolong orang-orang yang berbahagia [2] maka ia akan dimudahkan untuk melakukan amalan orang-orang yang berbahagia tersebut. Barangsiapa yang yang tergolong orang-orang yang sengsara[3] maka ia akan dimudahkan untuk melakukan amalan orang-orang yang sengsara itu.” Kemudian Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca firman Allâh Azza wa Jalla (yang artinya) Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allâh) dan bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik, maka kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang mudah (Qs al-Lail/92:5-7)[4]. [Dalam riwayat Imam Muslim, Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca sampai dengan firman Allâh Azza wa Jalla yang artinya,” Maka kelak Kami akan menyiapkan baginya (jalan) yang sukar]

Begitulah jawaban dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam buat para shahabat beliau yang bertanya tentang ini. Lalu bagaimanakah respon para shahabat g setelah mendengar jawaban Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Simaklah riwayat berikut ini !

عَنْ بَشِيرِ بْنِ كَعْبٍ ، قَالَ : سَأَلَ غُلاَمَانِ شَابَّانِ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ…قَالَ : ((اعْمَلُوا ، فَكُلٌّ عَامِلٌ مُيَسَّرٌ لِعَمَلِهِ الَّذِي خُلِقَ لَهُ.)) قَالاَ : (فَالآنَ نَجِدُّ وَنَعْمَلُ.)

Diriwayatkan dari Basyîr bin Ka’b Radhiyallahu anhu , ada dua budak yang masih muda bertanya kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (pertanyaan mereka mirip dengan pertanyaan dalam hadits diatas) Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Beramallah! Setiap orang yang beramal akan dimudahkan untuk beramal sesuai dengan takdirnya diciptakan.” Kemudian mereka berkata, “Inilah saatnya! Kami akan berusaha keras dan beramal.”[5]

Begitu pula diriwayatkan dari Surâqah bin Ju’syum Radhiyallahu anhu ketika beliau bertanya kepada Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan pertanyaan yang mirip dan dijawab dengan jawaban yang mirip pula, kemudian Surâqah Radhiyallahu anhu berkata:

فَلَا أَكُوْنُ أَبَدًا أَشَدَّ اِجْتِهَادًا فِيْ اْلعَمَلِ مِنّي الآن

Aku tidak pernah sesemangat sekarang ini dalam beramal. (yaitu setelah mendengar hadîts tersebut-pen)[6]

APAKAH ORANG YANG SUDAH BERAMAL SHALEH BOLEH MERASA AMAN DARI ANCAMAN NERAKA?
Seseorang yang sudah dan terus menerus beramal shaleh, sudah sepantasnya dia bersyukur kepada Allâh Azza wa Jalla . Karena kekonsistenannya (keistiqamahannya) dalam melakukan amalan shaleh itu tiada lain hanyalah berkat pertolongan dan taufiq dari Allâh Azza wa Jalla .

Meski demikian, seorang Mukmin harus tetap waspada terhadap ancaman neraka, karena dia tidak tahu akhir kehidupannya, padahal amalan seseorang di akhir hidupnya sangat menentukan nasibnya. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :

إِنَّ الْعَبْدَ لَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ النَّارِ وَإِنَّهُ مِنْ أَهْلِ الْجَنَّةِ وَيَعْمَلُ عَمَلَ أَهْلِ الْجَنَّةِ وَإِنَّهُ مِنْ أَهْلِ النَّارِ وَإِنَّمَا الْأَعْمَالُ بِالْخَوَاتِيمِ

Sesungguhnya ada seorang hamba yang senantiasa beramal dengan amalan ahli neraka, tetapi ternyata dia termasuk ahli surga. Dan ada juga yang senantiasa beramal dengan amalan ahli surga ternyata dia termasuk ahli neraka. Sesungguhnya amalan-amalan itu tergantung bagaimana akhirnya.[7]

KESIMPULAN
1. Ayat ini diturunkan berhubungan dengan perbuatan Abu Bakr Ash-Shiddîq Radhiyallahu anhu yang memerdekakan budak-budak Muslimin di Mekah. Ada pendapat lain yang mengatakan bahwa ayat ini diturunkan setelah Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ya Allâh! Berikan ganti untuk orang yang berinfak ! Lenyapkanlah (harta) orang yang tidak berinfak !”

2. Allâh memberikan balasan yang setimpal untuk setiap amalan. Apabila amalannya baik, maka Allâh akan membalasnya dengan kebaikan; Sebaliknya, apabila amalan seseorang itu buruk maka Allâh akan membalasnya dengan keburukan.

3. Allâh Azza wa Jalla akan mempermudah orang-orang yang beriman, yang beramal shaleh dan meninggalkan maksiat untuk senantiasa melakukan amal shaleh, sehingga nanti akan mengantarkannya ke surga.

4. Allâh Azza wa Jalla akan mempermudah orang-orang yang bakhil, orang-orang yang merasa tidak butuh dengan Rabb-nya untuk terus-menerus berlaku buruk dan akan mempersulit mereka untuk melakukan kebaikan. Ini semua akibat ulah mereka sendiri, sehingga ini akan menyeret mereka ke neraka.

5. Dalam ayat-ayat diatas terdapat penegasan sunnatullah yaitu pemberian dari taufiq Allah kepada seorang hamba tergantung pada kesukaan, pilihan, usaha yang dilakukan seorang hamba, antusiasmenya serta usahanya untuk mengendalikan hawa nafsunya dalam menggapai taufiq itu sendiri. Jika sebaliknya, maka hasil yang diprolehnya sejalan dengan usaha dan pilihannya.

6. Kendatipun kita mengetahui bahwa Allâh telah menetapkan takdir setiap insan, sampai-sampai Allâh Azza wa Jalla menakdirkan apakah nanti dia akan masuk surga atau neraka, kita tetap diperintahkan untuk beramal dan berusaha.

7. Orang-orang yang senantiasa beriman dan beramal shaleh serta menjauhi perbuatan-perbuatan maksiat harus bersyukur kepada Allâh Azza wa Jalla , karena ini merupakan ciri kebaikan untuknya. Meskipun demikian, dia tidak boleh merasa aman dari ancaman neraka, karena amalan seseorang itu tergantung dengan bagaimana akhir hayatnya nanti.

Tamma bifadhlillahi wa karamihi. Mudahan tulisan ini bermanfaat untuk semua.Amin.

Daftar Pustaka
1. al-Qur’ân dan terjemahannya. Cet. Madinah: Kompleks Percetakan Mushhaf Raja Fahd.
2. Aisarut-Tafâsîr li kalâm ‘Aliyil-Kabîr. Jâbir bin Musa Al-Jazâiri. Al-Madinah: Maktabatul Ulûm wal-hikam
3. al-Jâmi’ li ahkâmil-Qur’ân. Muhammad bin Ahmad Al-Qurthubi. Mesir: Dârul kutubil Mishriyah.
4. Jâmi’ul Bayân fî Ta’wîlil-Qur’ân. Muhammad bin Jarîr Ath-Thabari. 1420 H/2000 M. Beirut: Muassasah Ar-Risâlah.
5. Ma’ârijul-Qabûl bi syarhi sullamil-wushûl ilâ ‘ilmil-ushûl. Hâfizh binAhmad Al-Hakami. 1410 H/1990 M. Dammâm: Dâr Ibnil-Qayyim.
6. Ma’âlimut-tanzîl. Abu Muhammad Al-Husain bin Mas’ûd Al-Baghawi. 1417 H/1997 M. Riyâdh:Dâr Ath-Thaibah.
7. Shahîh Al-Bukhâri. Muhammad bin Isma’îl Al-Bukhâri. Riyâdh: Dârus-Salâm.
8. Shahîh Ibni Hibbân bi tartîb Ibni Balabân. Muhammad binHibbân Al-Busti. Tartîb: Ibnu Balabân. Tahqîq Syu’aib Al-Arnauth. Beirut: Muassasah Ar-Risâlah.
9. Shahîh Muslim. Muslim bin Al-Hajjâj. Riyâdh: Dârus-Salâm.
10. Syifâ’ul-‘Alîl fi Masâilil-Qadhâ’ wal-Qadar wal-Hikmah wat-Ta’lîl. Muhammad bin Abi Bakr bin Qayyim Al-Jauziyah. Beirut: Dârul-Ma’rifah.
11. Tafsîr Al-Qur’ân Al-‘Adzhîm. Ismâ’îl bin ‘Umar bin Katsir. 1420 H/1999 M. Riyâdh: Dâr Ath-Thaibah.
12. Taisîr Al-Karîm Ar-Rahmân. Abdurrahmân bin Nâshir As-Sa’di. Beirut: Muassasah Ar-Risâlah.

[Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 03/Tahun XIV/1431H/2010M. Penerbit Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo-Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-858197 Fax 0271-858196]
_______
Footnote
[1]. Digabungkan dan diringkas dari Tafsîr As-Sa’di dan Aisar At-Tafâsîr
[2]. Yaitu penduduk surga.
[3]. Yaitu penduduk neraka.
[4]. R Al-Bukhâri no. 4949
[5]. Tafsir Ath-Thabari, 24/475
[6]. HR Ibnu Hibbân di Shahih-nya no. 337 (Syaikh Syu’aib berkata, “Isnadnya sesuai dengan syarat Muslim.”)
[7]. HR. Imam Bukhâri no. 6607

Tinggalkan komentar